Connect with us

HEADLINE

Medan Berat Tarung di Tengah Pandemi, Satu Persatu Kandidat ‘Lempar Handuk’ di Pilkada  

Diterbitkan

pada

Sejumlah kandidat di Kalsel menyatakan mundur di Pilkada 2020. Foto ilustrasi: andrea ucini/economist.com

KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU – Satu persatu kandidat calon kepala daerah mundur di Pilkada 2020 di Kalimantan Selatan (Kalsel). Tak hanya dari kubu penantang yang datang dari parpol maupun perseorangan, bahkan incumbent pun ikut ‘melempar handuk’. Medan suram pertarungan di tengah pandemi Covid-19 menjadi momok. Akankah disusul kandidat lain?

Saat ini tercatat sudah tiga kandidat mundur! Dimulai oleh Aditya Mufti Ariffin, kandidat calon Walikota Banjarbaru yang selama ini anggap sebagai salah satu penantang tangguh incumbent Nadjmi Adhani- Darmawan Jaya Setiawan. Meski telah mengantongi tiga rekomendasi partai (dari PPP, Golkar, dan PDIP) yang menjamin keamanan kendaraan politik bagi mereka, tapi Senin (15/6/2020) lalu, dia tiba-tiba saja pamit dari gelanggang tarung Pilkada Kota Idaman.

“Kami menyatakan mundur jika Pilkada tetap dilaksanakan pada 9 Desember 2020 sementara pandemi belum berakhir,” ujar Aditya.

Tentu saja, pernyataan mundur Aditya ini mengejutkan banyak pihak. Sebab sebelumnya, dengan lantang timnya mengatakan kapan pun siap untuk Pilkada. Baik diundur Desember 2020, atau tahun 2021, atapun pada saat ini!

Berselang satu hari kemudian, Selasa (16/6/2020), giliran Ahmad Firdaus, satu dari bakal calon (balon) Wakil Wali Kota Banjarmasin jalur perseorangan mundur. Daus -biasa ia disapa- pasangan dari Anang Misran memutuskan tak lagi melanjutkan langkahnya menghadap tahapan Pilwali Banjarmasin. Meskipun tahapan verifikasi faktual pasangan calon perseorangan bakal kembali dilanjutkan besok 24 Juni.

Daus menyebut keputusan tersebut sudah menjadi pilihannya. Hal itu karena menurutnya, apabila dirinya mengundurkan diri pada saat sudah penetapan calon, maka akan ada konsekuensi yang harus diterima. “Alhamdulillah suratnya sudah diterima. Surat pengunduran diri saya dari proses penyerahan dukungan jalur perseorangan,” ucap Daus.

Sementara itu, pernyataan mengejutkan juga dilontarkan calon incumbent Bupati banjar KH Khalilurrahman. Untuk kali kedua, lelaki yang biasa disapa Guru Khalil ini, menyatakan tidak akan maju sebagai calon bupati Banjar periode 2020-2024.

Pernyataan tersebut disampaikannya saat rapat koordinasi, Senin (22/6/2020) di Martapura. Sejumlah pejabat di lingkup Pemkab Banjar pun membenarkan pernyataan Guru Khalil itu. Pertimbangan Guru Khalil untuk tidak maju sebagai calon bupati itu antara lain karena ingin lebih banyak waktu dengan keluarga. Kanalkalimantan,com mengonfirmasi pernyataan Guru Khalil itu melalui Kadis Kominfo Statistik dan Persandian Kabupaten Banjar, HM Aidil Basith.

“Benar. Beliau (Guru Khalil) menyatakan tidak akan maju sebagai calon bupati Banjar pada rapat koordinasi mingguan. Alasannya adalah ingin lebih banyak waktu bersama keluarga,” ujar Aidil Basith saat dikonfirmasi via telepon.

Medan Berat di Tengah Covid-19

Seperti diketahui, pemerintah baru saja mengesahkan PKPU Nomor 5 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2019 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati  tersebut, memutuskan Pilkada Serentak Tahun 2020 dilaksanakan pada 9 Desember 2020.

Sejak diundangkan tanggal 12 Juni 2020, PKPU ini mendapat banyak penolakan. Baik dari para ahli, termasuk dari Dewan Perwakilan Daerah atau DPD. Sejumlah kandidat bakal calon yang akan berkompetisi pun ikut menolak.

Banyak alasan di balik penolakan itu. Pertama, selain beban anggaran yang cukup besar mencapai Rp 4 triliun (dengan adanya anggaran tambahan yang disodorkan KPU), ribetnya aturan yang disyaratkan pada PKPU tersebut juga sangat ‘membelenggu’ kandidat. Terutama calon penantang, yang harus berhadapan dengan incumbent.

Peneliti dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil mengatakan, selain khawatir pilkada dapat memicu ledakan penambahan kasus positif, ia juga menilai akan banyak celah hukum yang akan membikin hasil pemilihan tidak sah. Salah satu celah hukum yang ia maksud adalah tahapan pilkada yang tidak konsisten dengan ketentuan di UU Pilkada. UU Pilkada tidak mengatur mekanisme pelaksanaan di tengah bencana non-alam. “Begitu juga Perppu Nomor 2 Tahun 2020 [tentang Pilkada] tidak mengatur mekanisme pilkada dengan protokol bencana,” katanya dilansir Tirto.id.

Memaksakan pilkada tetap digelar di masa pandemi pun akan memunculkan banyak celah pelanggaran, kata koordinator harian Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif (KoDe Inisiatif) Ikhsan Maulana. Hal ini dapat terjadi salah satunya karena sulitnya menegakkan transparansi dan pengawasan. “Partisipasi masyarakat juga menjadi bagian penting dalam proses pengawasan. Jika masyarakat sudah tidak aware dengan pilkada, partisipasi pengawasan yang dapat dilakukan juga akan hilang,” katanya.

“Belum lagi sampai hari ini belum ada informasi kapan Bawaslu akan mengeluarkan Perbawaslu yang disesuaikan dengan pandemi Covid-19 untuk optimalisasi pengawasan.”

Potensi pelanggaran lain, kata Ikhsan, adalah pemberian ‘bansos Corona’ dari para petahana kepala daerah masing-masing. Contoh nyata dari ini adalah kasus Bupati Klaten beberapa waktu lalu. Hal ini akhirnya “akan memberikan dampak pada persaingan kampanye yang tidak sehat dan fair,” katanya.

Potensi pelanggaran lain yang paling krusial, menurut Ikhsan, adalah makin besarnya potensi manipulasi dan jual-beli suara. “Masyarakat masih banyak yang terkena dampak ekonomi akibat Covid-19 ini, dan ini bisa saja dimanfaatkan oleh calon kepala daerah untuk jual beli suara atau politik uang.” Pada akhirnya, potensi masalah ini akan berdampak pada “kualitas pilkada” secara umum. (kanalkalimantan.com/rico/fikri)

Reporter : rico/fikri
Editor : bie

 


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->