Connect with us

OPINI

Kuliah Tanpa Skripsi, Sebuah Implementasi Kurikulum MBKM

Diterbitkan

pada

Skripsi saat ini masih menjadi salah satu syarat kelulusan mahasiswa di Peguruan Tinggi. Foto: ilustrasi/shutterstock

Oleh: Noer Komari

———————–

Dosen FMIPA ULM

 

KANALKALIMANTAN.COM – Kuliah tanpa skripsi, mungkinkah? Skripsi adalah mata kuliah di akhir semester yang harus diselesaikan oleh mahasiswa S1 sebagai syarat kelulusan. Mata kuliah skripsi diawali dengan menyusun proposal, dilanjutkan dengan kerja laboratorium atau kerja lapangan untuk mendapatkan data, kemudian  diakhiri dengan menyusun buku laporan skripsi untuk dipertahankan dalam sidang skripsi.

Tidak jarang skripsi menjadi penghambat mahasiswa untuk lulus kuliah karena beberapa faktor. Misalnya soal waktu dalam pengerjaan proposal dan kerja lapangan serta penyusunan buku laporan. Faktor finansial terkadang juga menjadi penghambat, sebab skripsi memerlukan biaya besar untuk penyelesaiannya. Faktor kemandirian juga turut menentukan, dimana pembuatan skripsi memaksa mahasiswa untuk kerja mandiri dalam penyelesaiannya.

Lalu, bagaimana dengan kuliah tanpa skripsi? Kuliah tanpa skripsi artinya bagian akhir kuliah bukanlah mata kuliah skripsi tetapi bentuk lain yang sejenis atau selevel. Misalnya magang dan kerja praktik, proyek kewirausahaan dan lain-lain.

Model seperti ini sudah dilaksanakan oleh beberapa perguruan tinggi, terutama yang arahnya ke pendidikan vokasi. Beberapa istilah yang sering dipakai sebagai pengganti skripsi antara lain: yaitu tugas akhir, proyek akhir, penelitian akhir dan lain lain. Pada intinya rangkaian akhir dari kelulusan mahasiswa ditandai dengan kegiatan membuat laporan dan mempresentasikan laporan tersebut dalam bentuk sidang atau seminar.

Ya, kuliah tanpa skripsi sekarang ini memang belum nampak gaungnya. Padahal jargon tersebut nantinya akan menjadi bagian kegiatan rutin di banyak perguruan tinggi sebagai “icon” dalam merekrut mahasiswa. Tidak percaya, tunggu saja sebentar lagi. Mengapa demikian? Karena kuliah tanpa skripsi adalah bagian penting dari implementasi kebijakan Merdeka Belajar- Kampus Merdeka (MBKM).

Dalam kebijakan tersebut istilah skripsi hanya menjadi salah satu bagian yang dimunculkan dalam kurikulum. Kebijakan MBKM yang berhubungan dengan kurikulum adalah hak mahasiswa untuk 3 semester kuliah di luar prodi dengan rincian 1 semester dalam lingkup perguruan tinggi dan 2 semester di luar perguruan tinggi.

Kebijakan ini mengacu pada Permendikbud No 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi. Pada  pasal 18 Permendikbud tersebut menyebutkan bahwa Perguruan Tinggi wajib memfasilitasi pelaksanaan pemenuhan masa dan beban dalam proses pembelajaran.

Permendikbud tersebut bagian dari kebijakan tentang MBKM yang ditindaklanjuti dengan penyusunan petunjuk pelaksanaan berupa buku panduan MBKM yang dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi pada bulan April 2020 yang isinya tentang 8 alternatif penyelesaian studi mahasiswa di perguruan tinggi.

Pedoman tersebut memberikan arahan  bagaimana mahasiswa sangat fleksibel untuk menentukan jalur mana supaya dia bisa lulus. Ada 8 alternatif yang boleh dipilih mahasiswa untuk penyelesaian studi.

