HEADLINE
CEK FAKTA: Pernyataan Rahmadian Noor soal Terlambatnya Sebaran Pupuk dan Kontribusi Batola 20% terhadap Produksi Beras di Kalsel
KANALKALIMANTAN.COM, MARABAHAN – Perhelatan debat publik kedua yang digelar oleh penyelenggara Pilkada untuk tiga pasangan calon (Paslon) Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Barito Kuala, berlangsung Senin (19/11/2024) malam. Namun, sejumlah pernyataan yang disampaikan masing-masing Paslon masih menyisakan tanda tanya.
Lantas, apa saja poin penting yang diangkat dan bagaimana respons para kandidat? Kanalkalimantan merangkum pernyataan-pernyataan yang terlontar selama debat, kemudian melakukan wawancara ulang dengan para kandidat.
Tanpa menghakimi salah satu pasangan calon, kami juga menelusuri kebenaran di balik setiap pernyataan tersebut. Berikut rangkuman lengkapnya:
Pertanian Berkelanjutan
Paslon Bupati Batola nomor urut 2, Rahmadian Noor-Sumarji yang mengklaim bahwa Kabupaten Batola merupakan penyedia utama beras di Kalimantan Selatan, dengan kontribusi lebih dari 20 persen dari total produksi di 13 kabupaten/kota.
Mereka berkomitmen menjaga lahan pertanian yang ada agar tidak dialihfungsikan menjadi permukiman atau penggunaan lain di luar kebutuhan padi. Dengan langkah tersebut, Paslon nomor urut 2 itu berharap produksi beras Batola dapat mendukung kebutuhan Ibu Kota Negara (IKN).
“Dalam visi dan misi kami itu jelas, kami tingkatkan seluruh infrastruktur yang berhubungan dengan pertanian itu kita tingkatkan,” ujar Rahmadian Noor.
Bagaimana faktanya?
Berdasarkan Kajian Fiskal Regional Kalimantan Selatan Triwulan II Tahun 2024 yang dirilis oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kalimantan Selatan (Kanwil DJPb Kalsel), perubahan iklim di provinsi ini menyebabkan peningkatan intensitas hujan hingga 25 mm per tahun akibat kenaikan suhu sebesar 0,2-0,3 derajat celcius. Kondisi memberikan dampak signifikan pada sektor ekonomi masyarakat, terutama pertanian.
Kabupaten Barito Kuala (Batola) menjadi salah satu wilayah yang terdampak, dengan produktivitas pertanian, khususnya produksi padi yang mengalami penurunan drastis dalam 10 tahun terakhir hingga menyusut menjadi 541,75 ribu ton.
Masih berhubungan dengan krisis iklim, Rahmadian Noor mengklaim bahwa daerah pertanian yang paling terdampak oleh banjir 2021 di Batola saat itu berada di wilayah Kecamatan Jejangkit, yang merupakan lokasi Hari Pangan Sedunia (HPS) pada 2018.
Sayangnya, seluas 4.000 hektare lahan rawa hingga ke Kecamatan Mandastana yang sebelumnya disulap menjadi lahan pertanian produktif setelah acara besar dan habiskan puluhan miliaran rupiah, hingga tahun 2024 masih sulit ditanami padi hingga ditumbuhi ilalang sejauh mata memandang.
Mengulik data BPS Kalimantan Selatan Produksi padi dan beras menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan, pada 2022-2023 menunjukkan bahwa Kalsel menghasilkan 484.832,09 ton beras pada tahun tersebut.
Dimana Kabupaten Barito Kuala memproduksi padi sebanyak 110.565,50 ton, dan pernyataan Rahmadi tentang kontribusi sebesar 22,8 persen dari total produksi padi di 13 kabupaten/kota di Kalsel benar.
Sebaran Pupuk Terlambat
“Selama ini setiap saya turun ke masyarakat keluhan masyarakat masalah pupuk, terlambat. Pertanyaannya selama bapak menjadi Wakil Bupati Barito Kuala apakah ini sudah bapak sempat selesaikan dengan baik?” tanya paslon nomor urut 1 Bahrul Ilmi-Herman Susilo kepada Paslon nomor urut 2 Rahmadian Noor-Sumarji.
Diberi waktu dua menit, paslon nomor urut 2 yang diwakili oleh Rahmadi menjawab: “Saya tidak tahu apakah yang dimaksud beliau ini terjadi terjadi setahun dua 2 terakhir ini. Yang jelas seingat kami selama 5 tahun menjabat Ahamdulilah pupuk selalu tepat waktu kepada petani,” sanggah Rahmadi.
Bagaimana faktanya?
Masa jabatan Bupati-Wakil Bupati Barito Kuala (Batola) Hj Noormiliyani Aberani Sulaiman-Rahmadian Noor terhitung berakhir pada Jumat (4/11/2022), dan mengakhiri masa kepemimpinan periode 2017-2022.
