Connect with us

HEADLINE

RSJ Sambang Lihum Krisis Tenaga Medis, 3 Dokter Tangani 400 Pasien Gangguan Jiwa!

Diterbitkan

pada

Jumlah penderita gangguan jiwa berat di Kalsel mencapai 6.000 orang Foto : net

BANJARBARU, Angka penderita gangguan jiwa di Kalsel, terus meningkat. Dari data yang dimiliki Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Sambang Lihum, sudah ada 6.000 penderita gangguan jiwa berat. Walaupun hanya 400 orang yang dirawat inap.

Hal tersebut diungkapkan Direktur Utama RSJ Sambang Lihum, Kalimantan Selatan (Kalsel), Dokter Dharma Putra, saat acara Family Gathering  RSJ Sambang Lihum memperingati Hari Kesehatan Nasional, Selasa, (12/11).

Dikatakan Dharma, meningkatnya pasien gangguan jiwa ini justru berbanding terbalik dengan jumlah SDM di RSJ Sambang Lihum. Bahkan, bisa dibilang untuk di Kalsel saat ini sangat kekurangan dokter jiwa.

“Kita hanya memiliki 3 dokter yang harus menangani 400 pasien gangguan jiwa yangg saat ini menjalani rawat inap,” katanya.

Menurut Dharma, pihaknya membutuhkan 9 orang dokter jiwa. Selain itu, juga butuh konsultan 2 orang, di Kalsel ini kan ada 6.000 penderita gangguan jiwa berat.

Alhasil, untuk mengurangi menutupi kekurangan jumlah SDM pihaknya terpaksa menyewa dan mendatangkan dokter dari Rumah Sakit Dokter Soetomo Surabaya. Padahal, untuk mendatangkan dokter dari Surabaya, RSJ Sambang Lihum harus merogoh kocek dalam-dalam. “Seorang dokter jiwa yang didatangkan dari Surabaya harus dibayar Rp 25 juta. Itu belum lagi pihaknya membiayai seluruh akomodasi selama dokter tersebut berada di Kalsel,” ujar Dharma.

Belum lagi pihak RSJ Sambang Lihum juga harus membiayai seluruh akomodasi selama dokter tersebut berada di Kalsel. Selain kekurangan dokter jiwa dan konsultan, RSJ Sambang Lihum juga kekurangan tenaga perawat spesialis gangguan jiwa. RSJ Sambang Lihum saat ini masih membutuhkan 5 orang perawat spesialis gangguan jiwa.

Sementara itu, Hanifah menyampaikan apresiasi Gubernur Kalsel kepada RSJ Sambang Lihum yang menggelar family gathering sekaligus memperingati Hari Kesehatan Nasional Tahun 2019. “Ini sangat penting sebagai upaya kita untuk terus mengkampanyekan hidup sehat, serta sebagai upaya kita untuk memulihkan pasien dengan gangguan kesehatan jiwa atau akibat ketergantungan Napza,” ucapnya.

Sebelumnya diberitakan, Selama 2019 RSJ Sambang Lihum sudah menangani tujuh anak dan remaja yang mengalami gangguan jiwa akibat kecanduan gawai. Jumlah tersebut meningkat dari tahun sebelumnya, karena berdasarkan data RSJ milik Pemprov Kalsel itu pada 2018 hanya ada lima orang dengan masalah kejiwaan (ODMK) pecandu gadget yang mereka tangani.

“Tahun lalu hanya satu yang dirawat inap dan empat rawat jalan, sementara tahun ini ada dua yang sempat dirawat inap dan lima dirawat jalan,” kata Direktur Utama Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Sambang Lihum, dr IBG Dharma Putra beberapa waktu lalu.

Mengenai detail kasus gangguan jiwa dikarenakan tidak bisa lepas dari gadget, Dharma meminta Spesialis Kedokteran Jiwa RSJ Sambang Lihum, Yanuar Satrio untuk menjelaskannya ke wartawan.

Yanuar menyampaikan, saat ini dua pasien gangguan jiwa pecandu gawai yang sempat dirawat inap sudah sembuh dan diperbolehkan pulang. Akan tetapi, masih harus minum obat secara teratur. “Dia seperti gangguan jiwa pada umumnya, kalau tidak minum obat maka akan kumat,” ucapnya.

Mengenai bagaimana kondisi para pasien saat baru dibawa ke RSJ, dia mengungkapkan, yang paling parah ialah anak berusia 14 tahun dari Tanah Laut yang sempat dirawat inap selama dua pekan. “Anak itu sudah sampai ke gangguan jiwa berat, karena sudah ada perubahan perilaku,” bebernya.

Perubahan perilaku yang dia maksud, pasien yang kecanduan ponsel tersebut sering mengamuk dan berhalusinasi mengikuti gaya-gaya karakter yang ada di game gadget yang sering dimainkannya. “Saya tidak tahu karakter game apa yang dia ikuti, yang jelas dia jadi mengamuk tidak jelas,” ujar Yanuar.

Karena sering mengamuk, dia mengungkapkan, orang tuanya sampai-sampai tidak bisa lagi mengendalikan pasien tersebut. “Anak itu tidak bisa dilarang bermain gadget, kalau dilarang juga mengamuk. Tidak ada cara lain, orang tuanya membawanya ke RSJ,” ungkapnya.

Sedangkan, untuk pasien pecandu gadget yang ringan. Yanuar menjelaskan, ciri-ciri sudah mengalami gangguan jiwa yakni merasa cemas jika tidak bermain ponsel. “Selain itu, mereka susah tidur dan sulit berkonsentrasi,” jelasnya.

Dia menuturkan, pecandu gadget yang mereka tangani selama ini usianya semuanya baru belasan tahun. Yakni, dari 13 tahun sampai 17 tahun. Kebanyakan berasal dari Banjarmasin, Banjarbaru dan Tanah Laut. “Itu karena orang tua tidak mau membatasi penggunaan gadget untuk anak mereka, padahal menggunakan gadget untuk hiburan lebih dari 2 jam dalam sehari sangat tidak baik,” tuturnya.

Perlu Peran Keluarga

Direktur Utama Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum Dr Dharma Putra mengungkapkan, proses pengobatan untuk pasien orang dengan gangguan jiwa agar pulih dan tidak kembali sakit lagi atau dikatakan paripurna, harus dengan perawatan berkelanjutan.

Menurut Dharma peran keluarga dalam hal ini sangat penting bagi kesembuhan pasien orang dengan gangguan jiwa, karena setelah keluar dari rumah sakit pasien harus menjalani pengobatan berkelanjutan yang harus didukung oleh keluarga sekitarnya. “Kita mengharapkan kedepannya pasien dirumah sakit jiwa ini mendapatkan kasih sayang keluarganya, agar bisa mengembalikan kepercayaan dirinya bisa kemasyarakat,” katanya.

Dharma mengakui, tingkat kesembuhan pasien sakit jiwa yang berobat di RSJD Sambang Lihum terus menunjukan peningkatan. “Di Kalsel, pasien sakit jiwa yang sembuh paripurna mencapai 30 persen. Kalau ditingkat nasional sekitar 10 persen. Kemudian untuk yang sembuh-sembuh kumat atau gejala sisa tingkat kesembuhannya mencapai 80 persen, kalau ditingkat nasional sekitar 70 persen,” tambahnya. (rico)

Reporter : Rico
Editor : Chell

 


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->