Connect with us

HEADLINE

Goa Ali dan Bendungan Batang Alai, Sumber Air Warga Meratus yang Terancam Tambang

Diterbitkan

pada

Penjelajahan Goa Ali di Desa Nateh

BARABAI, Keharmonisan alam di pegunungan Meratus akan rusak jika diberikan jalan bagi tambang untuk bercokol di sana. Termasuk keberadaan Goa Ali dan Bendungan Batang Alai, yang selama ini menjadi sumber mata air bagi warga yang hidup di kaki Meratus.

Jurnalis Kanalkalimantan.com, Mario Christian Sumampow sempat menjelajahi Goa Ali yang berlokasi di Gunung Pesilangan. Diantar Abah Natih–tokoh Desa Nateh, Walhi Kalsel dan rombongan jurnalis memasuki goa yang menjadi aset kehidupan warga. Begitu memasuki kawasan Goa Ali, peluh dan keringat yang mengucur setlah perjalanan pun tiba-tiba lenyap.

Hal ini karena jauh dari dalam goa mengalir angin yang begitu sejuk. Angin ini ada karena di dalam Goa Ali terdapat sebuah aliran sungai. Bahkan sungai ini biasa digunakan warga Desa Nateh untuk manyundak (memanah ikan).

Goa Ali hanya satu di antara banyaknya goa-goa di pegunungan yang mengelilingi Nateh. Dari goa yang harus dilalui dengan merangkak, goa yang melintas di bawah aliran sungai, hingga goa yang kabarnya menurut warga dijaga oleh ular besar pun ada. Ditemani Abah Natih, kami berkesepatan untuk sedikit masuk ke dalam Goa Ali yang menyimpan banyak kandungan karst.

Menggunakan kendaraan roda dua yang dipinjam Abah Natih dari warga, kami pun berangkat. Setengah jam lebih melalui jalan setapak yang dipagari pepohonan hingga akhirnya terlihatlah mulut Goa Ali yang terbuka lebar seakan siap menelan siapa saja yang memasukinya.

Goa ini dinamai Goa Ali sebab dulunya tidak jauh dari goa ada kediaman seorang warga yang namanya adalah Ali. Jika ditelusuri lebih dalam, goa ini akan berada di sisi lain dari Gunung Pesulingan. Namun tentu untuk itu menjelajahinya lebih dalam perlu persiapan yang sangat matang dan memakan waktu seharian penuh. “Ada banyak titik masuk gua. Lebih 50 titik,” ungkap Abah Natih.

Sungai Batang Ali

Kami pun hanya menelusuri beberapa ratus meter ke dalam. Baru saja beberapa puluh langka, kami harus dipaksa menanjak naik. Tanjakan di dalam gua begitu terjal dan berbahaya. Bebatuan tajam menghiasi gua yang banyak dihuni oleh kelelawar dan walet. Puas menelusuri gelapnya gua Ali yang sejuk, Abah Natih pun mengajak kami ke sisi Goa Ali yang memakan waktu seharian jika harus ditempuh dari dalam.

Kembali menaiki motor, kami sampai di sisi lainnya. Berbeda dari gua sebelumnya yang jalan menuju mulut goanya diapit oleh pepohonan tinggi, sisi Goa Ali yang satu ini menampilkan ladang yang luas. Di satu sudut terlihat pondok warga yang biasa digunakan untuk bersitirahat usai berladang. Pun terlihat juga seorang warga Nateh tengah memanen Paku Sayur yang tumbuh liar di alam. Hal lain yang berbeda dari sisi Goa Ali sebelumnya, untuk mencapai mulut goa kali ini lebih memakan tenaga akibat keterjalan medan. Mulut goa kali ini juga bersuhu panas.

Bendungan Batang Alai

Abah Natih menerangkan bahwa gua-gua ini akan hancur-lebur jika benar izin pertambangan diberikan dan aktivitas penambangan dilakukan. Lahan-lahan untuk warga berkebun pun akan lenyap dengan segera. “Kalau ditambang, hilang mata pencaharian. Aliran air buat kebun keruh, ikan tidak ada,” jelas Abah Natih ketika masing-masing kami dalam diam memperhatikan sudut demi sudut Goa Ali.

Ya air. Air juga merupakan unsur yang vital jika penambangan tetap dilakukan. Melalui SK Menteri ESDM no. 441.K/30/DJB/2017 yang ditandatangani Dirjen Minerba, pemerintah memberikan izin operasi produksi tambang batubara kepada PT. MCM di Blok Batutangga HST dan blok Upau (Tabalong & Balangan) seluas 5.908 hektar. Di HST, izin seluas 1.955 hektar ini berada di kecamatan Batang Alai Timur, tepatnya di atas Sungai Batang Alai. Bagian hulu sungai Batang Alai berada di Pegunungan Meratus dan hilirnya berada di Kota Barabai.

Di sungai ini terdapat bendungan Batang Alai. Bendungan Batang Alai berada di hilir lokasi tambang PT MCM. Hanyar berjarak 2,9 Km. Bendungan ini mengairi daerah irigasi Batang Alai seluas 8.000 hektar yang dimafaatkan untuk irigasi pertanian, perikanan, dan sumber air minum.

Gua Ali yang memiliki puluhan pintu masuk

Satu harapan Abah Nateh. Meski terdapat banyak perbedaan dengan warga Dayak Meratus di Kiyu dari adat hingga kepercayan, tapi kecintaan yang besar atas tempat hidup yang alam berikan kepada mereka tidak bisa dikalahkan oleh apapun bahkan uang sekalipun. Jika kelak izin tambang diberikan, Abah Nateh pun senada dengan apa yang Julak Maribut katakan. Mereka akan terus berjuang hingga titik darah penghabisan.

Usai menjelajah, kami kembali ke rumah Abah Natih. Mengisi tenaga kembali sembari memakan paku sayur yang tadi baru saja dipanen oleh salah seorang warga. Sore itu, kami pun berpamitan. Kami harus meninggalkan suasana pedesaan yang tenang dan jauh dari jaringan seluler ini. Seperti biasa, kurang lengkap jika kami beranjak tanpa kembali menceburkan diri ke sungai.

Sungai Batang Alai yang melalui desa Nateh ini lebih luas dibandingkan di Kiyu. Pun sembari berendam di sejuknya air pegunungan, mata kami dimanjakan oleh lanskap Pegunungan Meratus layaknya raksasa yang memeluk dan menjaga Desa Nateh dalam dekapannya.(mario)

Reporter : Mario
Editor : Chell

 


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->