Pertama, magang atau praktik kerja di dunia industri atau dunia kerja. Magang atau praktik kerja akan mendekatkan mahasiswa dengan dunia kerja yang nanti akan diterjuninya, sehingga jarak antar dunia kampus dan dunia kerja beririsan langsung. Magang selama 6 bulan akan dinilai setara dengan 20 SKS mata kuliah dan disesuaikan dengan kompetensi yang akan dicapai. Kompetensi tersebut sebagai bentuk pencapaian pembelajaran yang diinginkan. Magang selama 1 tahun setara dengan 40 SKS mata kuliah sesuai dengan kemampuan kompetensi yang dimilikinya.

Jika magang ini dilaksanakan dengan benar dan dilanjutkan dengan penyusunan laporan serta seminar laporan magang, maka tentu saja hasilnya lebih baik jika dibandingkan dengan skripsi.

Kedua, KKN atau proyek membangun desa, proyek ini akan melibatkan mahasiswa dalam pembangunan dan pemberdayaan desa. Pelaksanaannya melibatkan banyak pihak termasuk kementrian desa, dalam pengelolaan dan pemanfaatan dana desa sebesar Rp 1 miliar per tahun.

Masyarakat desa akan dikenalkan dengan aktivitas pengembangan pedesaan oleh dunia kampus. Di sisi lain mahasiswa banyak belajar tentang sosiologi masyarakat desa. KKN selama 6 bulan juga dinilai setara dengan 20 SKS mata kuliah. Jika kompetensi mahasiswa dalam kegiatan KKN tersebut belum tercapai sepenuhnya maka bisa diganti atau ditambah dengan mata kuliah daring selama proses KKn tersebut. Jika proyek KKN dilaksanakan dengan baik, lebih lebih di daerah 3T, maka tentu saja keahlian dan pengalaman mahasiswa sangat luar biasa. Proyek seperti ini tentu sangat layak untuk untuk menggantikan skripsi.

Ketiga, mengajar di satuan sekolah, kegiatan ini ditujukan untuk mahasiswa yang punya minat di bidang Pendidikan untuk mengajar dan menjadi guru di sekolah. Kegiatan ini bisa bekerja sama dengan lembaga lain yang mempunyai tujuan sejenis. Penilaian dan penyetaraan SKS ditentukan oleh sejauh mana capaian target pembelajaran bisa dicapai.

Program studi pendidikan tentu mempunyai porsi lebih besar dibanding program studi non Pendidikan. Jika selama mengajar di satuan pendidikan tersebut mahasiswa juga melakukan riset dalam bentuk tindakan kelas atau riset lainnya yang sesuai bidangnya, maka kegiatan mengajar tersebut layak dianggap sebagai pengganti skripsi.

Keempat, penelitian atau riset, kegiatan ini sudah sangat umum dilakukan di kampus. Tetapi jika penelitian atau riset tersebut dilakukan oleh mahasiswa di lembaga penelitian adalah hal yang luar biasa. Riset di lembaga penelitian dengan tema atau topik terarah akan membentuk mahasiswa memiliki jiwa peneliti. Selain itu juga penguasaan metoda dan peralatan instrument yang modern akan memudahkan mahasiswa menyalurkan passion sebagai peneliti.

Penelitian selama 6 bulan atau bahkan selama 1 tahun tentu saja sangat layak untuk mengganti mata kuliah skripsi, bahkan mungkin skripsi plus, yaitu plus pengalaman yang luar biasa.

Kelima, proyek kemanusiaan, proyek ini bertujuan membangun mentalitas mahasiswa untuk peka terhadap lingkungan dan kemanusiaan. Dengan terjun sebagai aktivis atau relawan kemanusiaan di penanganan bencana akan mendidik mahasiswa memiliki pengalaman yang berbeda dengan dunia kampus. Proyek kemanusiaan ini dapat bekerja sama dengan berbagai lembaga atau mitar kemanusiaan. Aktivitas yang terarah untuk penanganan bencana di bawah bimbingan dosen yang cakap akan menghasilkan output mahasiswa yang tangguh. Kegiatan tersebut selama 6 bulan sangat cukup dinilai setara dengan 20 SKS dan layak untuk menggantikan skripsi.

Keenam, wirausaha, kegiatan ini untuk memfasiltasi mahasiswa yang berminat di bidang wirauasaha. Kegiatan ini melatih mahasiswa untuk menjadi entrepreneur muda yang tanggguh yang tidak berharap hanya menjadi pegawai saja. Selain itu, kegiatan ini untuk mengatasi pengangguran sarjana, atau sarjana tanpa pekerjaan.

