Pemakaian kata “thaun†dan “waba’†sering dipertukarkan untuk menyebut wabah atau penyakit menular yang berjangkit dengan cepat, menyerang sejumlah besar orang di daerah yang luas (misalnya wabah cacar, disentri, pes, kolera). Kata “thaun†dan “waba’†sering digunakan untuk menyebut epidemi.
Dalam hadits-hadits Nabi Muhammad SAW kita mengenal kata “jÄÂrif,†“waba’,†dan “tha’un†untuk menyebut sebuah penyakit sejenis wabah yang menyerang dan mematikan (biasanya menyapu bersih) banyak orang di suatu daerah.
Kata “waba’†dan “tha’un†ini yang kemudian sering disematkan oleh ahli agama untuk Covid-19 atau virus corona yang terjadi pad awal 2020 di Indonesia dan berbagai negara di dunia. Sedangkan untuk kata “jarif†sendiri, kita jarang mendengarnya dari mereka.
Pemakaian kata “waba’†dan “tha’un†yang kerap dipertukarkan biasanya disandingkan dengan riwayat hadits perihal Sayyidina Umar RA yang mengurungkan niatnya memasuki Negeri Syam karena sedang terjadi penyebaran penyakit wabah di dalamnya.
عَنْ عَبْد٠اللَّه٠بْن٠عَامÙÂر٠بْن٠رَبÙÂيعَةَ أَنَّ عÙÂمَرَ خَرَجَ Ø¥ÙÂÙ„ÙŽÙ‰ الشَّام٠ÙÂَلَمَّا جَاءَ سَرْغَ بَلَغَه٠أَنَّ الْوَبَاءَ قَدْ وَقَعَ بÙÂالشَّام٠ÙÂَأَخْبَرَه٠عَبْد٠الرَّØÂْمَن٠بْن٠عَوْÙÂ٠أَنَّ رَسÙÂولَ اللَّه٠صَلَّى اللَّه٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ قَالَ Ø¥ÙÂذَا سَمÙÂعْتÙÂمْ بÙÂه٠بÙÂأَرْض٠ÙÂَلَا تَقْدَمÙÂوا عَلَيْه٠وَإÙÂذَا وَقَعَ بÙÂأَرْض٠وَأَنْتÙÂمْ بÙÂهَا ÙÂَلَا تَخْرÙÂجÙÂوا ÙÂÙÂرَارًا Ù…ÙÂنْه٠ÙÂَرَجَعَ عÙÂمَر٠بْن٠الْخَطَّاب٠مÙÂنْ سَرْغَ
Artinya, “Dari Abdullah bin Amir bin Rabi‘ah, Umar bin Khattab RA menempuh perjalanan menuju Syam. Ketika sampai di Sargh, Umar mendapat kabar bahwa wabah sedang menimpa wilayah Syam. Abdurrahman bin Auf mengatakan kepada Umar bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, ‘Bila kamu mendengar wabah di suatu daerah, maka kalian jangan memasukinya. Tetapi jika wabah terjadi wabah di daerah kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.’ Lalu Umar bin Khattab berbalik arah meninggalkan Sargh,†(HR Bukhari dan Muslim).
Sargh adalah sebuah desa di ujung Syam yang berbatasan dengan Hijaz. (An-Nawawi, Al-Minhaj, Syarah Shahih Muslim Ibnil Hajjaj, [Kairo, Darul Hadits: 2001 M/1422 H], juz VII, halaman 466).
Sebagian ulama juga menyamakan pengertian kata “tha’un†dan “waba’.†Kata “tha’un†dan “waba’†merujuk pada penyakit mematikan-berbahaya yang menular, menyerang, dan memakan korban sebagian besar masyarakat di suatu daerah. Pandangan ini dibantah oleh mayoritas ulama yang membedakan kedua pengertian kata tersebut, seperti Imam An-Nawawi dan Ibnu Hajar Al-Asqalani.
Menurut An-Nawawi, kata “tha’un†lebih khusus, sempit, atau spesifik dibandingkan kata “waba’.†Tha’un adalah luka bernanah yang muncul pada siku, ketiak, tangan, jari, atau sekujur badan. Luka yang muncul disertai dengan memar, rasa pedih dan nyeri. Luka ini muncul bersama dengan rasa panas. Sekitar luka kulit menghitam, memerah, menghijau, dan memerah agak ungu. Gejala lainnya adalah peningkatan detak jantung dan muntah-muntah. (An-Nawawi, 2001 M/1422 H: VII/466).
Adapun “waba’†mengandung pengertian lebih umum dan luas. Waba’ adalah penyakit tha’un itu sendiri, jenis penyakit lain, atau segala jenis penyakit umum sebagaimana menurut Al-Khalil. Tetapi yang shahih menurut kebanyakan ulama, waba’ adalah penyakit yang menimpa banyak orang di suatu daerah tertentu, yaitu wabah atau epidemi. Jenis penyakitnya dapat berbeda dari jenis penyakit kebanyakan. Jenis penyakit waba’ dapat berbeda-beda. Jenis penyakitnya boleh jadi adalah jenis penyakit yang belum pernah terjadi sebelumnya atau sesudahnya. (An-Nawawi, 2001 M/1422 H: VII/466).
