ACT KALSEL
Hilangkan Trauma, Psikososial Kembalikan Lagi Senyuman Anak-Anak Korban Bencana
Perjalanan Tim Jurnalis Kemanusiaan Bersama ACT Kalsel di Sulteng (3)
DONGGALA, Bencana gempa dan tsunami di Provinsi Sulawesi Tengah akhir September lalu masih terngiang-ngiang diingatan para korban. Ketakutan dan kepanikan para korban belum lepas pasca bencana tersebut.
Contohnya pada waktu makan malam pertama saya di Kota Palu, Provinsi Suteng. Selesai menyantap makanan, saya lalu menuju keluar sambil menikmati sendunya kota Palu. Namun tiba tiba listrik padam. Sontak saja saat itu Kota Palu berubah menjadi gelap gulita.
Saat itu juga saya dikagetkan, ketika seluruh pegawai rumah makan yang sedang memasak berlarian keluar sampai ada seorang ibu terjatuh. Bingung, itu yang saya rasakan waktu itu. Saya coba menanyakan ada apa, salah seorang pegawai rumah makan tersebut mengatakan bahwa padamnya listrik merupakan pertanda akan terjadinya bencana gempa.
“Waktu gempa dulu pertandanya listrik padam. Saya tidak berani di dalam bangunan,†ungkapnya
Ironis, mungkin itulah yang saya lihat. Masyarakat tidak bisa beraktifitas dengan tenang seperti biasa. Trauma itu masih menghantui para korban khususnya kalangan anak-anak.
Saya mencoba mencari tau apa jalan keluar terkait permasalahan ini. Rupanya saya diperlihatkan sebuah program (ACT) yaitu Dukungan Psikososial. Dalam program ini ACT menurunkan dokter umum, dokter spesialis, perawat, apoteker, bidan, psikolog, driver hingga mahasiswa untuk mendampingi anak-anak agar menghilangkan trauma mereka.
Hal tersebut diungkapkan Syahbandi Relawan ACT Padang, Sumatra Barat saat sayaberkunjung ke pengungsian di Kecamatan Sinduwe. “Kita gelar pendampingan ini untuk menghilangkan ketakutan dan kepanikan mereka,” tuturnya, Sabtu (3/11).
Terlihat, pendampingan psikososial memberikan nuansa baru bagi para anak-anak. Tertawa dan rasa bahagia itu yang saya rasakan ditempat sederhana ini. Bentuk kegiatan pendampingan psikososial lebih mengajarkan anak-anak untuk bermain, beragama dan belajar.
Masih menurut Syahbandi, pertama kali mereka melakukan pendampingan psikososial, anak-anak terlihat begitu berbeda namun setelah menjalani psikososial perubahan dari mental mereka jauh berubah.
“Waktu pertama mereka masih diam, raut wajahnya muruh. Sekarang setelah lima kali kita dampingi mereka sudah bisa tersenyum dan tertawa,” ujarnya yang juga seorang trainer.
Selama fase recovery ini pihak medis masih memfokuskan pada mental anak-anak. Nantinya setelah berubahnya fase menjadi Rehabilitasi, ACT akan menyalurkan bantuan berupa fasiltas pendidikan bagi anak-anak korban bencana.(rico)
Editor : Chell
-
HEADLINE3 hari yang lalu
UIN Antasari Banjarmasin Resmi Terakreditasi A
-
Kabupaten Banjar2 hari yang lalu
Lindungi Konsumen, Pelaku Usaha dan Masyarakat, DKUMPP Banjar Sosialisasikan Metrologi Lokal
-
Kota Banjarbaru3 hari yang lalu
Pj Wali Kota Sorong Pelajari MPP Banjarbaru
-
HEADLINE3 hari yang lalu
CEK FAKTA: Pernyataan Rahmadian Noor soal Terlambatnya Sebaran Pupuk dan Kontribusi Batola 20% terhadap Produksi Beras di Kalsel
-
Kota Banjarbaru3 hari yang lalu
Surat Suara dan Teknis Pemungutan Jadi Perhatian Tim Desk Pilkada Banjarbaru
-
Kota Banjarbaru2 hari yang lalu
Bamagnas Banjarbaru Silaturahmi ke Pjs Wali Kota