Pilgub Kalsel
Ancaman Bencana Ekologis Kalsel, Haji Denny: Harus Ada Kebijakan Darurat!
KANALKALIMANTAN.COM, BANJARMASIN – Bencana ekologis di Kalsel menjadi perhatian para aktivis lingkungan. Hal ini juga mengundang keprihatinan Calon Gubernur Kalsel Denny Indrayana.
Pada webinar bertema ‘Visi Pembangunan Calon Pemimpin Daerah Berbasis Data Kebencanaan’, yang menghadirkan Haji Denny– panggilan Denny Indrayana, sebagai salah satu pembicara yang juga menghadirkan Komisi 4 DPRD Kalsel Lutfi Saifudin, Direktur Eksekutif Walhi Kalsel Kisworo Dwi Cahyono, dan Borneo Center Creative Movement Yustinus Sapto Harianto, pada Jumat (4/12/2020) malam.
Wamenkum HAM era Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini mengatakan, kondisi ekologis di Kalsel dengan masifnya pertambangan telah berada pada situasi yang menghawatirkan. Dari data yang disampaikan Walhi Kalsel, saat ini dari 3,7 juta hektare lahan, 50% sudah dibebani izin tambang dan perkebunan sawit.
“Di antara parameter yang ada, data tahun 2019 BNPB dari aspek fisik angka bencana ekologis mencapai di atas Rp 9 triliun. Resiko data lingkungan, sangat luar biasa. Kita harus mengambil kebijakan darurat untuk menanggulangi bemcana ekologi di Kalsel,” tegas paslon nomor urut 2 ini.
Haji Denny mengatakan, trend terjadinya bencana juga ada kecenderungan meningkat. Hal ini tentunya memunculkan pertanyaan, ada apa? Apa antisipasinya kurang?
“Banjir bandang, kebakaran hutan, dan bencana lain menunjukkan peningkatan pada tahun 2019. Hanya kebakaran hutan dan lahan menurun, itu harus kita akui. Meskipun faktor cuaca sangat mempengaruhi dengan kemarau basah yang terjadi sebelumnya,” terangnya.
Pakar Hukum Tata Negara ini menambahkan, kondisi lahan kritis di Kalsel saat ini juga sudah di atas 14 persen. Masuk 10 besar terbesar nasional.
“Semua ini membutuhkan pendekatan tak semata sektoral di sisi kebencanaan, tapi menyeluruh. Termasuk good governance, pemerintahan yang anti korupsi, dan hadirnya penegakan hukum yang lebih serius,” tegasnya.
Ia mengatakan, sejumlah hal juga masih menjadi sorotan terkait kelompok marginal seperti masyarakat adat. Hal ini tak hanya memerlukan kehadiran Perda perlindungan bagi hak-hak masyarakat adat, tapi kebijakan yang lebih menyeluruh dan jelas.
“Tantangan penegakan hukum seperti hadirnya wistle blower (peniup peliut) guna mencari para pelaku perusak lingkungan, sebuah sistem harus diperbaiki. Gerakan Save Meratus harus kongret di lapangan, penanganan konflik agraria meski semakin dimatangkan,” tegasnya.
Bagi mantan Staf Khusus Presiden Bidang Pemberantasan Mafia Hukum dan Korupsi ini, berbagai problem menyangkut bencana ekologis di Kalsel terkait tidak hadirnya pemerintahan yang adil dan amanah. Sebagaimana diketahui, penegakan hukum terkait reklamasi 814 lubamg tambang masih menyisakan masalah.
“Kita punya permasalahan lahan tambang. Intinya bagaimana tata kelola lingkungan yang kacau balau, harus diluruskan untuk bicara keberpihakan pada lingkungan,” terangnya.
Terkait tata kelola tambang dan Karhutla misalnya, Haji Denny mengusulkan perlunya pasal tentang strict liability (bertanggung jawab mutlak). Jika terjadi Karhutla misalnya, maka korporasi memiliki tanggungjawab di lokasi kebakaran. “Dalam perusaham punya pertangungjawaban, mungkin ada penolakan dari korporasi, ada penolakan. Tapi siapa yang paling bertanggungjawab, yang punya resources. Siapapun yang bakar di lahan dia harus tanggung jawab,” tegasnya.
Selain itu, juga perlu adanya kebijakan pendekatam bisnis dan humah right. Pendekatan yang di atas CSR yang jatuhnya sering pada politisasi bantuan sosial oleh pejabat. Langkah ini memungkinkan adanya semacam anggaran untuk langkah preventif untuk kerusakan lingkungan. “Kita tak perlu menyebut, tumpulnya penegakan hukum dengan oknum aparat jadi backing pelanggaran. Jadi adalah kerja besar bagi kepala daerah, karena akan berhadapan dengan mafia. Ini tantangan tak ringan,” katanya.
Sementara itu Direktur Walhi Kalsel Kisworo mendorong pengadilan khusus lingkungan. Langkah tersebut sebagai jawaban atas banyaknya pelanggaran hukum bidang lingkungan. “Kenapa karhutla selalu terjadi di wilayah koorporasi? Karena menara api, kanal air, tim khusus untuk tangani Karhutla di perusahaan tak memadai. Ini Pemprov harus melihat sebagai suatu hal yang penting. Sebenarnya bisa ditanggulangi dengan ketegasan, dan kemauan elit politik,” katanya. (kanalkalimantan.com/ril)
Editor : Cell
-
HEADLINE3 hari yang lalu
Naik 6,5 Persen, Upah Minimum Kalsel 2025 Rp3,4 Juta
-
HEADLINE2 hari yang lalu
Koordinator Posko Tim Banjarbaru Hanyar Diancam Dihabisi, Dikirimi Dua Surat Kaleng
-
HEADLINE2 hari yang lalu
KPU Banjarbaru Siap Hadapi Gugatan MK
-
Satpol PP Kab Banjar2 hari yang lalu
Satpol PP Banjar Dapati 7 Penjual Anakan Ikan
-
DPRD KOTABARU2 hari yang lalu
Sowan ke Bakti Kementerian Komdigi, Komisi II dan Diskominfo Kotabaru Perjuangkan Akses Internet
-
Kota Banjarbaru1 hari yang lalu
Serahkan Eco Office Eco School Award 2024, Ini Kata Wali Kota Aditya