وقالوا كل طاعونوباء وليس كل وباء طاعونا والوباء الذيوقع بالشام ÙÂيزمنعمر كانطاعونا وهو طاعونعمواس وهيقرية معروÙÂØ© بالشام
Artinya, “Ulama (yang membedakan kedua kata itu) mengatakan, setiap tha’un adalah waba’. Tetapi tidak setiap waba’ adalah tha’un. Hanya saja waba’ yang menimpa negeri Syam di zaman Sayyidina Umar adalah tha’un, yaitu tha’un Amwas, desa terkenal di Syam,†(An-Nawawi, 2001 M/1422 H: VII/466).
Sebenarnya perbedaan persepsi atas kedua kata tersebut beranjak dari perbedaan bidang ulama yang digeluti. Ulama bahasa memiliki pengertian sendiri atas kata “waba’†dan “tha’un.†Demikian juga ulama kedokteran dan ulama fiqih. Oleh karena itu, tidak heran jika ulama yang mensyarahkan hadits mengakomodasi semua pendapat ulama dari berbagai bidang itu untuk memberikan pengertian atas kata “waba’†dan “tha’un.â€Â
Badruddin Al-Ayni dalam Kitab Umdatul Qari, Syarah Shahih Bukhari, menyebut ragam pendapat ulama perihal kata “tha’un.†Tha’un, menurut sebagian ulama, adalah jatuhnya banyak korban wabah. Adalagi ulama yang mengatakan tha’un adalah luka bernanah, memar, dan sangat nyeri dan pedih…†(Badruddin Al-Ayni, Umdatul Qari, juz XXIII, halaman 487).
Ibnu Hajar Al-Asqalani pada Kitab Fathul Bari bi Syarhi Shahihil Bukhari juga tidak dapat menghindar dari perbedaan pendapat ulama perihal kata ini. Al-Asqalani mengutip pendapat ulama bahasa seperti Al-Khalil, penulis Kitab An-Nihayah, Abu Bakar Ibnul Arabi, Abul Walid Al-Baji, Ad-Dawudi, Iyadh, Ibnu Abdil Bar, An-Nawawi, Al-Mutawalli, Al-Ghazali, dan sejumlah ulama kedokteran seperti Ibnu Sina.
قلت ÙÂهذا ما بلغنا منكلام أهل اللغة وأهل الÙÂقه والأطباء ÙÂيتعريÙÂÙ‡ والØÂاصل أنØÂقيقته ورم ينشأ عنهيجانالدم أو انصباب الدم إلى عضو ÙÂÙŠÙÂسده وأنغير ذلك منالأمراض العامة الناشئة عنÙÂساد الهواء يسمى طاعونا بطريق المجاز لاشتراكهما ÙÂيعموم المرض به أو كثرة الموت والدليل على أنالطاعونيغاير الوباء ما سيأتيÙÂيرابع Ø£ØÂاديث الباب أنالطاعونلا يدخل المدينة
Artinya, “Menurut saya, itu semua pandangan ulama bahasa, ahli fiqih, dan profesi dokter yang sampai kepada kita. Tetapi walhasil, tha‘un sebenarnya adalah bengkak atau memar yang muncul karena kenaikan atau tekanan darah pada anggota tubuh yang bengkak sehingga membuatnya rusak. Sedangkan penyebutan ‘tha‘un’ untuk penyakit wabah lain yang muncul karena kerusakan udara hanya bersifat majaz atau kiasan karena persamaan pada kedua penyakit tersebut dari segi penyebaran dan jumlah korban. Dalil atas perbedaan tha‘un dan waba’ akan disebutkan pada hadits keempat, yaitu bab tha‘un tidak masuk Kota Madinah,†(Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari bi Syarhi Shahihil Bukhari, [Kairo, Darul Hadits: 2004 M/1424 H], juz X, halaman 203).
Pemakaian dan pemahaman secara tertukar kata “tha‘un†dan “waba’†di masyarakat dapat dimaklumi sebagai majaz belaka, di mana keduanya merujuk pada wabah atau epidemi. Adapun pengertian keduanya harus dipisahkan ketika kita memahami hadits yang berkaitan dengan keduanya. Kira-kira demikian menurut An-Nawawi, terlebih Al-Asqalani. Wallahu a’lam. (alhafiz kurniawan/nuonline)
KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Kalimantan Selatan resmi melantik ribuan anggota Badan… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU - Sehubungan dengan libur hari besar pada akhir Maret dan awal April 2025… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, MARTAPURA - Momen 1 Syawal 1446 H kali ini bertepatan Senin (31/3/2025) digelar Halalbihalal… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU - Momen Hari Raya Idulfitri di Kota Banjarbaru dimanfaatkan salah satu warga Kelurahan… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU - Jelang Idulfitri 1446 Hijriyah, Yayasan Baitul Ma'al (YBM) dan Srikandi PT PLN… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, AMUNTAI - Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) H Sahrujani mengingatkan warga untuk selalu mewaspadai… Read More
This website uses cookies.