Connect with us

HEADLINE

Di Balik Gelang Kaki Elektronik Sumardi, Jerit Petani yang Berkonflik dengan Perusahaan Tambang

Diterbitkan

pada

Potret kaki kanan Sumardi petani asal Desa Rantau Bakula yang dipasangi gelang kaki elektronik. Foto:Rdy.

KANALKALIMANAN.COM, MARTAPURA – Sudah sepekan gelang kaki elektronik terpasang di betis kanan Sumardi, petani tua yang kini jadi tahanan kota di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Dia dilaporkan pada akhir April 2024 lalu, karena diduga mengancam operator buldozer yang menghancurkan 3.000 tanaman singkong dan 47 batang pisang siap panen miliknya tanpa koordinasi.

“Kadang sakit di sini,” ucapnya sambil menunjuk bagian mata kaki yang tertekan oleh gelang tersebut kepada Kanalkalimantan.com, beberapa waktu lalu.

Saban hari Senin, termasuk 23 September 2024 lalu, sejak kasusnya dinyatakan P21 dia wajib lapor di Kejaksaan Negeri (Kejari) Banjar. Dengan begitu dia harus menempuh perjalanan sekitar 136 kilometer pulang-pergi dari rumahnya di Desa Rantau Bakula, Kecamatan Sungai Pinang, Kabupaten Banjar.

Baca juga: Nestapa Batubara di Konsesi PT Merge Mining Industri

Noor Jannah, pengacara Sumardi menjelaskan, berdasarkan laporan polisi yang diterimanya, kejadian itu terjadi 29 April 2024, sekitar pukul 08.30 Wita.

Waktu itu, pelapor yang sedang mengarahkan operator excavator untuk kegiatan land clearing lahan tambang batu bara, mendapati Sumardi yang tersulut emosi melihat tanaman singkongnya habis disapu alat berat.

Dengan amarah yang berapi-api, Sumardi mengumpat, meminta ganti rugi atas kebun singkongnya. Dia menggenggam kerah baju pelapor dengan tangan kirinya, sementara tangan kanannya memegang parang.

Pelapor, meminta Sumardi untuk tenang dan menyampaikan masalah tersebut akan dibahas dengan pimpinan perusahaan. Lalu, Sumardi pun pulang ke rumah.

Dalam beberapa pekan ini, kliennya masih diberi penangguhan oleh Kejari Banjar, karena si petani memang divonis dokter dengan berbagai penyakit. Namun, dia juga khawatir dengan kesehatan Sumardi yang kian mengalami penurunan.

“Beliau ini menderita komplikasi, maag parah, dan jantung, sehingga perlu istirahat yang teratur,” kata Noor Jannah yang biasa dipanggil dengan inisial JJ ini.

Lanjut JJ, Rabu (25/9/2024) besok, Sumardi harus menjalani sidang perdananya di PN Martapura. Langkah ini setelah sebelumnya upaya perdamaian dengan pihak perusahaan dengan bersurat yang dikirimkan kejaksaan Negeri Kabupaten Banjar, tidak membuahkan hasil.

Dugaan konflik agraria di Desa Rantau Bakula, Kecamatan Sungai Pinang, Kabupaten Banjar, adalah contoh perselisihan antara individu atau kelompok masyarakat terkait penguasaan, penggunaan, dan pengelolaan sumber daya alam. Konflik semacam ini sering melibatkan berbagai pihak, termasuk petani, perusahaan, pemerintah, dan komunitas lokal.

Dwi Putra Kurniawan, Ketua Serikat Petani Indonesia (SPI) Provinsi Kalimantan Selatan, mengatakan, kasus diskriminasi terhadap petani, keluarga petani, dan lahan pertanian masih banyak terjadi di Kalsel. Kondisi ini sering membuat petani dan keluarganya menjadi korban hukum, terutama ketika melibatkan korporasi industri ekstraktif, seperti pertambangan dan perkebunan monokultur.

Minimnya pengetahuan hukum di kalangan petani dan kurangnya perhatian pemerintah dalam beberapa kasus yang melibatkan petani, baik sebagai subjek hukum maupun lahan pertanian sebagai objek hukum, membuat hak-hak petani rentan terabaikan.

Terkait kasus kriminalisasi terhadap petani yang mempertahankan lahan pertaniannya, Dwi menyarankan agar aparat penegak hukum merujuk pada UU RI No. 41 Tahun 2009 tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan serta UU RI No. 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.

Dwi meminta agar Polri hadir mewakili penegakan hukum yang berlaku di negara ini. Menurutnya, aparat harus mempelajari UU Pertanian agar memahami hak-hak petani dan keluarganya, bukan hanya melakukan pemeriksaan tanpa mendalami sebab-akibat terlebih dahulu.

“Kami SPI Kalsel mengecam apapun perbuatan yang dilakukan baik oleh perusahaan tambang sehingga ruang hidup petani terganggu,” tegasnya.

Kasus kriminalisasi petani di area konsesi pertambangan yang terjadi di Desa Rantau Bakula menjadi catatan kelam pada peringatan Hari Tani Nasional, 24 September 2024. Begitu disampaikan oleh Direktur Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono.

“Saya tentu meminta petani itu dibebaskan tanpa syarat,” harapnya.

Kis mengingatkan bahwa kasus petani yang mengolah lahan untuk pangan harus menjadi perhatian serius, terutama saat dikenakan tuduhan oleh kepolisian, kejaksaan, hingga hakim dalam persidangan.

“Kita ini makan pangan produk petani kah atau makan pangan produk batubara?” sindir dia.

Dengan slogan “Petani Penolong Negeri, Petani Berdaulat, Negara Kuat”, Kis menekankan tiga poin penting pada peringatan Hari Tani Nasional.

Pertama, selamatkan lahan produktif untuk petani dan pertanian. Kedua, hentikan penerbitan izin baru bagi industri ekstraktif, seperti tambang dan perkebunan monokultur skala besar. Ketiga, bebaskan tanpa syarat para petani yang dikriminalisasi dan sedang menjalani proses hukum. (Kanalkalimantan.com/rdy)

Reporter: rdy
Editor: shella


iklan

Komentar

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->