Kota Banjarmasin
Custom, Ekspresi Anak-anak Muda Pasca Perang Dunia II yang Menolak “Zona Nyamanâ€Â
BANJARMASIN, Custom culture, kembali naik panggung setelah Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu membeli motor jenis Chopper besutan Elders Custom berkaloborasi dengan creator frame motor klasik ternama Indonesia Kickass Chopper dengan harga Rp 140 juta.
Dan, salah satu yang menuai berkahnya adalah bengkel modifikasi khusus motor tua milik Amang Ramli, di Jalan Gatot Subroto, Banjarmasin. Lalu, tahukah kamu asal mula dari mana custom culture ini?
Custom culture berkembang di Indonesia pada akhir 1980-an sampai awal 1990-an. Budaya ini sebenarnya menginduk pada gejala custom culture di California, Amerika Serikat (AS), di tengah-tengah anak muda galau yang sedang mencari jati diri.
Adalah Ed Roth, seniman jenius yang menciptakan banyak karakter abnormal dan menjualnya di pameran otomotif. Roth dikenal sebagai representasi dari semua seni, bahkan hingga mode berpakaian dan gaya rambut orang-orang yang menciptakan mobil dan motor custom di California dalam periode akhir 1950-an. Gelombang modifikasi kendaraan serta gaya mereka yang berkendara, kemudian dikenal dengan nama Custom Culture.
Roth tak terpisahkan dari keberadaan awal Kustom Kulture, bersama orang-orang semacam Von Dutch (Kenny Howard), Lyle Fisk, Dean Jeffries, dan Barris Bersaudara (Sam dan George). Roth dan kawan-kawannya adalah remaja-remaja California yang gemar dengan hot rods, term yang merujuk kepada mobil Amerika buatan tahun 1930-an yang dimodifikasi sedemikian rupa agar lebih cepat dan bertenaga besar.
Biasanya para builderâ€â€pembuat kendaraan custom mengurangi bobot kendaraan dengan mencopot beberapa part body seperti roof, bumper, lampu fender, hingga windshield, mengganti ban standar dengan ban khusus, mengecat body dengan desain artistik seperti jilatan api, hingga “mengoprek†bagian mesin.
Robert Williams, dalam buku Kustom Kulture (1993) menjelaskan kemunculan hot rods tidak terlepas dari apa yang terjadi di California selama Perang Dunia II. Keadaan PD II “memaksa†para ilmuwan dan engineering menciptakan teknologi-teknologi canggih.
Perusahaan seperti Douglas Aircraft misalnya, diminta untuk menyesuaikan produksi dengan kebutuhan perangâ€â€salah satu kreasi mereka adalah B-17 Flying Fortress, pesawat pengebom. Dalam industri dadakan itu, banyak anak-anak remaja California terserap sebagai buruh. Mereka memproduksi beragam barang yang bahkan dalam beberapa tahun sebelumnya belum pernah ada. Ketika perang berakhir, mereka jadi orang-orang dengan pengetahuan dan keahlian teknis tinggi yang mampu melakukan banyak hal.
“Dengan memanfaatkan keahlian yang didapat dari pabrik pertahanan, beberapa pekerja kemudian secara ekstensif memulai memodifikasi kendaraan lama mereka untuk membuat sesuatu yang baru dan berbeda. Hasilnya, dengan memanfaatkan kemampuan teknis yang bisa meningkatkan kecepatan, performa, dan handling kendaraan, apa yang mereka lakukan menandai dimulainya tren modifikasi ala hot rods,†kata Williams.
-
HEADLINE1 hari yang lalu
Modal Menang Pileg 13 Kursi, Golkar Pede Calon Sendiri di Pilgub Kalsel 2024
-
Kota Banjarbaru2 hari yang lalu
Manusia Silver Terjaring Satpol PP Banjarbaru, Orangtua Libatkan Anak Mengemis di Lampu Merah
-
HEADLINE2 hari yang lalu
Brio Ugal-ugalan Tabrak Polisi, Kabur saat Dihentikan di Flyover A Yani Km 4,5 Banjarmasin
-
Kota Banjarbaru3 hari yang lalu
Dapati Kafe dan Biliar Buka Malam Ramadan di Banjarbaru
-
HEADLINE2 hari yang lalu
Brio Tabrak Polisi dan Sepeda Motor di Banjarmasin Berawal dari Melawan Arah
-
HEADLINE18 jam yang lalu
Golkar Kalsel Mulai Mengelus Jagoan Pilkada 13 Kabupetan Kota