Connect with us

RELIGI

Sifat Wujud: Membuktikan Keberadaan Tuhan

Diterbitkan

pada

Pembuktian empiris atas keberadaan Tuhan akan sia-sia belaka karena ia tak beranjak dari karakter kemakhlukan: materi. Ilustrasi: nuonline

KANALKALIMANTAN.COM – Benarkah Tuhan itu ada? Ini adalah pertanyaan beberapa orang yang meragukan keberadaan Tuhan sebab eksistensi Tuhan tak dapat diobservasi dan tak dapat pula dideteksi keberadaannya melalui serangkaian alat-alat modern. Mencari Tuhan dengan metode empiris seperti itu takkan membuahkan hasil sebab Tuhan itu memang ghaib, wujudnya sama sekali tak dapat diakses atau diindra. Karena itulah, untuk membuktikan keberadaan Tuhan bukan dengan melakukan serangkaian tes yang bersifat indrawi tetapi dengan penarikan kesimpulan yang bersifat rasional.

Bila kita melihat jagat raya ini, kita lihat semuanya punya garis merah yang sama, yaitu semua serba berubah. Tak ada yang tak berubah di jagat raya ini, bahkan hal yang kita sangka tak pernah berubah pun ternyata berubah seiring waktu. Semua hal mengalami masa sebelum, sedang, dan setelah. Semua berubah dari satu kondisi ke kondisi lainnya. Bila demikian, maka dengan pasti kita tahu bahwa segala yang ada di jagat raya ini punya permulaan.   Seperti halnya kita tak tahu kapan tetangga kita dilahirkan, akan tetapi kita tahu pasti bahwa dia punya tanggal lahir. Kita juga tak tahu dengan pasti kapan planet ini dan segala isinya diciptakan, tapi kita tahu dengan pasti bahwa ia ada awal mulanya. Demikian juga dengan seluruh bintang, planet, galaksi, atau apa pun namanya, bagaimanapun bentuknya, kita tahu dengan pasti bahwa semuanya berawal dari sebuah titik yang mengubahnya dari kondisi tidak ada menjadi ada.

Selain itu, kita lihat bahwa segala yang ada di dunia ini juga punya sifat dan karakter khusus; benda-benda besar di jagat raya mempunyai gaya tarik yang kita sebut gravitasi, api mempunyai karakter membakar, es mempunyai karakter dingin, batu mempunyai karakter keras dengan bentuk tertentu, gelombang punya karakter merambat dan menembus, air punya karakter cair, dan begitu juga pohon, udara, dan segala makhluk hidup punya karakternya masing-masing. Segala karakter ini pun saling melengkapi dan membentuk sistem kehidupan yang saling menopang satu sama lain. Meski kita tak tahu dengan detail bagaimana semua itu terbentuk, tapi kita bisa memastikan bahwa seluruh sifat dan karakter itu dibentuk dan dirancang dengan penuh kesadaran oleh aktor yang berada di luar jangkauan kita sebab mustahil hal yang begitu rumit terjadi dengan sendirinya dan membentuk sistem yang begitu hebatnya.

Ketika melihat keberadaan dinding dari batu bata di tengah hutan, kita bisa menyimpulkan dengan pasti bahwa dinding itu dirancang dan dibuat oleh suatu makhluk berkesadaran, bukan oleh angin, air, panas mentari, pohon-pohon atau gempa bumi. Padahal susunan dinding batu bata sangat sederhana, tetapi akal kita menolak ketika ada yang mengatakan bahwa dinding itu tercipta dengan sendirinya. Maka bagaimana mungkin kita sanggup mengatakan bahwa jagat raya ini ada dengan sendirinya?

Bila demikian, maka sampailah kita pada pertanyaan paling penting, siapakah aktor yang membuat semuanya ada dari tiada? Siapakah yang merancang dan membentuk seluruh karakter yang kita lihat di setiap hal di jagat raya ini? Jawabannya tak lain dan tak bukan adalah Tuhan. Meskipun kita tak pernah melihatnya, tetapi kita tahu dengan pasti bahwa Tuhan itulah penyebab utama dari segala keberadaan di alam semesta. Keberadaannya adalah pasti dan tak bisa didebat lagi.

Keberadaan Tuhan inilah yang disebut para ulama sebagai “wajibul wujud”, keberadaan yang pasti, harus, dan tak bisa disangkal. Adapun keberadaan selain Tuhan sifatnya hanya “mumkinul wujud”, yakni sesuatu yang keberadaannya relatif dalam arti bisa saja ada dan boleh juga tidak ada. Tak ada alasan yang memastikan bahwa kita ini harus ada, planet ini harus ada, dan segala hal di semesta harus ada. Tapi Tuhan harus ada sebab keberadaannya merupakan keniscayaan dari seluruh keberadaan hal lain yang sudah ada ini. Inilah yang membedakan antara keberadaan Tuhan dan keberadaan selain Tuhan. Meskipun semua sama-sama ada, tapi pada hakikatnya keberadaan keduanya jauh berbeda.

Lalu siapa yang mencipta Tuhan dan memberikan karakter ketuhanan pada-Nya? Ini pertanyaan konyol yang hanya akan membuat lingkaran tak berujung yang pasti mustahil. Ketika kita melihat orang lain, kita tahu bahwa dia punya bapak, bapaknya punya bapak dan demikian seterusnya tapi haruslah ada ujung dari semua rantai kebapakan itu di mana ujung rantai itu tak punya bapak lagi. Bapak paling tua itu yang lewat bocoran wahyu kita kenal sebagai Adam. Demikian juga seluruh hal lainnya harus punya ujung pertama di mana ujung pertama itu tak berasal dari apa pun. Yang paling ujung dari semua penciptaan adalah Tuhan dan pastilah Tuhan itu sendiri tak diciptakan, tak dirancang, tak disusun, tak dibentuk, dan memang sudah ada tanpa awal mula.

Andai dipaksakan bahwa ada lingkaran penciptaan yang tak berujung hingga ke belakang di mana Tuhan diciptakan oleh sesuatu yang lain dan sesuatu yang lain itu juga diciptakan oleh sesuatu sebelumnya secara terus-menerus tanpa ada ujungnya, maka seharusnya alam semesta takkan tercipta. Logikanya, bila penciptaan semesta ini tergantung pada keberadaan Tuhan sedangkan keberadaan Tuhan itu pun juga bergantung pada keberadaan Tuhan lain sebelumnya dan terus demikian, maka pasti alam semesta belum ada sebab keberadaannya bergantung pada lingkaran yang tak pernah berhenti. Tatkala kita lihat alam semesta ada, itu artinya ada ujung paling akhir yang berperan menentukan segalanya. Ujung paling akhir itulah yang absah disebut Tuhan, Sang Pencipta segalanya.

Penjelasan di atas adalah penjelasan universal yang  dapat dipahami seluruh manusia di mana pun, apa pun agamanya, dan apa pun bangsanya. Ini adalah kebenaran rasional yang bisa diketahui oleh semua orang berakal. Dengan penjelasan semacam inilah para ulama berkomunikasi dengan semua orang dari semua penjuru dunia dengan berbagai latar belakang yang berbeda. Bahasa universal inilah yang dapat diyakini kebenarannya oleh seluruh manusia sebab bukan berdasarkan dogma atau klaim apa pun yang sifatnya subjektif.

Ustadz Abdul Wahab Ahmad, Peneliti Bidang Aqidah di Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur dan Pengurus Wilayah LBM Jawa Timur. (nuonline)

Reporter : nuonline
Editor : kk



iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->