Connect with us

Sosial

Beginilah Kondisi Safiah, Si Nenek Buta Yang Tinggal Jauh Dari Pemukiman

Diterbitkan

pada

TAK BERDAYA, Safiah alias Nenek Angah, lansia warga Desa Sungup Kanan, Kecamatan Pulau Laut Tengah, Kabupaten Kotabaru. Foto : azey

KOTABARU, Sosok tua, tinggal jauh dari pemukiman penduduk di Desa Sungup Kanan Kecamatan Pulau Laut Tengah, Kabupaten Kotabaru ini, merupakan gambaran perjuangan dan semangat dalam menjalani kehidupan.

Sekitar 20 kilometer jaraknya dari pusat ibukota Kabupaten Kotabaru, dan masuk sekitar 100 meter lagi dari jalan raya utama menuju kediaman Safiah atau yang akrab disapa dengan panggilan Nenek Angah. Nenek buta ini hidup hanya berdua dengan keponakannya, itupun menempati bangunan rumah kayu di atas lahan yang bukan mereka miliki, melainkan hanya dipinjami oleh pemilik tanah.

Memasuki kediaman Nenek Angah, harus melalui jalan setapak dengan batu-batu kerikil kecil dengan kiri kanan tanaman hutan perdu. Karena memang, rumahnya berada cukup jauh dari permukiman penduduk Desa Sungup Kanan menuju kawasan hutan kaki pegunungan Sebatung.

“Sudah 12 tahun saya mengalami kebutaan ini, awalnya saat habis pulang dari aktifitas sehari-hari di ladang padi, entah kenapa setelah sampai di rumah di bagian mata langsung terasa panas dan susah untuk dibuka, dari situ awalnya hingga sekarang saya tidak dapat melihat lagi,” ujar Nenek Angah, saat di jumpai Kanal Kalimantan di kediamannya, Selasa (20/2).

Sedikit ia menceritakan, setelah tidak dapat melihat pada awal-awal ia merasakan sama sekali tidak bisa dibuka matanya tersebut, bahkan untuk melakukan kegiatan sehari-hari di dapur seperti memasak nasi dan lainnya sangat terasa sulit. Namun, sekarang karena sudah menjadi kebiasaan lambat laun aktifitas terasa mulai nyaman meskipun tetap saja yang namanya tidak bisa melihat pasti sulit.

“Hidup hanya berdua dengan keponakan, kalau keponakan lambat kembali ke rumah setelah bekerja terpaksa harus memasak nasi sendiri meskipun dengan keterbatasan, akan tetapi mau tidak mau harus dilakoni,” tambahnya.

Menjadi harapan, kedepan ada bantuan yang disalurkan dalam pemenuhan kehidupan sehari-hari di rumah. Untuk sementara, terpaksa mengandalkan penghasilan dari keponakannya yang bekerja sebagai buruh pasir yang pendapatannya sebesar Rp 40 ribu perhari, itupun terkadang kurang dari itu yang dibawa pulang ke rumah untuk makan sehari-hari.

Iluy, keponakan Nenek Angah mengatakan, mau tidak mau ia mesti tinggal menemani Nenek Angah untuk tinggal bersama meskipun mereka adalah asli warga Desa Serongga Kecamatan Kelumpang Hilir, hanya saja karena keterbatasan ekonomi membuat mereka tidak bisa kemana-mana.

“Saya lahir dan besar di rumah ini, walaupun pendapatan sebagai buruh pasir dicukup-cukupkan tapi yang jelas harus disyukuri bagaimana pun keadaannya,” ungkap Iluy.

Menyikapi kondisi warga itu, Ketua RT 3 Desa Sungup Kanan Nurdin berharap ada bantuan yang disalurkan oleh pemerintah guna meringankan beban hidupnya, misalkan saja seperti bahan kebutuhan pokok sembako, dan lainnya.

“Memang sudah pernah 2 kali Nenek Angah mendapatkan bantuan dari desa setempat berupa beras, gula dan lainnya. Yang pastinya, melihat kondisi rumah yang juga sama sekali tidak ada listriknya, bantuan sangat di harapkan untuk kehidupan Nenek Angah dalam kesehariannya,” harap Nurdin. (azey)

Reporter: Azey
Editor: Abi Zharrin Al Ghifari


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->