Connect with us

HEADLINE

Berat di Infrastruktur, Pengembangan Ekonomi Belum Tersentuh Dana Desa!

Diterbitkan

pada

Penggunaan dana desa masih tersedot untuk infrastruktur Foto: rico

BANJARBARU, Anggaran besar yang dikucurkan pemerintah pusat lewat dana desa di Kalsel saat ini penggunaannya masih berfokus pada pembangunan infrastruktur. Sementara program pemberdayaan ekonomi dan pelatihan kewirausahaan masih belum tersentuh.

Hal ini disampaikan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kalsel Gusti Sahyar, Jum’at (4/1). Menurutnya, selama ini masyarakat desa memeng mempunyai wewenang untuk menentukan pembangunan apa yang ingin dilaksanakan. Selain hal yang prioritas, pembangunan juga berasal dari banyaknya usulan dari warga desa.

Walau demikian, pihaknya terus mendorong pemerintah desa untuk juga berpikir jangka panjang untuk program pemberdayaan masyarakat. Terutama bidang ekonomi dan pelatihan. “Kalau sudah selesai infrastruktur dasar, arahan kami dibagi 50:50 untuk pembangunan infrastruktur dasar dan pembangunan ekonomi. Seperti mengembangkan potensi potensi desa yang dimiliki,” imbau Gusti Sahyar.

Ia menegaskan, lewat program pemberdayaan terutama pengembangan ekonomi dan pelatihan, masyarakat dapat mengembangkan usaha di desa. Harapannya mereka yang belum bekerja ataupun bekerja ke kota, bisa betah di desa karena banyak usaha yang bisa dikembangkan.

“Kita harapkan tahun 2020-2021 sudah bergeser dari pembangunan infrastruktur dasar ke pembangunan pengembangan ekonomi,” harapnya.

Diakuinya, saat ini sebagian besar wilayah di desa masih dalam keadaan terisolir dari sisi transportasi darat. Baik pembangunan jalan maupun jembatan yang masih jauh tertinggal dari kelurahan di perkotaan. Bahkan kebutuhan terhadap hal yang dasar seperti air dan listrik masih banyak di desa yang belum terpenuhi secara menyeluruh bagi masyarakat desa.

“Makanya tidak heran pemerintah dan masyarakat desa berlomba-lomba dalam pembangunan infrastruktur dasar ini. Bahkan dana desa tersebut tidak mencukupi sehingga masih perlu tambahan dari APBD ataupun CSR dari perusahaan yang beroperasi di sekitar desa tersebut,” terangnya.

Belum Maksimal

Dalam empat tahun terakhir, pemerintah telah menggelontorkan dana desa dengan total anggaran sebesar Rp187 triliun. Namun, program ini belum bisa menekan jumlah pengangguran di pedesaan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengangguran di desa pada Agustus 2018 justru naik tipis dibandingkan tahun sebelumnya. Ini menjadi ironis lantaran pemerintah terus menggenjot kucuran dana desa, yang awalnya hanya Rp 20,77 triliun pada 2015 menjadi Rp 60 triliun pada 2018.

Di luar ironi itu, dana desa ternyata tak luput dari praktik korupsi. Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Agus Sunaryanto menyebut korupsi masih jadi salah satu problem utama pengelolaan dana desa. Dalam 6 bulan pertama 2018, ICW sudah mencatat 27 kasus korupsi dana desa yang sudah naik ke tahap penyidikan.

Sementara sepanjang 2017, kata Agus, ICW mencatat ada 98 kasus. Angka ini tentu hanya sebagai puncak gunung es dari penyelewengan dana desa yang terjadi selama empat tahun terakhir. Ini ditunjukkan dengan peningkatan jumlah kasus dari tahun ke tahun.

Menurut Agus, seperti dilansir dari tirto.id, aktor yang terlibat korupsi dana desa biasanya kepala desa atau perangkat desa. Modus yang digunakan cukup beragam, mulai dari mark-up hingga penyalahgunaan anggaran.

Kondisi ini diperburuk dengan belum optimalnya peran warga dalam perencanaan, pengelolaan, dan pengawasan dana desa. Selama ini, kata Agus, dana desa kerap jadi bancakan lingkaran terdekat kepala desa. Beragam masalah ini tak lepas dari minimnya pembinaan yang dilakukan pemerintah. Ini tampak dari sedikitnya jumlah pendamping desa.


Laman: 1 2

iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->