Kesehatan
Dr Dharma: Puluhan Pasien Jiwa Ditelantarkan Keluarganya!
PENYAKIT yang menyerang kejiwaan atau psikis seseorang memang sulit dipahami. Tak seperti penyakit pada jasmani, gejala gangguan jiwa tidak mudah dikenali. Namun demikian, bukan berarti mustahil untuk dicek secara mendalam.
Gangguan jiwa identik dengan kegilaan biasa digambarkan sebagai kondisi yang terlihat jelas. Seperti  orang yang berpakaian compang-camping dan bicara sendirian di pinggir jalan. Padahal, tidak pernah ada batas yang jelas antara kegilaan dan kewarasan. Gangguan ini bisa menyerang siapa saja, tanpa melihat status sosial, jenis kelamin, atau usia.
Kenyataannya, potensi jumlah penyandang gangguan jiwa berat di Kalimantan Selatan (Kalsel) masih cukup tinggi. Jika merujuk pada data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdes) 2013 yang menyebutkan prevalensi gangguan jiwa penduduk Indonesia mencapai 1,7/per mil, maka bila penduduk Kalsel mencapai 4 juta orang, potensi penderita gangguan jiwa berat telah mencapai 6.000-8.000 orang.
Jumlah tersebut, tentu saja harus terus diantisipasi oleh seluruh pihak terkait. Sehingga pengobatan bisa dilakukan dengan maksimal dan tepat sasaran. Tapi sayang, kesadaran masyarakat atau keluarga untuk membawa anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa masih sangat minim, karena berbagai faktor antara lain karena malu.
Dalam kondisi ini, Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Sambang Lihum menjadi ujung tombak dalam pelayanan maupun penanganan terkait seseorang dengan masalah kejiwaan. Berbagai tantangan dan kendala tentu dihadapi, baik berkaitan dengan pasien, keluarga pasien, hingga masalah budaya.
Berbagai problem tersebut diamini oleh Direktur RSJ Sambang Lihum dr IBG Dharma Putra, MKM. Apa saja tantangan yang dihadapi dalam penanganan masalah gangguan kejiwaan ini, reporter Kanalkalimantan.com, Devi Farah, mewawancarai pria kelahiran Banjar Tengah, Negara, Kabupaten Jembrana, Bali, pada 1 Maret 1961 ini. Dari mulai gejala kejiwaaan, terapi, hingga aspek budaya masyarakat. Berikut obrolan dengan dokter yang juga seorang penyair dengan sejumlah ontologi puisi tersebut yang dilakukan beberapa waktu lalu:
Ada stigma gangguan jiwa disebabkan sifat seseorang yang lemah atau keras kepala. Menurut Anda?
Banyak orang mencari pembenaran atas gangguan yang dialami dengan menyalahkan masa kecil yang tidak bahagia atau keimanan seseorang yang lemah. Pada kenyataannya, setiap Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) memiliki lebih dari satu faktor risiko penyebab. Gangguan jiwa tidak bisa disebabkan oleh satu hal saja, melainkan beberapa faktor misalnya genetik, lingkungan, gaya hidup, cedera kepala, dan kecacatan saat lahir.
Salah satu mitos gangguan jiwa yang berbahaya adalah penderitanya hanya mendramatisir keadaan saja. Perlu diketahui, gangguan jiwa adalah kondisi serius di mana penderitanya tidak bisa sepenuhnya mengendalikan perasaan, pikiran, dan perbuatannya.
Lalu, bagaimana cara penanganannya?
ODGJ tidak bisa membaik sendiri. Mereka membutuhkan dukungan dari keluarga, tenaga kesehatan, pemerintah, dan komunitas sosialnya. Pada kebanyakan kasus, justru sebagian masyarakat lah yang meremehkan kasus-kasus gangguan kejiwaan.
Ada banyak cara digunakan untuk proses penyembuhan. Termasuk dengan terapi keagamaan, karena dengan mengenang masa kecil seseorang seperti mengaji kala masa TK (Taman Kanak-kanak), bisa memancing memori mereka secara perlahan. Kita ingatkan kembali mereka pada masa itu dengan harapan secara perlahan kepribadian mereka akan kembali. Mereka diajak untuk mengaji dan berpuasa juga.
Ada pandangan masyarakat enggan merawat karena mereka rentan mengamuk dan melakukan kekerasan?
Sebenarnyam ODGJ memiliki kecenderungan melakukan tindak kekerasan yang sama dengan orang-orang pada umumnya. Tidak lebih tinggi. Menurut sejumlah riset, hanya 3-5% dari pelaku tindak kekerasan yang menderita gangguan jiwa tertentu. Penelitian justru membuktikan bahwa ODGJ sepuluh kali lebih sering jadi korban kekerasan daripada jadi pelaku. Bahkan Di beberapa wilayah di Indonesia, ODGJ diasingkan, dilecehkan, bahkan hingga dipasung.
