Connect with us

Manaqib

Mufti Jamaluddin Al Banjari, Ahli Hukum Pemegang Surat Wasiat Sultan Adam

Diterbitkan

pada

: Mufti Jamaluddin bin Syeikh Muhammad Arsyad al Banjari. Foto : net

Nama lengkapnya adalah Jamaluddin bin Syeikh Muhammad Arsyad al Banjari. Beliau lahir tahun 1780 di Banjar, Kalimantan Selatan dan merupakan anak dari Syeikh Muhammad Arsyad al Banjari, seorang ulama terkenal asal Kalimantan Selatan.

Jamaluddin al-Banjari memperoleh pendidikan agama dari ayahnya sendiri. Ibunya bernama Go Hwat Nio atau dikenal dengan sebutan Tuan Guat, yang merupakan keturunan China namun kemudian memeluk Islam melalui bimbingan dari Syeikh Muhammad Arsyad al Banjari. Jamaluddin al Banjari mempunyai lima orang saudara, dua di antaranya laki-laki (al Alim al Allamah Khalifah Hasanuddin dan al Alim al Allamah Khalifah Zainuddin), dan tiga lainnya perempuan (Aisyah, Raihanah, dan Hafsah).

Keluarga dekat Jamaluddin al Banjari banyak yang menjadi mufti. Tercatat ada sekitar sepuluh orang yang menjadi mufti, yaitu  1) Jamaluddin al-Banjari (beliau sendiri), 2) Ahmad bin Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari, 3) Muhammad As’ad bin Utsman, 4). Muhammad Arsyad bin Mufti Haji Muhammad As’ad, 5) Syihabuddin bin Syeikh Muhammad Arsyad al Banjari, 6) Muhammad Khalid bin Allamah Hasanuddin bin Syeikh Muhammad Arsyad al Banjari, 7) Muhammad Nur bin al Alim al Allamah Qadi Haji Mahmud,  8) Muhammad Husein bin Syeikh Muhammad Arsyad al Banjari, 9) Jamaluddin bin Haji Abdul Hamid, 10). Syeikh Abdur Rahman Shiddiq bin Haji Muhammad Afif bin Alimul Allamah Qadi Abu Na’im bin Syeikh Muhammad Arsyad al Banjari.

Jamaluddin al Banjari sendiri pernah menjadi mufti di Martapura, sebuah wilayah di Kesultanan Banjar. Beliau memiliki pengaruh yang sangat besar pada masa pemerintahan Sultan Adam (1825 M – 1857 M). Mufti Jamaluddin al-Banjari berkontribusi sangat penting dalam perumusan Undang-Undang Sultan Adam (1251 H /1835 M).

Beliau kemudian dikenal sebagai ahli undang-undang Kesultanan Banjar. Pendapat dan pandangannya banyak mempengaruhi dalam setiap proses perumusan undang-undang kesultanan. Pada pasal 31, misalnya, namanya disebutkan dalam teks undang-undang. Padahal, sangat jarang terjadi ada suatu fatwa dari seorang mufti yang dimasukkan ke dalam sebuah pasal dalam undang-undang kesultanan.

Mufti Jamaluddin al Banjari pernah mendamaikan perselisihan antara keluarga Diraja Banjar dan pemegang ‘Surat Wasiat Sultan Adam’. Pada bulan Desember 1855, Sultan Adam pernah menulis surat wasiat yang isinya bahwa pengganti Sultan Adam adalah Pangeran Hidayatullah. Dalam surat tersebut juga dinyatakan bahwa bila anaknya Pangeran Prabu Anom dan cucunya Pangeran Tamjidillah menghalangi surat wasiat tersebut, maka diancam dengan hukuman mati. Sebagai penengah, Mufti Jamaluddin al-Banjari memegang surat wasiat itu dan mencari jalan keluar yang damai antar keduanya.


Laman: 1 2

iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->