Connect with us

Budaya

Untaian Keharuman Kambang Barenteng dari Banjarmasin

Diterbitkan

pada

KAMBANG BARENTENG, Untaian bunga-bunga yang dirangkai menjadi satu, biasa dijual di pasar tradisional, urang Banjar menyebutnya kambang barenteng. Foto : asriyani

BANJARMASIN, Untaian keharuman berbagai jenis bunga -kambang dalam Bahasa Banjar, red- mungkin tak akan pernah ditemui selain di Banjarmasin. Dalam etnis Banjar kambang barenteng disebutnya, terdiri dari berbagai macam jenis bunga yang dirangkai menjadi rentengan bunga dengan menggunakan daun kelapa. Satu daun kelapa ini terdiri dari 10 rentengan bunga, biasanya dan satu renteng dihargai dengan Rp 15.000.

Uniknya lagi, para penjual kambang barenteng di kota Banjarmasin berjualan di pinggir-pinggir jalan dan di depan pasar tradisional, berlangsung sudah puluhan tahun.

Sanah (44), salah satu pedagang kambang barenteng di pinggir jalan Pasar Sudimampir mengaku sudah berjualan kambang barenteng sejak tahun 2003 sudah.

“Kambang barenteng ini memang ciri khas urang Banjar, model untaiannya ya seperti ini sejak dulu, paling yang berbeda hanya susunan kambangnya saja,” ujarnya.

Dalam satu kambang renteng biasanya terdiri dari bunga mawar, melati, kenanga, kacapiring, kembang kuning dan bunga lain, tergantung musim. Tetapi, kambang barenteng seakan ‘wajib’ memiliki untaian bunga melati, mawar dan kenanga yang harus selalu ada. Untuk proses pembuatan kambang renteng kebanyakan dilakukan di rumah para pengrajin. Kebanyakan yang berjualan bukan sebagai pengrajin kambang barenteng.

Untuk fungsinya tetap sama saja seperti bunga yang dijual pada umumnya yaitu untuk keperluan ritual kematian, acara keagamaan, pernikahan dan sambutan bagi orang-orang penting.

Kebanyakan bunga yang dijual di kota Banjarmasin pasokannya berasal dari Martapura. Pedagang bunga dari Martapura langsung yang akan membawa bunga pada para penjual di pasar. Dijual perkantong plastik dengan hitungan 5 gelas takar perkantongnya, rata-rata harga perkantong Rp 60.000 hingga Rp 80.000.

Sanah menjelaskan ada saat waktu tertentu saja para penjual kambang barenteng menuai untung banyak. “Kalau Jum’at biasanya lebih laku dibandingkan hari biasa, sama tahun baru China, dan Idul Fitri, kalau di awal tahun begini malah menurun pendapatanya,” ujarnya.

Bahkan saat waktu tertentu tersebut, kambang barenteng akan langsung habis, dan para pedagang akan menambah pasokan bunga empat kali lipat dari hari biasa.

Kelebihan kambang barenteng ini lebih tahan lama dibandingkan bunga curah atau yang tidak dirangkai, bisa bertahan sampai 3 hari tetapi kembang yang sisa tersebut akan dijual lebih murah dari biasanya daripada tinggal layu dan membusuk itu lebih rugi.

Foto : asriyani

Kalau hari biasa kembang renteng Sanah laku tiga atau empat saja sedangkan di hari raya bisa sampai 10 renteng. “Pembeli bisa membeli berapa saja tanpa ada patokan harga nanti penjualnya yang akan memperkirakan bisa dapat berapa banyak,” jelasnya.

Dibalik kembang barenteng ini sebenarnya ada cerita yang unik dan melegenda, dimana awal mulanya bunga ini hanya digarap oleh keturunan Nini Randa dan para perajinnya disebut parentengan yang dulunya banyak di kawasan Jalan Pangeran Hidayatullah, Kelurahan Pangambangan, Kecamatan Banjarmasin Timur, Kota Banjarmasin.

Ceritanya dulu ada seorang puteri kerajaan bernama Nini Randa yang diusir di hutan. Hutan itu luas dan dipenuhi bunga atau kambang berbagai jenis yang kemudian disebut Pangambangan. Kemudian Nini Randa menjadikan kambang tersebut sebagai mata pencariannya dan dijual pada bangsawan untuk berbagai keperluan upacara hingga saat ini pun budayanya masih ditiru oleh masyarakat Banjarmasin. Tetapi saat ini tidak hanya yang menjadi keturunannya saja yang bisa merangkai kembang tersebut orang biasa pun bisa. (asriyani)

 

Reporter : Asriyani
Editor : Abi Zarrin Al Ghifari


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->