Connect with us

Politik

Usulan KPU Soal Mantan Koruptor Dilarang Nyaleg Tak Digubris Pemerintah

Diterbitkan

pada

pemerintah tak akan proses draft rancangan Peraturan KPU soal pencalonan anggota legislatif. Foto: ammar

BANJARMASIN, Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Widodo Ekatjahjana mengatakan takkan memproses draf rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang pencalonan anggota legislatif 2019 menjadi peraturan perundang-undangan.

Alasannya, draf PKPU pencalonan yang mengatur tentang larangan mantan narapidana kasus korupsi untuk Pileg 2019 tersebut dinilai bertentangan dengan Undang-Undang yang ada di atasnya. “PKPU caleg ini kan sudah ramai di publik bahwa diduga draf PKPU itu bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi, bertentangan dengan UU pemilunya,” kata Widodo dihubungi, Minggu (3/6) lalu.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly mengatakan tak akan meneken peraturan Komisi Pemilihan Umum atau PKPU mengenai larangan mantan narapidana korupsi mengikuti pemilihan legislatif (pileg) 2019. Yasonna menegaskan PKPU itu bertentangan dengan undang-undang. “Jangan saya dipaksa menandatangani sesuatu yang bertentangan dengan undang-undang,” katanya Senin (4/6).

Sedangkan di Provinsi Kalimantan Selatan, Kepala Komisi Pemilihan Umum Kalimantan Selatan Edy Ardiansyah mengatakan, mereka mencoba mendorong keseteraan persyaratan DPR dan DPRD serta DPD dan Presiden. Kedua arah ini baik arah eksekutif maupun legislatif merupakan setingkat dan sebanding dalam struktur kenegaraan di Indonesia.

Kalau setara dan sebanding, maka syarat hadir atau terpilihnya mereka harus dengan persyaratan yang setingkat, seadil dan sebanding. Pada syarat calon presiden dan wakil presiden ada larangan terhadap mantan narapidana koruptor, pada peraturan KPU nomor 14 tahun 2018 berisi syarat calon DPD dan Presiden tidak diperkenankan para mantan narapidana, koruptor untuk mencalon, sedangkan saat ini kenapa DPR dan DPRD gencar gencarnya menolak.

“Kenapa pada peraturan KPU terkait DPD dan Presiden tidak ditolak, kenapa legislatif ditolak.  Presiden eksekutif dan DPR Legislatif ini merupakan struktur konsitusi yang setingkat, ketentuan dan syarat harus sebanding,” katanya.

Maka KPU memberikan penguatan pada asas keadilan bahwa setiap penyelengara pemilu, penyelenggara negara baik calon anggota DPR dan DPD serta Presiden harus bebas dari napi koruptor. KPU sebagai lembaga yang mandiri, terlebih diluar dari legislatif, eksekutif dan yudikatif harus mencarikan sebuah cela untuk masyarakat umum bukan untuk suatu kepentingan semata. Kesetaraan dari sebuah konstitusional di Indonesia harus terus pertanyakan.

“Indonesia sudah reformasi sudah puluhan tahun maka bagaimana bisa membuat suatu peraturan yang bisa menjadi jawaban umum bukan terkhususkan,” jelasnya.


Laman: 1 2

iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->