MEDIA
Gelar Aksi di Pengadilan Tinggi, Solidaritas Jurnalis-Aktivis Tuntut Pembebasan Diananta!
KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU – Para aktivis dan jurnalis terus menggelar aksi solidaritas untuk Diananta Putera Sumedi, jurnalis yang dijerat dengan UU ITE atas berita yang ditulis terkait konflik lahan masyarakat adat versus perusahaan. Aksi kali ini digelar di depan gedung Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan di Jalan Palam, Cempaka, Banjarbaru, untuk menandai pembacaan putusan sela oleh Majelis Hakim PN Kotabaru pada Rabu (24/6/2020).
“Nanta tidak sendiri,” tegas jurnalis Muhammad Reza Pahlipi, dari Koalisi untuk Masyarakat Adat dan Kebebasan Pers.
Massa yang terdiri dari para jurnalis dari Banjarmasin dan Banjarbaru itu juga membentangkan spanduk yang bertuliskan ‘Bebaskan Diananta.’ Ada juga poster dengan kata-kata ‘Jurnalisme BUKAN Kejahatan, Jurnalis BUKAN Penjahat’, dan poster-poster hal konflik lahan yang selalu melibatkan masyarakat adat lawan perusahaan.
“Dan kami tidak diam melihat ketidakadilan yang dialami Nanta,” tandas Reza lagi di depan aparat Kejaksaan Tinggi dan kepolisian yang mengawal aksi.
Koalisi untuk Masyarakat Adat dan Kebebasan Pers mengingatkan Majelis Hakim PN Kotabaru yang menyidangkan Nanta bahwa yang terjadi adalah kasus pers, bukan kasus pidana. “Sebagai kasus pers, persoalan ini sudah selesai di Dewan Pers karena keberatan Sukirman sudah diberi hak jawab, media kumparan.com/banjarhits telah meminta maaf, dan beritanya dihapus,” papar Reza. Hak tersebut sesuai aturan di dalam UU Pers Nomor 40/1999.
Karena itu massa mempertanyakan kenapa hal ini terus dipermasalahkan hingga menjadi kasus dan Nanta dijerat dengan UU ITE, undang-undang yang niatan awalnya untuk menghukum para penjahat yang menggunakan media elektronik untuk menipu dan berbagai kejahatan lainnya.
Sukirman adalah orang yang melaporkan Nanta ke Polda Kalsel sebab tidak berkenan dengan pemberitaan yang ditulis Nanta di laman kumparan.com/banjarhits dengan judul ‘Tanah Dirampas Jhonlin, Dayak Mengadu ke Polda Kalsel’.
Jawaban Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas eksepsi Penasihat Hukum Nanta Bujino A Salam bahwa media tempat Nanta menuliskan beritanya yaitu Banjarhits.id tidak berbadan hukum sehingga tidak dilindungi oleh UU Pers, Reza mengingatkan bahwa berita yang disoal terbit saat Banjarhits masih bagian dari kumparan.com, organisasi media yang berbadan hukum yang sah.
“Bahkan Dewan Pers pun mengingatkan kumparan untuk memperbaiki perjanjiannya dengan media-media lokal seperti Banjarhits di dalam program 1001 Startup Media yang digelarnya,” ungkap Reza mengutip Penilaian, Pendapat, dan Rekomendasi (PPR) Dewan Pers untuk masalah ini.
“Jadi tidak ada alasan menyidang Nanta. Sekali lagi, masalahnya sudah selesai di Dewan Pers,” tandas Reza. “Maka Nanta harus dibebaskan tanpa syarat,” ujarnya lagi.
Massa juga menyebut UU ITE yang menjerat Nanta sebagai musuh kebebasan pers. Padahal pers yang bebas diperlukan untuk mengontrol para pihak dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga terbentuklah peradaban yang tinggi.
“Kami ingatkan, bahwa yang diungkap Bung Nanta itu konflik lahan, ada potensi pelanggaran hukum yang nyata dalam peristiwa penggusuran lahan yang ditulisnya, bahkan juga pelanggaran Hak Asasi Manusia, tapi apa polisi sudah mengusut ini?”
Karena itu Reza pun mengajak masyarakat, jurnalis, akademisi, dan aktivis untuk mengawal kebebasan pers dan mendorong penyelesaian persoalan agraria di Kalsel dan di mana pun di Indonesia. (Kanalkalimantan.com/cel)
Editor : Cell
-
Kalimantan Selatan2 hari yang lalu
DPRD Kalsel Usulkan Pengangkatan Muhidin Jadi Gubernur
-
HEADLINE3 hari yang lalu
KPK Gali Keterangan Empat Saksi Terkait Aliran Uang ke Sahbirin Noor
-
Kota Banjarbaru2 hari yang lalu
Pjs Wali Kota Banjarbaru Serahkan SK Kenaikan Pangkat PNS
-
Kota Banjarbaru1 hari yang lalu
Pemegang Kursi DPRD Banjarbaru Terima Bantuan Keuangan Parpol, Satu Suara Dihargai Rp14 Ribu
-
Hukum2 hari yang lalu
KPK Panggil Sahbirin Noor Sebagai Saksi Hari Ini
-
pilkada 20242 hari yang lalu
Kenakan Jaket Putih, H Saidi Mansyur dan H Said Idrus Jalani Debat Publik Kedua