Connect with us

HEADLINE

Saat KPK Mulai ‘Membidik’ Gajah, Macan, dan Kijang POP Kemendikbud

Diterbitkan

pada

Program POP Kemendikbud yang banyak diperdebatkan seiring mundurnya NU, Muhammadiyah, dan PGRI. Foto : ekdergi.com

KANALKALIMANTAN.COM, JAKARTA– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memantau Program Organisasi Penggerak ( POP) yang diinisiasi Kemendikbud RI. Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengatakan, akan mendalami program itu melalui kajian sebagaimana yang telah dilakukan terhadap program-program lain.

“KPK akan mendalami program dimaksud, bisa dalam bentuk kajian sebagaimana yang dilakukan terhadap program-program lain seperti BPJS, (kartu) prakerja dan lain-lain,” lanjut dia.

Selain itu, KPK sekaligus mengapresiasi langkah yang dilakukan sejumlah organisasi kemasyarakatan mundur dari program tersebut. “Saya juga sangat mengapresiasi langkah yang dilakukan beberapa organisasi kemasyarakatan yang mengambil sikap mundur dari keikutsertaan pada program dimaksud dengan didasari bahwa program dimaksud masih menyimpan potensi yang tidak jelas,” ujar Nawawi.

POP Kemendikbud menjadi polemik menyusul mundurnya Muhammadiyah, PBNU, dan PGRI dari kegiatan itu. Pihak DPR menjelaskan anggaran untuk Program Organisasi Penggerak (POP) Kemendikbud adalah Rp 595 miliar.

“Di dalam penjelasan Kemendikbud saat rapat kerja dengan Komisi X, skemanya tunggal, yaitu dibiayai sepenuhnya oleh APBN. Waktu itu kita sepakati Rp 595 miliar,” kata Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda, dilansir detik.com.

Syaiful enjelaskan rapat dengan Mendikbud Nadiem Makarim berlangsung pada 20 Februari 2020. Nilai nominal anggaran nyaris Rp 600 miliar itu juga tercantum di dokumen paparan rapat kerja Komisi X DPR RI dari Kemendikbud.

“Sekitar 35 ribu guru dilatih oleh Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) melalui Program Merdeka dengan alokasi Rp 595,8 miliar. Pelibatan OMS yang memenuhi syarat dalam peningkatan kompetensi pendidikan dan tenaga kependidikan,” demikian bunyi paparan dari Kemendikbud dalam raker di Komisi X DPR pada 20 Februari 2020.

Anggaran itu merupakan bagian dari perubahan terbatas yang dilakukan Kemendikbud. Realokasi anggaran semacam itu tidak memerlukan pengesahan lewat rapat paripurna DPR karena tidak mengubah besaran anggaran DPR, dan itu juga menjadi kewenangan kementerian.

Ada tiga tipe organisasi penggerak, mulai gajah, macan, dan kijang. Gajah akan mendapatkan bantuan hibah Rp 20 miliar, macan akan mendapatkan bantuan Rp 5 miliar, sedangkan kijang akan mendapatkan bantuan Rp 1 miliar.

Sebelumnya, Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LP Ma’arif NU PBNU) dan Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah memutuskan mundur dari Program Organisasi Penggerak (POP). Mereka merasa tidak cocok dengan program buatan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim itu.

Ketua LP Ma’arif NU Zainul Arifin Junaidi mengatakan mereka memutuskan undur diri karena program ini sudah janggal bahkan sejak awal. Salah satunya banyak sekali organisasi atau yayasan yang tidak jelas ditetapkan sebagai penerima POP.

Kejanggalan lain terkait adanya kesan Kemdikbud memaksa LP Ma’arif NU turut serta dalam program. Zainul bilang lembaganya diminta proposal pengajuan dana dua hari sebelum penutupan. Saat itu mereka menolak dengan alasan waktu yang mepet sementara syarat-syarat ada lumayan banyak. Namun pihak Kemdikbud bilang syarat-syarat tersebut bisa menyusul. “Tanggal 5 Maret, lewat situs mereka, dinyatakan proposal kami ditolak,” katanya dikutip dari Tirto, Kamis (23/7/2020).

Anehnya Kemdikbud kembali menghubungi mereka untuk melengkapi syarat-syarat. Ketika itu Kemdikbud meminta LP Ma’arif NU menggunakan badan hukum sendiri, bukan badan hukum NU. Permintaan ini ditolak. Lalu sehari kemudian Kemdikbud kembali menghubungi, kali ini meminta surat kuasa dari PBNU. “Kami terus didesak, akhirnya kami minta surat kuasa dan memasukkannya di detik-detik terakhir.”

Dua hari lalu, Rabu, Kemdikbud kembali menghubungi. Kali ini LP Ma’arif NU diminta mengikuti rapat koordinasi. Zainul bilang undangan ini janggal karena “belum dapat SK penetapan penerima POP dan undangan.”

Ketika itulah ia mendapat daftar penerima POP, yang menurutnya banyak yang “tidak jelas.” Saat itulah LP Ma’arif NU bulat memutuskan tidak turut serta. Meski demikian, Zainul menegaskan “kami tetap melaksanakan program penggerak secara mandiri.”

“Saat ini LP Ma’arif NU sedang fokus menangani pelatihan kepala sekolah dan kepala madrasah, 15 persen dari total sekolah/madrasah, sekitar 21 ribu,” ujarnya.

Ketidakjelasan penerima dana juga jadi alasan Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah undur diri dari POP. “Tidak jelas karena tidak membedakan lembaga CSR yang sepatutnya membantu dana pendidikan dengan ormas yang berhak mendapatkan bantuan dari pemerintah,” ujar Ketua Dikdasmen PP Muhammadiyah Kasiyarno dalam keterangan tertulis.

Foto : suara

Setelah LP Ma’arif NU dan Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah, keputusan serupa diambil oleh Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) setelah menggelar rapat koordinasi pada 23 Juli. Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi mengatakan organisasinya undur diri karena merasa POP bukan program yang semestinya diprioritaskan.

Menurutnya uang POP akan lebih bermanfaat jika dialokasikan langsung untuk membantu siswa, guru, dan penyediaan infrastruktur terutama di daerah 3T. Apalagi saat ini “pandemi COVID-19 datang meluluhlantakkan berbagai sektor kehidupan, termasuk dunia pendidikan dan berimbas pada kehidupan siswa, guru, dan orang tua.”

PGRI juga menekankan agar Kemdikbud berhati-hati dan dapat mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran dengan benar. Kemdikbud Gegabah Pengamat pendidikan Dharmaningtyas mengatakan kasus ini menunjukkan Kemdikbud tidak memiliki kriteria jelas penerima manfaat. Selain itu ia menilai Kemdikbud tidak memahami peta pendidikan nasional.

Mendikbud Nadiem Makarim mengatakan, POP adalah kebijakan turunan dari visi ‘Merdeka Belajar’–yang diperkenalkan pada akhir tahun lalu. Organisasi yang tergabung ke dalam program ini, termasuk di antaranya yang disebutkan di atas, akan diminta bergotong royong meningkatkan kualitas pendidikan, yang menurut mantan bos Gojek ini belum menunjukkan perkembangan signifikan selama 20 tahun terakhir.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) mengalokasikan Rp567 miliar per tahun untuk program ini. Uang ini diberikan kepada organisasi terpilih untuk membiayai pelatihan atau kegiatan lain yang sesuai dengan visi program.(Kanalkalimantan.com.cel/berbagai sumber)

Reporter : Cel berbagai sumber
Editor : Cell



iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->