VOA
Kehidupan Atlet “Video Gamesâ€Â: Begadang hingga Penghasilan Puluhan Juta
 Video Games: Olahraga atau Candu?
Dengan besarnya antusiasme serta potensi industri esport di Indonesia, pemerintah pun tak mau ketinggalan dan segera menggaet esport dengan mengakuinya sebagai cabang olahraga baru sejak 2016 lalu. Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Gatot Dewa Broto mengaku Indonesia memiliki peluang besar memboyong medali emas di berbagai kejuaraan internasional esport.
“Pada saat Asian Games, esport itu salah satu cabang olahraga yang dieksibisikan. Atas persetujuan OCA (Olympic Council of Asia) esport bisa dipertandingkan sebagai eksibisi dan ada tujuh negara yang ikut. (Pertandingan) yang paling dekat itu nanti di SEA Games di Manila November mendatang. Indonesia berharap akan peroleh tiga medali emas,†ujar Gatot di kantornya.
Keseriusan pemerintah dalam menggarap esport sebagai sebuah cabang olahraga ditunjukkan langsung oleh Presiden Jokowi saat menyelenggarakan Piala Presiden khusus untuk esport tingkat nasional. Tidak tanggung-tanggung, ambisi pemerintah untuk mengembangkan esport dilanjutkan dengan penyelenggaraan kedua kalinya Piala Presiden untuk esport di akhir tahun 2019 ini dengan cakupan turnamen se-Asia Tenggara.
Mantan Menpora Imam Nahrawi pun sempat mendapat sorotan awal tahun 2019 lalu ketika menyatakan ingin memasukkan video games ke dalam kurikulum sekolah. Hal ini mendapatkan respon bervariasi. Tidak heran, karena konotasi video games selama ini yang justru identik dengan candu dan nilai buruk sekolah.
Gatot tidak menampik adanya citra buruk video games yang dianggap justru jauh dari citra anak berprestasi. Banyak pihak yang justru meragukan istilah ‘olahraga’ dalam esport karena dianggap jauh dari menyehatkan.
“Kami sekarang di sejumlah sosialisasi itu mencoba menggunakan role model. Role Model itu para atlet-atlet kawakan esport tertentu, mereka kita buatkan semacam kayak videonya untuk public campaign bahwa sebelum bertanding itu ada aktivitas fisik yang harus mereka lakukan, sehingga supaya mereka (masyarakat) juga berpikir bahwa The Real athlete untuk esport itu adalah sama dengan persiapan seorang atlet yang akan berlaga di cabang olahraga yang lain. Tapi lagi-lagi bahwasanya ada stigma negatif itu mungkin tantangan bagi kami dan itu butuh waktu lah. Saya ngga yakin dibutuhkan waktu 1-2 tahun, mungkin 5 tahun lah untuk mengangkat bahwa ini sebagai olahraga yang bisa diterima,†ujar Gatot.
Onic-pun menyadari adanya persepsi buruk ini di masyarakat. Dalam menu latihan rutin atletnya, Onic berinisiatif dengan memasukkan menu latihan fisik 1-2 jam setiap minggunya untuk mengimbangi kesehatan fisik atletnya. “Kita punya physical coach, ini spesifik buat anak-anak buat endurance, terus misalnya latih fokus, latih mental. Jadi mereka ngga cuma main game aja,†kata Justin.
 Sumbu Pendek Masa Aktif Atlet Esport
“Itu tuh yang baru ada di pikiran buat ke depan sih. Gimana ya, kalau misalnya emang udah lulus kuliah dan di Onic masih enak, terus ekosistem esport yang juga masih bagus, ya okelah kalo buat dilanjutin ya kan,†jawab Rangga ketika ditanya mengenai rencananya ke depan. Ia masih menimbang-nimbang untuk melanjutkan karirnya di bidang yang juga merupakan hobinya ini. Bagi sebagian atlet esport, menjadi atlet video games belum menjadi sebuah cita-cita utama. Bisa dipahami karena bidang yang memang masih terbilang baru dan ekosistem olahraga ini yang belum terbentuk matang di tanah air. Onic-pun mengakui bahwa produktifitas atlet cenderung menurun seiring bertambahnya usia.
“Yang jadi main concern juga buat kita adalah lifespan seorang atlet esport itu sangat pendek ya. Jadi start umur 15, produktif mungkin sampai 21 sampai 25, setalah itu start declining in performance usually. Kayak motor skill-nya itu pasti turun. Jadi the big homework buat kita adalah kita mempersiapkan mereka for the next five years setelah mereka lulus dari esport.â€Â
Meyakinkan orang tua untuk mengambil karir ini juga bukan perkara mudah. Rangga mengaku harus memberi upaya lebih untuk mendapatkan izin dari orang tuanya untuk menjadi atlet esport. “Orang tua sih sebenarnya keberatan waktu itu,†tukas Rangga. “(pesan orang tua) Yang penting kuliah lancar kan, terus ya udahsih gitu tinggal dikasih tahu skema gaji dan bonus, segini, baru mereka ‘oh iya’.â€Â
Berdasarkan laporan newzoo, pasar game global tahun 2020 diprediksi mencapai nilai Rp25 triliun dan akan terus bertumbuh. Indonesia sendiri merupakan salah satu pasar video games terbesar di Asia Pasifik. Rob Clinton Kardinal, ketua Asosiasi Video Games Indonesia atau AVGI, menyebut peluang Indonesia untuk melahirkan pemain kelas dunia sangat besar. Hal ini didukung dengan besarnya jumlah pemain aktif di Indonesia.
“Indonesia itu salah satu lah ya saya bilang, salah satu yang terbesar di industri ini. Karena dengan jumlah 260 juta sekian (pemain), kita itu pemain gamenya luar biasa banyak. Ada sampai delapan puluh hingga Sembilan puluh juta pemain esport aktif ya,†ujar Clinton. (rw/dw/kk/voa)
Editor : Kk
-
HEADLINE3 hari yang lalu
Konsep Indies Heritage, Kolam Renang Idaman Banjarbaru Kembali Difungsikan
-
HEADLINE2 hari yang lalu
Pengunjung Tak Tertib, Taman Van der Pijl Ditutup Sementara
-
Advertorial2 hari yang lalu
Chicken Crush Dukung Haul Guru Sekumpul, Bagikan 11.000 Kotak Makanan
-
HEADLINE1 hari yang lalu
Jadi ‘PR’ Baru Pemko Banjarbaru, Aturan Masuk ke Taman Van Der Pijl
-
DPRD KOTABARU1 hari yang lalu
Gelar Paripurna Istimewa, DPRD Kotabaru Umumkan Penetapan Bupati dan Wabup Kotabaru 2025 – 2030
-
kriminal banjarbaru2 hari yang lalu
Anak di Bawah Umur Dipaksa Bersetubuh di Kuburan Cina Liang Anggang