Budaya
Eksotisme Riam Paka dan Aruh Adat Dayak Pitap Desa Kambiyain Balangan
KANALKALIMANTAN.COM, PARINGIN – Nama Riam Paka menjadi cukup menantang ketika didengar oleh telinga sekawanan jurnalis saat menjelajah Desa Kambiyain Kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan pada akhir Desember 2023 lalu.
Bicara pariwisata, Kabupaten Balangan memiliki segudang potensi wisata baik berupa wisata alam hingga wisata budaya, salah satunya air terjun.
Namun, media trip kali ini membawa dari lima hingga tujuh sekawanan jurnalis Kalimantan Selatan menjelajah desa yang memiliki air terjun di bentangan kawasan Pegunungan Meratus ini.
Kambiyain merupakan salah satu desa yang dihuni masyarakat Adat Dayak Pitap di Pegunungan Meratus yang memiliki bentang sepanjang 600 kilometer dengan luas mencapai 9.113,48 kilometer persegi.
Baca juga: Sungai-Sungai di Banjarbaru Tercemar, Limbah Domestik Rumah Tangga Jadi Masalah Utama
Masyarakat Dayak Pitap mengatakan, Riam Paka adalah satu-satunya wisata alam yang dinilai memiliki potensi besar di wilayah mereka. Riam Paka adalah air terjun yang tersembunyi di tengah hutan dan gunung.
Selain pemandangan alam yang indah, masih asri dan sejuk, Desa Kambiyain di Kecamatan Tebing Tinggi ini juga memiliki potensi wisata alam berupa air terjun.
Air terjun yang oleh warga sekitar dikenal memiliki ketinggian sekitar 15 meter ini, uniknya memiliki riam atau aliran air terjun sebanyak tiga tingkat. Air terjun ini menawarakan keindahan alam berupa bebatuan dan juga airnya yang jernih.
Itu bagian dari cerita Mawar (14), warga asli Kambiyain sekaligus anak dari Kepala Desa Kambiyain yang bercerita kepada Kanalkalimantan, Minggu (24/12/2023) lalu.
Baca juga: GOR Selesai Dibangun, Pemprov Kalsel Lanjutkan Bangun Fasilitas Sarana dan Prasarana
Anak perempuan yang pagi itu sedang membantu ibunya memasak di dapur sambil bercerita bahwa dirinya sudah tiga kali menjajakkan kaki bersama teman sebayanya di air terjun Riam Paka itu.
“Pernah tiga kali, sampai ke atas Riam Paka lumayan jauh perjalanannya jika dihitung perjalanan dari balai desa itu kira-kira lebih dari sejam, jalurnya naik dan turun gunung,” ujar Mawar dalam perbincangan singkat di pagi hari.
Potensi wisata Air Terjun Riam Paka tersebut saat ini tergolong masih belum banyak terekpose, mengingat sebelumnya akses jalan ke dari dusun ke atas gunung tersebut cukup sulit dijangkau dengan kendaraan bermotor.
“Ke sananya lagi harus berjalan kaki naik ke atas, riamnya ada tingkat tiga dan itu alami sudah sedari awal terbentuk sendiri, kada kawa meulah-ulah kami,” ujar sang ibu ikut menimpali perbincangan dengan Mawar.
Untuk menuju kesana, Mawar mengatakan masyarakat biasanya menggunakan sepeda motor saat memasuki dusun, kemudian dilanjutkan dengan berjalan kaki menuju atas gunung.
Baca juga: Pemko Banjarbaru Terima LHP Kepatuhan Anggaran dari BPK RI
Tentu sepanjang jalan akan disuguhi pemandangan alam yang masih asri, perkebunan masyarakat asli pegunungan, dan beberapa kali akan menyebarangi sungai dari aliran Riam Paka tersebut.
Karena keindahan alamnya, Riam Paka saat ini sudah mulai dikunjungi oleh wisatawan yang tidak hanya datang dari lokal Kabupaten Balangan tapi juga mereka yang datang dari kabupaten kota lain.
“Bisa dibilang wisata karena selalu dipenuhi masyarakat yang tertarik berkunjung, meski belum dikelola secara resmi tapi sejumlah warga banyak yang mengunjungi air terjun Riam Paka,” ungkap Mawar.
Cerita itu masih belum lengkap menggambarkan keindahan wisata alam Riam Paka tersebut.
