Kisah Sufi
Hasan al-Bashri, Rembesan Air Kencing, dan Tetangga Nasrani
Dalam Kitâb al-Imtâ’ wa al-Mu’ânasah, Imam Abu Hayyan al-Tauhidi mencatat sebuah kisah tentang akhlak mulia yang ditunjukkan Imam Hasan al-Bashri terhadap tetangganya yang beragama Nasrani. Berikut kisahnya:
كانللØÂسنجارٌ نصرانيّ، وكانله كني٠عليالسّطْØÂØŒ وقد نقب ذلك ÙÂيبيته، وكانيتØÂلّب منه البول ÙÂيبيت الØÂسن، وكانالØÂسن٠أمَرَ بإناء ÙÂÙˆÙÂضÙÂع تØÂته، ÙÂكانيخرج ما يجتمع منه ليلًا، ومضيعليذلك عشرونسنةً، ÙÂمرض الØÂسن٠ذاتَ يَوْم ÙÂعاده النَّصرانيّ، ÙÂرأيذلك، ÙÂقال: يا أبا سعيد، Ù…ÙÂذْ كَمْ تَØÂْمÙÂÙ„ÙÂونمÙÂنّÙÂيهذا الأَذَي؟ ÙÂقال: منذ عشرينسنةً. ÙÂقطع النَّصرَانيّ زÙÂنّاره وأسلم
Hasan (al-Bashri) bertetangga dengan seorang Nasrani yang memiliki kamar kecil (jamban/toilet) di atap (rumahnya), dan (lama-lama) berlubang ke dalam rumah Hasan (al-Bashri). Dari lubang itu, air kencing merembes (bocor) ke dalam rumah Hasan (al-Bashri). Hasan meminta sebuah wadah, lalu ia meletakkannya di bawah lubang yang bocor. Ia keluar setiap malam untuk membuang air kencing yang sudah penuh, dan itu sudah dilakukan selama dua puluh tahun lamanya.
Suatu ketika Hasan (al-Bashri) sakit dan (tetangganya yang beragama) Nasrani itu menjenguknya, ia melihat kebocoran yang terjadi di rumah Hasan (al-Bashri).
Ia bertanya: “Wahai Abu Sa’id, sudah berapa lama kau menanggung kesusahan dariku ini?â€Â
Hasan (al-Bashri) menjawab: “Sudah dua puluh tahun.â€Â
Seketika itu juga ia memotong ikat pinggangnya dan memeluk Islam. (Imam Abu Hayyan al-Tauhidi, Kitâb al-Imtâ’ wa al-Mu’ânasah, Beirut: al-Maktabah al-‘Ashriyyah, 2011, h. 247)
****
Bisahkah kita membayangkan, dua puluh tahun bersabar menanggung kesusahan yang setiap hari menimpa; setiap malam keluar rumah sembunyi-sembunyi membuangnya, dan harus melalui hal yang sama setiap harinya. Bisahkah kita membayangkan berada di posisi itu?
Tentu sulit, bahkan mungkin hampir mustahil kita kuat melakukannya. Namun Imam Hasan al-Bashri melakukan itu untuk dua puluh tahun lamanya. Bersabar membersihkan rembesan air kencing yang masuk ke rumahnya. Ia tidak marah-marah mendatangi tetangganya dan memperingatkannya. Ia memilih diam dan membersihkannya setiap hari. Ia sedang mengamalkan ajaran nabinya, “falyukrim jârahu†(memuliakan tetangga).
Jika diamati lebih dalam, kisah di atas mengandung banyak sisi menarik. Pertama, soal kerukunan dalam hidup bertetangga, meski terhadap orang yang berbeda agama sekalipun. Karena itu, tetangganya yang Nasrani pun menjenguknya ketika ia sakit. Ini menunjukkan kesehatan hubungan di antara mereka.
Kedua, kesabaran dan keluasan hati Imam Hasan al-Bashri. Ia dijenguk oleh tetangganya saat sedang sakit. Artinya, sepanjang dua puluh tahun lamanya ia memperlakukan tetangganya dengan baik. Tidak pernah menampakkan amarah, ketidak-sukaan, atau kelelahan di hadapannya, meski ia harus setiap hari membersihkan rumahnya dari najis air kencing. Ia sama sekali tidak menampakkan ketidak-sukaan terhadap tetangga yang menyusahkannya itu. Andai ia menampakkannya, mungkin tetangganya akan enggan untuk menjenguknya.
Ketiga, besarnya pengaruh akhlak yang mulia. Ketika tetangga Nasrani itu menjenguk Imam Hasan al-Bashri, ia melihat kesusahan yang dialami Hasan al-Bashri. Ia terkejut, selama ini kanîf (jamban) miliknya bocor ke rumah Imam Hasan al-Bashri. Sebagai tetangga yang hidup berdampingan dengannya cukup lama, ia pasti tahu kedudukan Hasan al-Bashri di kalangan umat Islam ketika itu. Ia adalah ulama yang sangat dihormati. Tapi ia harus menanggung kesusahan najis setiap hari karenanya. Tentunya ia tahu, umat Islam sangat menjaga kesuciannya dari najis, apalagi seorang ulama seperti Hasan al-Bashri.
Karena itu, ia tertegun melihat persembahan akhlak sehalus ini; ia terkejut menyaksikan pertunjukkan kesabaran sekokoh ini. Maka, seketika itu ia memotong ikat pinggangnya dan memutuskan menjadi Muslim.
Akhlak baik Hasan al-Bashri membuatnya tertarik memeluk Islam, tanpa bujuk rayu dan paksaan. Dengan akhlak yang baik, orang akan tertarik dengan prinsip hidup kita, dan apa yang melatari tindakan kita. Dalam hal ini, sang tetangga yakin bahwa perilaku Hasan al-Bashri berasal dari nilai-nilai agama yang dianutnya, sehingga tanpa ragu ia memutuskan menjadi Muslim.
Ini menunjukkan bahwa akhlak yang baik berperan besar dalam penyebaran Islam, sebagaimana sabda Rasulullah (HR. Imam Ahmad):
‎إÙÂنَّمَا بÙÂعÙÂثْت٠لأÙÂتَمÙÂّمَ مَكَارÙÂÙ…ÙŽ الأَخْلاَق
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.â€Â
Pertanyaannya, seberapa besar upaya kita mengamalkannya? Wallahu a’lam bish-shawwab… Muhammad Afiq Zahara, alumni PP. Darussa’adah, Bulus, Kritig, Petanahan, Kebumen. (nuonline)
Editor : kk
-
HEADLINE2 hari yang lalu
Mangkir dari Panggilan Pemeriksaan, KPK Minta Paman Birin Kooperatif
-
HEADLINE2 hari yang lalu
UIN Antasari Banjarmasin Resmi Terakreditasi A
-
Kabupaten Banjar2 hari yang lalu
Lindungi Konsumen, Pelaku Usaha dan Masyarakat, DKUMPP Banjar Sosialisasikan Metrologi Lokal
-
Kota Banjarbaru2 hari yang lalu
Pj Wali Kota Sorong Pelajari MPP Banjarbaru
-
HEADLINE2 hari yang lalu
CEK FAKTA: Pernyataan Rahmadian Noor soal Terlambatnya Sebaran Pupuk dan Kontribusi Batola 20% terhadap Produksi Beras di Kalsel
-
Kota Banjarbaru2 hari yang lalu
Surat Suara dan Teknis Pemungutan Jadi Perhatian Tim Desk Pilkada Banjarbaru