Program wirausaha ini adalah rangkaian panjang dari suatu proses berwirausaha, mulai dari membuat proposal kelayakan usaha, mencari penyandang dana atau pemberi modal, melakukan produksi atau pengadaan serta pemasaran produk atau jasa yang ditawarkan, sampai membangun sebuah star up. Membangun wirausaha sampai pada tahap star up bukanlah pekerjaan mudah. Oleh karena itu jika ada mahasiswa mampu berwirausaha sampai tahap membangun star up, maka sangat layak dinilai dengan menyelesaikan skripsi.

Ketujuh, pertukaran pelajar atau pertukaran mahasiswa, kegiatan ini berbentuk belajar lintas kampus baik nasional maupun internasional. Istilah lain “kuliah sit in” di satu perguruan tinggi lain yang menjadi mitra selama 1 atau 2 semester. Mahasiswa diharapkan akan mendapatkan transfer ilmu dan tranfer pengalaman kehidupan dari perguruan tinggi tempat kuliah sit in. 20 SKS atau 40 SKS yang dilalui mahasiswa ditambah dengan penyusunan laporan kegiatan dan selanjutnya dengan seminar laporan tersebut cukup kiranya dianggap sebagai pengganti skripsi.

Kedelapan, proyek atau studi independen, kegiatan ini ditujukan untuk mahasiswa yang memiliki kecenderungan ke arah karya kreatif dan inovatif. Karya tersebut untuk kepentingan pengembangan produk unggulan, pengembangan riset kampus bagi mahasiswa atau keikutsertaan dalam kompetisi nasional maupun internasional. Jika peran mahasiswa cukup besar dalam proyek tersebut, tentu saja sangat layak untuk disetarakan dengan skripsi. Apalagi jika karya tersebut mampu mengharumkan nama institusi, nama daerah, bahkan nama bangsa dan negara, tentu sangat patut untuk dihargai sebagai pengganti skripsi.

Pola penerapan fleksibilitas 8 jalur MBKM dilakukan dengan 5 semester belajar di prodi, 1 semester di luar prodi di perguruan tinggi sendiri, dan 2 semester di luar perguruan tinggi. Jika diasumsikan mahasiswa menempuh pendidikan S1 di perguruan tinggi selama 8 semester, maka ada beberapa pola yang dapat dipilih, yaitu:

  1. a) Pola 4-1-2-1, artinya 4 semester pertama di prodi sendiri, 1 semester di prodi lain dalam PT, 2 semester di luar PT, dan 1 semester kembali ke prodi sendiri.
  2. b) Pola 4-2-1-1, artinya 4 semester pertama di prodi sendiri, 2 semester luar PT, 1 semester di prodi lain dalam PT, dan 1 semester kembali ke prodi sendiri.
  3. c) Pola 5-2-1, artinya 5 semester pertama di prodi sendiri, 2 semester di luar PT, 1 semester di prodi lain dalam PT.
  4. d) Pola 3-1-2-2, artinya 3 semester pertama di prodi sendiri, 1 semester di prodi lain dalam PT, 2 semester di luar PT, dan 2 semester kembali ke prodi sendiri.

Pola pola tersebut sangat fleksibel dan tergantung dari kesepakatan yang diambil oleh prodi sesuai dengan sumber daya yang dimiliki. Fleksibilitas juga akan nampak jika ada penerapan semester pendek atau semester antara pada proses pembelajaran. Penerapan semester pendek atau semester antara juga memungkinkan mahasiswa lulus lebih cepat dalam waktu 7 semester.

Nah, jika 8 alternatif program tersebut dirancang dengan baik oleh perguruan tinggi dalam pelaksanaannya, maka tentu saja produk alumni sarjana akan menjadi lebih berkualitas. Masing masing perguruan tinggi bisa saja memilih beberapa alternatif kegiatan tersebut sebagai “kekhususan” yang akan dijadikan “ikon” untuk merekrut mahasiswa. Ya, kuliah tanpa skripsi adalah jargon terbaru merekrut mahasiswa. Kita tunggu saja. (nkomari@ulm.ac.id)

 

Editor: Cell


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->