Baca juga: Dituntut 5 Tahun Penjara, Terdakwa Korupsi Program DPKUP Disnakeswan HSS Menangis Minta Keringanan
Karena jarak yang jauh serta kurangnya waktu membuat kami tidak bisa menapaki air terjun itu, penulis pun mencoba menggali lebih dalam melalui cerita Kadidi, warga yang juga masuk dalam kelompok Hindu di Desa Kambiyain
Pengalaman menyenangkan diceritakan Didi -sapaan akrabnya- saat menempuh jarak total keseluruhan dua kilometer untuk bisa sampai ke air terjun itu.
“Menurut saya itu termasuk wisata yang berpotensi karena pertama air terjunnya tidak terlalu tinggi dan di bawahnya terbentuk sebuah kolam untuk mandi alami dari alam itu sendiri,” ucap Didi berbagi kisah.
Jerih keringatan saat di perjalanan pun, sambung dia akan terbayarkan ketika kita sudah sampai menapaki bebatuan area air terjun itu.
“Duduk di pinggir saja itu anginnya bukan main kencangnya ditambah hembusan air terjun itu. Bila ke sana saya biasanya membawa bekal mie instan, atau minuman perasa, kalau sampai ke sana tinggal tambahkan air di sana bisa langsung minum, mirip minuman es,” ungkap dia.
Baca juga: Rotasi 5 Jabatan Strategis di Polda Kalsel, Kabid Humas hingga Kapolres HSU Berganti
Lingkungan sekitar air terjun, sambung dia, banyak ditanamani pohon bambu. Masyarakat yang datang kerap memanfaatkan kesegaran sari tanaman itu hanya dengan mencapurkan dengan air aliran itu saja
“Pohon-pohon bambu itu bisa kita potong kita bersihkan di dalamnya lalu sarinya diaduk dengan air aliran di sana,” sebut dia.
“Berbeda dengan sungai di bawah bagian permukiman ini yang sudah mulai tercemar, kalau di atas sana air terjun itu asli itu sumber mata airnya bisa langsung diminum,” sambung dia.
Sebagai salah satu masyarakat adat yang berpengaruh, ia mengakui saat ini sulit untuk serius mengelola Riam Paka menjadi objek wisata.
“Kita berpikir kalau banyak masyarakat datang ke wisata itu lalu bagaimana persiapannya termasuk kepengurusannya dan aturan apa yang harus diberlakukan sementara kami belum siap itu,” tuntas Didi.
Baca juga: Komitmen Majukan UMKM, Wali Kota Aditya Raih Anugerah PWI 2024
Mengingat potensi wisata itu sampai saat ini masih harus dijaga kelestariannya juga, maka hendaknya masyarakat sebelum mengunjungi wisata itu dalat melapor kepada perangkat desa setempat.
Dengan melapor, warga setempat dapat memberikan fasilitas berupa tour guide yang akan menuntut masyarakat untuk sampai ke puncak air terjun itu.
Begitu pun dengan kawasan sungai tidak boleh sembarangan mengambil ikan di sana apalagi sampai tahap peracunan, semua bisa dikenakan sanksi.
Kawasan sungai hanya bisa dimiliki oleh orang kampung sendiri. Cara pengambilan ikan yang diperbolehkan seperti memancing, mangatik (memanah ikan di dalam air), malunta (menjala), maringgi (memasang jala melintang sungai).
Sementara yang tidak diperbolehkan adalah menyetrum, meracun, dan mengambil ikan saat pamali atau biasanya setelah aruh adat.
Baca juga: Polresta Banjarmasin Siapkan 450 Ranmor Mobilisasi Pengamanan Pemilu 2024
Aruh Adat atau Pesta Adat juga masuk dalam salah satu wisata budaya yang memiliki potensi besar di Desa Kambiyain. Rangkaian ritual aruh terdiri atas beberapa tahapan sebagai bentuk penghormatan kepada padi dan rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa.
Aruh adat biasa dilakukan masyarakat adat sejak mulai proses menanam padi, panen hingga usai panen.
Mengiringi aruh adat ini, pada saat menugal sebelumnya dilakukan upacara adat yang disebut pamataan, yaitu penugalan wadah sesaji tanam benih.
Dalam upacara pamataan ini diberikan sesaji berupa bubur habang/merah, bubur putih, wajik, lemang, cengkaruk, pais, telur, beras bergantung, piring sanda, 2 buah sarung, beras ketan, beras yang ditaruh di besi.
Dalam pamataan tersebut dibuat lima lubang dari gambar telapak tangan. Lubang pada bagian tengah adalah raja dan ratu yang berisi dua biji, yang diberikan pesan-pesan dan memohon doa dulu pada Yang Kuasa.
