Connect with us

Sastra

Bait Alam Lingkungan Perempuan Banua Anam dari Festival Puisi Wabul Sawi Loksado

Diterbitkan

pada

Gelaran Festival Wabul Sawi Loksado, Hulu Sungai Selatan, Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel), Minggu (13/10/2024). Foto : ABPM

KANALKALIMANTAN.COM, KANDANGAN – Dari hulu Meratus, Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel), puluhan perempuan memijakkan kaki mengikuti gelaran Festival Puisi Wabul Sawi inisiasi Akademi Bangku Panjang Mingguraya (ABPM) Banjarbaru.

Festival Puisi Wabul Sawi berlangsung tiga hari, dimulai Jumat 11 Oktober 2024 dan berakhir pada Minggu 13 Oktober 2024.

Kegiatan yang melibatkan peserta perempuan muda dari Banua Anam (enam kabupaten di wilayah hulu sungai) dengan mengangkat tajuk “Konservasi Bahasa Lewat Eco Feminisme”.

Baca juga: Nostalgia Slow Rock Malaysia ’80-90 di Panggung MGR Banjarbaru

Penyelenggara kegiatan, HE Benyamine mengatakan, kegiatan ini digelar mereka dengan difasilitasi oleh Badan Bahasa melalui Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra (Pusbanglin) Kemendikbudristek RI.

Tema yang diangkat, seperti kata eco artinya sesuatu berhubungan dengan lingkungan alam. Kemudian disandingkan dengan feminisme, dimana menurutnya perempuan yang lebih berat menanggung ketika gangguan terhadap alam datang.

“Eco feminisme itu karena konservasi bahasa adalah bahasa ibu, kita artikan ketika anak lahir ibu lah yang lebih dulu mengajarkan bahasa, terutama bahasa daerah kit Banjar, Dayak Meratus, dan macam lainnya,” ujar Bang Ben -biasa disapa- saat diwawancarai, Sabtu (19/10/2024) malam.

Baca juga: Aksi Mahasiswa Hari Pangan Sedunia: Proyek HPS 2018 Jejangkit Gagal, Muncul Kelapa Sawit

Selama pelaksanaan kegiatan, para perempuan Banua Anam usia kisaran 16-35 tahun sebelumnya melalui karya diakurasi dan dipilih 50 orang untuk mengikuti pembekalan oleh pemateri-pemateri ahli dalam bidangnya untuk kemudian bisa membuat puisi.

Ada pula narasumber lokal yang diundang, misalnya petani hingga pengrajin anyaman, petani kayu manis, ahli bunga anggrek hingga perempuan penulis dan penyair.

“Setelah mereka dibekali materi tentang alam, tentang bagaimana lingkungan terhadap mereka, lalu diadakan lomba menulis puisi yang diikuti 50 peserta tersebut dan dipilih lima orang pemenangnya,” ungkapnya.

Baca juga: Aksi Simbolik di Bundaran Banjarbaru: Selamat Atas Dilantik Terduga Pelanggar HAM Berat

Melalui festival puisi ini, HE Benyamine menyampaikan tidak ingin kehilangan bahasa-bahasa yang sebenarnya memang berhubungan dengan tempat tinggal masyarakat Kalimantan Selatan.

“Jadi ada hal-hal yang misalnya tidak ditemui di tempat lain, tapi ditemui di tempat kita. Kata-kata yang berhubungan dengan alam, bisa itu pohon binatang ataupun kata yang menggambarkan suatu lingkungan tertentu, dari situ kita ingin perempuan punya suara terhadap keadaan di sekitar mereka,” jelas Bang Ben.

HE Benyamine juga berharap setelah Festival Puisi Wabul Sawi ini, konservasi bahasa bisa dilakukan para peserta dan juga masyarakat lainnya.

Jangan sampai, katanya, suatu bahasa hilang sebab di dalam sebuah bahasa ada selalu pengetahuan tentang kenapa diciptakan. (Kanalkalimantan.com/wanda)

Reporter : wanda
Editor : bie


iklan

Komentar

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->