Connect with us

Kota Palangkaraya

Organisasi Buruh di Kalteng Tolak Pengesahan UU Ciptaker

Diterbitkan

pada

Organisasi buruh di Kalteng menolak pengesahan UU Ciptaker Foto: ist

KANALKALIMANTAN.COM, PALANGKA RAYA – Organisasi buruh di Kalimantan Tengah (Kalteng) menyayangkan pengesahan UU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja (Ciptaker) oleh DPR RI, Senin (5/10/2020).

“Sejumlah poin yang disahkan sangat merugikan para buruh. Kami memang tidak akan melakukan aksi. Tetapi kami akan menyampaikan alasan penolakan kami ke dewan, minta pembatalan,” kata majelis pertimbangan Wilayah Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SBSI) Kalteng, Hatir Sata Tarigan.

Menurut Jubir DPD Partai Demokrat Kalteng terkait penolakan RUU Ciptaker ini, ada enam alasan yang membuat mereka menolaknya. Pertama, menghilangkan upah minimum karena yang diterapkan sistem upah per jam.

Padahal dalam UU nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan disebutkan tidak boleh ada pekerja yang mendapatkan upah di bawah upah minimum, pengusaha yang membayar upah dibawah upah minimum bisa dipidana .

Kedua, menghilangkan pesangon. Istilah baru yang digunakan dalam omnibus law, tunjangan PHK yang besarnya mencapai 6 bulan upah.

Padahal sebelumnya mengenai pesangon sudah diatur dalam UU nomor 13 tahun 2003 buruh yang terkena PHK besarnya pesangon maksimal 9 bulan dan bisa dikalikan dua untuk jenis PHK tertentu sehingga bisa dapat 18 bulan upah dan penggantian hak minimal 15 persen dari total pesangon penghargaan masa kerja.

Ketiga, penggunaan outsorsing dan buruh kontrak diperluas. Dalam omnibus law dikenalkan istilah fleksibilitas pasar kerja, dapat diartikan tidak adanya kepastian kerja dan pengangkatan karyawan tetap.

Dalam UU nomor 13 tahun 2003 outsorsing hanya dibatasi pada 5 jenis perkerjaan. Namun kedepan semua jenis pekerjaan bisa dioutsorsingkan.

Keempat, lapangan pekerjaan yang tersedia berpotensi diisi tenaga kerja asing. Dalam UU nomor 13 tahun 2003 penggunaan tenaga kerja asing harus memenuhi beberapa persyaratan salah satunya boleh untuk pekerjaan yang membutuhkan keterampilan tertentu.

Tapi dalam omnibus law terdapat wacana semua persyaratan yang sudah diatur akan dihapus sehingga bisa bekerja sebebas-bebasnya di Indonesia.

Kelima, jaminan sosial terancam hilang diakibatkan karena sistem kerja yang fleksibel. Untuk bisa mendapatkan jaminan pensiun dan jaminan hari tua, maka harus ada kepastian pekerjaan.

Keenam, menghilangkan sanksi piana bagi pengusaha padahal dalam UU nomor 13 tahun 2003 disebutkan sanksi pidana bagi pengusaha yang tidak membayar hak-hak buruh misalnya pengusaha yang membayar upah dibawah upah minimum.

Menurut Hatir, poin yang menjadi catatan mereka, sudah diserahkan kepada Fraksi Partai Demokrat di DPRD Kalteng. Memang, selama ini SBSI juga sering menyalurkan suara lewat partai berlambang mercy ini.

Dijadwalkan bersama tiga organisasi buruh lainnya, Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) dan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI), akan menyerahkan tuntutan tersebut ke DPRD Kalteng.

“Jadi tidak akan melakukan aksi demo besar-besaran di lapangan, karena ini dalam masa pandemi. Kami ingin mempertajam lagi terkait penolakan RUU omnibus law Ciptaker disahkan,”imbuhnya. (kanalkalimantan.com/tri)

 

Reporter: Tri
Editor: Cell


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->