Baca juga: Batas Akhir 8 Januari Bangunan Liar di Trikora Harus Dibongkar
Kemudian lubang kedua berisi tiga biji, fungsinya sebagai pembantu raja bila sakit. Lubang ketiga ada empat biji, fungsinya sebagai pembantu kedua dan lubang keempat berisi lima biji, fungsinya untuk membantu lubang keempat.
Setelah semua lubang terisi ditutup dengan tanah dan ditutupi piring kemudian dibacakan mantra.
Adapun maksud dari pembuatan kelima lubang tersebut adalah sebagai panutan bagi padi-padi lain yang ditanam di ladang tersebut. Setelah upacara pamataan selesai maka ladang dapat ditanami.
Selain tanaman padi ada beberapa jenis tanaman yang harus di tanam diladang bersamaan dengan penanaman padi, yaitu halunjung, kambat balik, kayu tulak, raja babangun, kancur, bawang pucai, bawang ganda rasa, tabu salah, tabu surung, kambang habang, kambang kuning, kambang babau, jalai, jantan, jariangau.
Tanaman ini wajib ditanam di ladang bersamaan dengan penanaman padi karena tanaman ini akan digunakan untuk sesaji aruh adat pada saat panen.
Yang ditunggu-tunggu pun akhirnya tiba, yaitu sindat atau panen yang dilakukan pada pertengahan bulan 5 sampai dengan bulan 6.
Baca juga: UPDATE. Korban Tabrakan KA Turangga-KA Bandung Raya: 4 Kru Meninggal Dunia
Pekerjaan ini dilakukan perempuan dan laki-laki dan dilakukan secara gotong royong (ba’arian). Pada saat setengah selesai panen dilakukan aruh bamula (syukuran).
Hasil dari setengah panen ini ada yang disimpan untuk dimakan dan untuk benih. Setelah aruh baru diselesaikan panen padi yang tersisa dilahan.
Aruh Pisit Padi menjadi upacara penutup dari siklus menugal masyarakat adat Dayak Pitap. Upacara ini ditandai dengan penyimpanan hasil panen ke dalam lumbung yang terbuat dari kayu. Aruh Pisit Padi biasanya dilaksanakan di Balai Adat.
Sebagai referensi, jika menarik lebih luas di lokasi kawasan Dayak Pitap, Kecamatan Tebing Tinggi, wisatawan dapat mengeksplor destinasi air terjun lain sepetti Riam Bainggi, Riam Jelitik, Riam Bahiung, dan Riam Balingkai.
Pun dengan mawasan hutannya yang asri, wisatawan dapat mengunjungi Lembah Nanai yang mempertontonkan pesona alam indah dengan aneka panoramanya. Ada wisata air panas, wisata banyu merah dan bamboo rafting.ti
Sementara, jika ingin menikmati arus sungai yang deras dan jernih juga dengan bebatuan dari pegunungan Meratus maka wajib mengunjungi Sungai Maranting, letaknya berada di samping Gunung Hantanung. Dua kawasan destinasi ini tak pernah terpisahkan keindahannya.
Baca juga: Tim Basarnas Evakuasi Korban Tabrakan KA Turangga dengan KA Bandung Raya
Terakhir adalah Gunung Hauk. Termasuk gunung tertinggi di Kabupateen Balangan (1.325 Mdpl) serta menjadi tempat pendakian terfavorit bagi wisatawan.
Gunung Hauk terletak di Desa Ajung, Kecamatan Tebing Tinggi. Gunung ini sempat dianggap tertinggi kedua setelah Gunung Halau-halau (1.901 Mdpl), setelah Gunung Periuk (1.430 Mdpl) resmi dibuka di kawasan dusun Pantai Mangkiling, Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST). (Kanalkalimantan.com/wanda)
Reporter : wanda
Editor : bie
-
HEADLINE2 hari yang lalu
Mangkir dari Panggilan Pemeriksaan, KPK Minta Paman Birin Kooperatif
-
HEADLINE2 hari yang lalu
UIN Antasari Banjarmasin Resmi Terakreditasi A
-
Kabupaten Banjar2 hari yang lalu
Lindungi Konsumen, Pelaku Usaha dan Masyarakat, DKUMPP Banjar Sosialisasikan Metrologi Lokal
-
Kota Banjarbaru2 hari yang lalu
Pj Wali Kota Sorong Pelajari MPP Banjarbaru
-
HEADLINE2 hari yang lalu
CEK FAKTA: Pernyataan Rahmadian Noor soal Terlambatnya Sebaran Pupuk dan Kontribusi Batola 20% terhadap Produksi Beras di Kalsel
-
Kota Banjarbaru3 hari yang lalu
Daurah ASN Muslimah Pemko Banjarbaru, Ini Kata Pjs Wali Kota Nurliani