ODGJ hanya akan bunuh diri ketika segala cara untuk menyelesaikan masalah dan mendapatkan bantuan sebelumnya sudah gagal. Dalam keadaan waras sepenuhnya, tidak ada orang yang akan mencoba bunuh diri. Keinginan bunuh diri atau obsesi terhadap kematian merupakan gejala serius gangguan jiwa yang harus segera ditangani.
Menurut dokter, sejak kapan gejala gangguan kejiwaan rentan muncul?
Setengah jenis gejala gangguan kejiwaan muncul pada usia di bawah 14 tahun. Tiga perempat jenis gangguan jiwa muncul pada usia di bawah 24 tahun. Gangguan bipolar, gangguan obsesif-kompulsif (OCD), gangguan makan, serta skizofrenia mungkin saja dialami oleh balita, anak, dan remaja, bukan hanya orang dewasa.
Bagaimana dengan kepedulian masyarakat sendiri?
Sayangnya, kesadaran masyarakat atau keluarga untuk membawa anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa masih sangat minim, karena berbagai faktor antara lain karena malu dan lainnya.
Dari jumlah tersebut, berapa yang siap dirumahkan kembali?
Banyak, tapi mereka kenyataannya masih harus tetap tinggal di sini.
Lho, kenapa?
Tahun 2016 saja, pihak RSJ Sambang Lihum memiliki ratusan pasien yang tidak bisa dikembalikan kepada keluarga masing-masing dengan alasan mereka tidak menginginkan keluarga “gila”. Memang ada banyak alasan masuk akal yang saya dengarkan dari keluarga pasien. Selain tidak ada wali pasien, juga ternyata keluarga yang ada tidak mampu jika merawat pasien. Karena pasien yang dinyatakan pulih bisa masuk dalam tiga tipe. Yakni pulih seutuhnya, pulih dengan kambuh, dan pulih yang perlu pengawasan.
Saat ini ada puluhan pasien di RSJ tidak mendapatkan perhatian dan ditelantarkan keluarganya. Padahal mereka sudah tidak perlu dirawat lagi. Puluhan pasien itu semula didatangkan dari berbagai daerah dan instansi. Ada juga dari Dinas Sosial dan yang diantar langsung keluarganya.
Apakah ini menjadi beban bagi RSJ, terutama soal anggaran?
Oh ya, tentu saja! Untuk biaya pasien yang terlantar oleh keluarganya ini cukup besar. Dimana hari-hari untuk makan minumnya sebesar Rp 66.000. Itu belum termasuk pakaian dan kebutuhan lainnya. Kalau wanita itu perlu bedak dan make up, semuanya masih kita tanggung.
Selama Ramadhan ini, bagaimana pelayanan di RSJ?
Staf RSJ Sambang Lihum tetap melayani pada jam kerja bias. Termasuk apel pagi tetap dijalankan seperti waktu sebelumnya. Meski berpuasa, kami tetap maksimal berusaha melayani setiap pasien karena mereka perlu mendapatkan hasil maksimal. Baik itu dalam hal makanan, kebersihan diri dan kebersihan lingkungan sangat penting dalam kesehatan pasien.
Mereka itu secara fisik tidak sakit, namun karena jiwa mereka yang sakit jadi mereka tidak akan peduli dengan kebersihan diri, kebersihan lingkungan. Jadi kami terus menjaga agar lingkungan dan diri mereka tetap bersih, ini salah satu proses pemulihan mereka juga. (devi)
Editor : Cell
-
Kota Banjarbaru2 hari yang lalu
Diduga Sakit, Jasad Satpam Didapati Tak Bernyawa di Depan Bapelkes
-
HEADLINE2 hari yang lalu
Makan Bergizi Gratis Dimulai 6 Januari 2025, Menu Tergantung Wilayah
-
Kota Banjarbaru3 hari yang lalu
Galian C Tak Berizin di Banjarbaru, Polisi Tangkap Operator Eksavator
-
HEADLINE1 hari yang lalu
Api Dini Hari di Pelambuan, 75 Jiwa Kehilangan Tempat Tinggal
-
Kriminal Banjarmasin2 hari yang lalu
Kakak Adik Edar Narkoba, 99 Gram Sabu dan Ekstasi Disita
-
HEADLINE1 hari yang lalu
Rumah Tinggal Arang, 13 Karung Padi Nenek Asniah Ikut Ludes