Connect with us

RELIGI

Lebih 5.000 Peserta Diperkirakan Bakal Ikuti Semarak Baayun Maulid di Tapin

Diterbitkan

pada

Baayun maulid yang akan digear di Tapin besok Foto: dok

RANTAU, Sehari jelang dilaksanakannya agenda tahunan baayun maulid di Masjid Keramat Al Mukarramah, Desa Banua Halat Kiri, Kecamatan Tapin Utara, Kabupaten Tapin, kesibukan semakin terlihat di lokasi acara. Terutama pengerjaan gantungan baayun dari kayu bambu yang mencapai ribuan. Rencananya, besok Selasa (20/11) kegiatan baayun maulid akan dilaksanakan mulai pagi hingga usai sholat dzuhur.

Hingga Senin (19/11) sore, pendaftar baayun maulid sudah mencapai hampir 5.000 peserta. Tercatat ada mencapai 4.794 peserta, terdiri 3.184 dewasa, anak-anak 1.577 orang.

Panitia acara Fadlan mengatakan, pendaftaran masih dibuka hingga Selasa pagi. Dan jika merujuk pada pelaksanaan tahun sebelumnya, jumlah peserta bahkan melebihi dari target. Bahkan yang ikut bukan hanya datang dari Kalsel, tetapi juga dari Kalteng, Kaltim, hingga Jawa Timur.

Untuk kelengkapan anyaman atau hiasan yang dipasang pada ayunan nanti, panitia memberdayakan penduduk desa yang berjumlah 238 Kepala Keluarga, Mereka sudah BAHU membahu membuat anyaman dari helai daun kelapa muda 3 hari menjelang hari H dengan upah anyam yang sudah ditentukan panitia.

Sementara untuk persiapan pelaksanaan tradisi budaya itu, selain Desa Banua Halat Kiri, 6 desa tetanggapun juga dilibatkan, antara lain desa Banua Halat Kanan, Badaun, Jingah Berbaris. Kakaran, Banua Hanyar Hulu dan Desa Keramat.

Baayun Mulid terdiri dari dua kata, yaitu baayun dan mulid. Kata Baayun berarti melakukan aktivitas ayunan/buaian. Aktivitas mengayun bayi biasanya dilakukan oleh seseorang untuk menidurkan anaknya. Dengan diayun-ayun, seorang bayi akan merasa nyaman sehingga ia akan dapat tidur dengan lelap. Sedangkan kata mulud (dari bahasa Arab maulid) merupakan ungkapan masyarakat Arab untuk peristiwa kelahiran Nabi Muhammad SAW. Dengan demikian, kata Baayun Mulud mempunyai arti sebuah kegiatan mengayun anak (bayi) sebagai ungkapan syukur atas kelahiran Nabi Muhammad SAW sang pembawa rahmat bagi sekalian alam.

Sebagai sebuah tradisi yang setiap tahun digelar, Baayun Mulid ini sarat dengan makan sejarah, nilai, filosofis, akulturasi, dan prosesi budaya yang unik untuk dikaji secara komprehensif.

Menurut catatan sejarah, Baayun Anak semula adalah prosesi ayau upacara adat peninggalan nenek moyang yang masih beragama Kaharingan. Sejarawan H.A.Gazali Usman menyatakan tradisi ini semula hanya ada di Kabupaten Tapin (khususnya di Desa Banua Halat Kecamatan Tapin Utara). Namun kemudian, berkembang dan dilaksanakan di berbagai daerah di Kalimantan Selatan.

Tradisi ini dapat dianggapa sebagai penanda konversi agama orang-orang Dayak yang mendiami Banua Halat dan daerah sekitarnya, yang semula beragama Kaharingan kemudian memeluk agama Islam. Karena itu upacara Baayun Anak mempunyai kaitan yang kuat dengan sejarah masuknya Islam ke daerah ini.

Sebagaimana diketahui, setelah Islam diterima dan dinyatakan sebagai agama resmi kerajaan oleh pendiri kerajaan Islam Banjar, Sultan Suriansyah, pada tanggal 24 September 1526, maka sejak itulah Islam dengan cepat berkembang di Banua Banjar, terutama di daerah-daerah aliran pinggir sungai (DAS atau Daerah Batang Banyu) sebagai jalur utama transportasi dan perdagangan ketika itu.

Jalur masuknya Islam ke Banua Halat adalah jalur lalu lintas sungai dari Banjarmasin ke Marabahan, Margasari, terus ke Muara Muning, hingga Muara Tabirai sampai ke Banua Gadang. Dari Banua Gadang dengan memudiki sungai Tapin sampailah ke kampung Banua Halat. Besar kemungkinan Islam sudah masuk ke daerah ini sekitar abad ke-16.

Sebelum Islam masuk, orang-orang Dayak Kaharingan yang berdiam di kampung Banua Halat biasanya melaksanakan acara Aruh Ganal. Upacara ini dilaksanakan secara meriah dan besar-besaran ketika pahumaan menghasilkan banyak padi, sehingga sebagai ungkapan rasa syukur sehabis panen mereka pun melaksanakan Aruh Ganal, yang diisi oleh pembacaan mantra dari para Balian. Tempat pelaksanaan upacara adalah Balai.

Setelah Islam masuk dan berkembang serta berkat perjuangan dakwah para ulama, akhirnya upacara tersebut bisa “diislamisasikan”. Jika sebelumnya upacara ini diisi dengan bacaan-bacaan balian, mantra-mantra, doa dan persembahan kepada para dewa dan leluhur, atau nenek moyang di Balai, akhirnya digantikan dengan pembacaan syair-syair maulid, yang berisi sejarah, perjuangan, dan pujian terhadap Nabi Muhammad SAW, dilaksanakan di masjid, sedangkan sistem dan pola pelaksanaan upacara tetap. Akulturasi terhadap tradisi ini terjadi secara damai dan harmonis serta menjadi substansi yang berbeda dengan sebelumnya, karena ia berubah dan menjadi tradisi baru yang bernafaskan Islam.

Jadi, Baayun Mulid merupakan sebuah tradisi yang dapat dimaknai sebagai suatu upaya menyampaikan ajaran Islam dengan mengakomodir budaya lokal serta lebih menyatu dengan lingkungan hidup masyarakat setempat. Bagaimana pun dakwah kultural menghendaki adanya kecerdikan dalam memahami kondisi masyarakat dan kemudian mengemasnya sesuai dengan pesan-pesan dakwah Islam.
Dengan begitu, umat akan tetap mampu menjaga dan melestarikan sebuah tradisi dengan prinsip “setiap budaya yang tidak merusak akidah dapat dibiarkan hidup”, sekaligus mewariskan dan menjaga nilai-nilai dasar kecintaan umat kepada Nabi Muhammad SAW untuk dijadikan teladan dalam setiap aspek kehidupan.(cel/berbagai sumer)


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->