Penelusuran berbagai sumber saat Rahmadian Noor masih menjabat sebagai Wakil Bupati Batola, pernah suatu ketika Himpunan Keluarga Tani Indonesia (HKTI) Kabupaten Barito Kuala (Batola) menggelar Rapat Kerja Daerah (Rakerda) 2021 di Gedung Balai Latihan Masyarakat Banjarmasin pada pada 30 Oktober 2021.
Dalam acara itu, HKTI Batola bersama 17 pimpinan cabang kecamatan membahas program kerja untuk satu tahun mendatang. Salah satu isu utama yang diangkat adalah permasalahan dalam sektor pertanian, keterlambatan distribusi pupuk yang berdampak pada hasil panen yang tidak optimal.
Saat itu, Ketua HKTI Batola, Hasan Ismail, menjelaskan bahwa keterlambatan pupuk menjadi masalah kronis yang menghambat produksi pertanian. Pupuk seringkali baru tiba menjelang panen, yang mengurangi efektivitasnya dalam meningkatkan hasil.
Oleh karena itu, ia mendorong pentingnya kemandirian dalam pengolahan pupuk, agar petani tidak terlalu bergantung pada pupuk pabrikan.
Keluhan serupa juga muncul dari sektor perikanan, di mana masalah pakan ikan dan kurangnya fasilitas penyimpanan seperti cold storage menjadi hambatan utama. Peternak ikan di Batola, terutama di Tabunganen yang dikenal sebagai sentra perikanan, kesulitan karena tingginya harga pakan pabrikan dan terbatasnya tempat penyimpanan yang menjaga kesegaran hasil perikanan, seperti udang dan bandeng.
Masalah serius tentang pupuk terutama pada lonjakan harga juga pernah dialami oleh petani di Kabupaten Barito Kuala (Batola) itu terjadi pada 2020. Harga pupuk urea bersubsidi waktu itu mencapai Rp100 ribu untuk 50 kilogram, sedangkan pupuk non-subsidi dibanderol Rp290 ribu hingga Rp300 ribu per kwintal.
Kepala Desa Cahaya Baru, H Imbran, mengungkapkan bahwa harga pupuk yang tinggi tidak sebanding dengan hasil yang diperoleh petani. Selain itu, ia juga mengeluhkan terlambatnya distribusi pupuk bersubsidi. Meski ada pasokan, jumlahnya terbatas dan tidak mencukupi kebutuhan para petani. Kondisi ini, menurut Imbran, berdampak langsung pada hasil pertanian yang menurun, apalagi dengan adanya serangan hama dan penyakit yang semakin memperburuk keadaan.
Imbran juga memaparkan bahwa harga jual hasil tanaman padi warga di desanya hanya berkisar antara Rp60 ribu hingga Rp65 ribu per blek, sementara biaya yang dikeluarkan jauh lebih besar, terutama untuk pupuk dan pengendalian hama.
“Harga jual yang kami terima sangat tidak memadai dengan biaya yang dikeluarkan untuk satu kali panen dalam setahun,” keluhnya.
Para petani pun berharap untuk memperjuangkan peningkatan jatah pupuk bersubsidi, penyaluran yang tepat waktu, dan bantuan bibit untuk tanaman selain padi, seperti jeruk dan sayuran. Keluhan serupa tentang mahalnya harga pupuk juga disampaikan oleh warga transmigrasi Sampurna di Kecamatan Jejangkit. (Kanalkalimantan.com/ rendy tisna)
***
Artikel ini ditulis oleh Rendy Tisna, seorang jurnalis yang aktif menulis untuk berbagai media massa. Rendy memiliki pengalaman dalam pelatihan cek fakta, pada 2019 diselenggarakan oleh Google News Initiative (GNI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), dan Internews. Selain itu, ia juga mengikuti pelatihan serupa yang diadakan oleh AJI Balikpapan Biro Banjarmasin dan Google News Initiative pada April 2024.
Reporter: rendy tisna
Editor: bie
-
HEADLINE2 hari yang lalu
Mangkir dari Panggilan Pemeriksaan, KPK Minta Paman Birin Kooperatif
-
HEADLINE2 hari yang lalu
UIN Antasari Banjarmasin Resmi Terakreditasi A
-
HEADLINE3 hari yang lalu
KPU Kalsel: Surat Suara Pilwali Banjarbaru Pakai yang Sudah Tercetak
-
Kabupaten Banjar2 hari yang lalu
Lindungi Konsumen, Pelaku Usaha dan Masyarakat, DKUMPP Banjar Sosialisasikan Metrologi Lokal
-
Kota Banjarbaru2 hari yang lalu
Pj Wali Kota Sorong Pelajari MPP Banjarbaru
-
Kota Banjarbaru3 hari yang lalu
Daurah ASN Muslimah Pemko Banjarbaru, Ini Kata Pjs Wali Kota Nurliani